Kuharap Hatiku Bisa Berdamai Setelah Dengan Jahat Mencaci Diriku Sendiri.

kuharap hatiku bisa berdamai setelah dengan jahat mencaci diriku sendiri.

kuharap tangisku meredakan sesak yang ada di dadaku.

karena dalam hidup ini, sekalipun ingin menyerah, aku masih ingin berjuang.

itu sebabnya, walau sakit, akan kutahan.

More Posts from Drinkwatersoon and Others

10 months ago

Dunia Kerja

Rahasia umum kalau dunia kerja itu penuh dengan drama, pressure, politik kepentingan, circle²an, pokoknya banyak hal yang out of the box.

Untuk terbebas dari semua hal rumit itu kamu hanya perlu fokus dengan dirimu sendiri, fokus dengan apa yang dapat kamu kendalikan, tanggung jawabmu, serta perlakuanmu kepada orang lain.

Selebihnya bukan tanggung jawabmu; respon orang lain, sikap orang lain, kamu tidak bertanggung jawab akan hal itu.

Satu pesan pentingnya adalah; jangan pernah ikut andil dalam ghibah, terlepas dari apapun alasannya.

Suatu kemustahilan ketika kamu inginkan ridha dari semua manusia. Tak akan bisa.

Sesederhana meluaskan hati, memanjangkan sabar, menjaga lisan, fokus dengan apa yang ingin dicapai, dan itu CUKUP:)

Datang - Kerja - Pulang - Lupakan.

Dan tak lupa, tanamkan mindset ini:

1. Jangan berharap apapun dari tempat kerjamu. Lakukan saja tugasmu dengan baik dan sukai pekerjaanmu.

2. Bersikaplah netral dan sewajarnya, karena sikap too much akan membuat mereka sewenang-wenang, seolah tak ada batasan apapun.

3. Jangan meludahi sumur tempatmu minum. Sesederhana kalau sanggup lakukan, kalau tidak silahkan resign~

Rumit yaa, namun begitulah realita kehidupan dewasa. Semoga kamu kuat yaaa!

3 years ago

Usia, Pencapaian dan Pencarian

Bukan sebuah jaminan seseorang yang semakin bertambah usianya akan semakin matang dan dewasa cara berpikirnya, bukan jaminan pula ia akan baik dalam menentukan skala prioritasnya. Akan tetapi, semakin seseorang dewasa terkadang akan semakin banyak kekhawatirannya, dari mulai kapan menikah, punya anak, rumah dan kendaraan, atau mungkin kekhawatiran soal pencapaian lainnya.

Setidaknya, cobalah menepi dan menyendiri, sebentar saja. Berbicara dengan diri sendiri dan apa yang hari ini benar-benar kamu butuhkan dan apa yang hanya sekedar keinginan atau lapar mata.

Ada seseorang yang usianya beranjak mendekati 30 tahun, kekhawatirannya adalah soal jodoh yang sampai detik ini belum juga datang. Ada pula seseorang yang mungkin usianya 20 sampai 25 tahun yang mengkhawatirkan soal rezeki dan tempat tinggal. Bukan, bukan untuk membandingkan dengan orang lain, kok.

Hanya saja, kadang kita lupa bahwa setiap orang ada kekhawatirannya masing-masing, setiap usia juga ada gemuruhnya masing-masing, dan itulah yang sebenarnya sedang menjadi ujian untuknya. Apapun kekhawatiranmu hari ini, jika ia memang ditakdirkan untukmu maka ia akan tetap datang padamu. Yang menjadikan berbeda adalah bagaimana caramu mendapatkannya saja, melalui yang baik dan berkah, atau yang cepat tapi tidak ada ketenangan dan keberkahan.

Berapapun usiamu, jangan sampai tidak menaikkan pencapaian soal kedekatan dengan Allah. Kekhawatiranmu sebenarnya salah satu tanda ada jarak antara kamu dan Allah, entah dari seringnya kamu lalai atau berlebihan mengharap pada manusia. Semakin kamu dekat dan yakin dengan Allah, maka kekhawatiranmu pasti akan semakin mengecil, gelisahmu juga akan semakin hilang.

Usiamu hari ini berapa? Dan bagaimana pencapaianmu soal ibadah? Kalau soal dunia aku tidak bertanya, sebab prioritas dan hidup kita pasti berbeda :)

Selangor, 17 Desember 2021 (Menunggu selesai karantina)

@jndmmsyhd 

4 years ago

Menjadi Manusia yang berani dibenci orang lain.

Perasaan gak tenang karena dibenci orang itu manusiawi, kalau dalam bahasa syaksiyah Islamiyyah, udah part of naluri mempertahankan diri, manusia hidup ada eksistensi yang mereka kejar namanya mengejar eksistensi tentu ada pengakuan didalamnya, kita butuh diakui toh? dibenci orang? ya bisa mengganggu eksistensi dong.

Dulu saat saya masih aktif askfm, banyak banget kalimat-kalimat kebencian yang masuk ke question box saya, kadang saya baca kadang saya hapus tanpa menjawabnya, enak gak enak sih baca komentar orang itu mulai dari yang lemah lembut sampe ke yang kasar.

Dari sanalah saya belajar bodo amat dengan komentar orang tentang apapun yang saya posting, selama gak ngelanggar syariat, gas aja.

Beberapa selebgram idola para remaja yang juga perusak moral anak bangsa gak ada malu-malunya menunjukkan kehidupan yang sesat dan kekufuran pada Allah, kenapa kita yang mau taat malah ketakutan dengan komentar orang?

Whatever we do kalau ada orang yang ngebenci diri kita, ya kita tetap bakal dibenci terlepas apapun yang kita lakuin.

Beda ketika yang dibenci adalah perilaku kita, maka kalau kita berubah sesuai dengan seleranya, orang itu tidak akan membenci tapi malah suka.

Ini sudah paling wajar dan manusiawi, kalo ada selebgram yang suka seksi-seksi pake bikini hijrah taubat semua foto seksinya dihapus, pasti bakal disuka sama yang dulu membencinya karena kemaksiatannya.

Jadi? dibenci/enggak itu tergantung Value hidup yang kita tampilkan ke orang lain, orang yang se Value sama kita gak akan membenci kita, kalau yang beda value? udah bisa dipastikan bakal ngebenci/gak suka.

Bicara soal kebencian, apakah itu perbuatan yang gak boleh ada didalam kehidupan ini? apa jadinya sih hidup ini kalo gak ada kebencian? kayaknya gak bakal seru deh, kurang menarik ;-p.

Karena kebencian & cinta itu masuk dalam ujian kehidupan kita, bener gak? orang kalau udah cinta apapun bisa dia lakuin, begitupun dengan benci.

Makanya dalam Islam cinta & benci ada pembahasannya, dibahas detail, rinci bersama kasus-kasusnya, kenapa? agar kita tetap bisa bersikap ADIL dan tidak saling mendzalimi.

bahkan nih kalo temen-temen rajin baca Sirah Nabawiyyah, analisis dengan baik deh bagaimana Perilaku Rasul saat berhadapaan dengan orang yang membenci beliau serta orang yang beliau cintai & benci.

Lho rasulullah membenci orang? iya ada kan penjelasannya, bahkan itu jadi syariat untuk kita, yaitu membenci perilaku orang-orang yang membenci rasulullah & Allah, serta membenci apa yang Allah & Rasul-Nya benci.

Ada kisah yang selalu saya ingat, soal bagaimana perilaku rasulullah dihadapan orang yang membenci rasul, rasul dilempari maaf tai sama Abu Lahab, terus rasul ngapain? gak ngapa-ngapain diem aja, lalu pergi ngebersihin baju beliau dirumah anak beliau Fatimah Az-Zahra Radhiyallahu anha. 

Itu perilaku rasulullah dihadapan orang yang membenci beliau. Bayangin dengan kita? dilemparin maaf tai pas lagi asik asik jalan, emosi banget pasti kan? saya aja kalo diomelin pagi-pagi cuma karena lupa matiin air itu emosi banget, apalagi dilempari maaf ‘tai’. Bedain dengan sikap rasulullah pada orang-orang yahudi yang melanggar perjanjian. Sanksi Tegas.

Memang sih gak bakal ada yang kayak rasulullah, karena akhlak rasulullah itu Al-Qur'an, tapi Allah tetep merintahin kita untuk mencontoh rasulullah, Allah pasti udah tau kita gak bakal pernah bisa sama dengan rasulullah.

Tapi setidaknya kalau diibaratin lomba lari, rasulullah diurutan pertama nah kita-kita ini apakah bisa punya perbedaan jarak 10 cm, 1 m, 20m, 30 m, tentunya paling bagus jangan sampai terlalu jauh dari urutan pertama toh? nah begitulah kita berusah mengejar kesempurnaan Akhlak rasul.

Lah rasulullah tidak takut kok jadi orang yang dibenci orang lain? kenapa? karena Misi yang rasul emban, yaitu Islam. Seandainya dulu rasulullah takut dibenci karena membawa Islam, kira-kira apakah Islam akan berkembang sampai ke diri kita? enggak.

Nah sekarang pertanyaanya adalah kita, apa yang kita emban? karena setiap manusia pasti punya haters, misal kamu gak suka manusia-manusia yang suka mengkampanyekan pemikiran kufur nan sesat sejenis feminisme, liberalisme, pluralisme, komunisme, apalagi yang suka ngutak ngatik syariat Islam sesuai jidadnya, asli saya juga benci banget manusia demikian  dan ooh tentu saja kamu akan dibenci orang-orang yang mengemban pemikiran itu.

Kalau kita lihat seorang selebgram yang selalu kampanye 'love yourself don’t give a f’“ to others people, let them hate you blabla’ disitu kita bisa mikir nih tukang endorse kemaksiatan aja gak takut dibenci, kenapa kalian yang mengendorse ketaatan takut dibenci orang?

Ayolah come on, dikatain sok suci dkk? bodo amat, yang maksiat aja bodo amat. dikatain riya gegara posting di kajian? bodo amat, yang suka dugem aja rajin posting, dikatain ini itu gegara dakwahin jangan dekati zina? bodo amat, yang dadanya dicubit dan minta dikencengin cubitannya aja masih eksis :-p, kenapa situ yang mau taat malah ketakutan dengan hujatan orang?

Be brave, selow, santuy, dan keep calm macem ustad Zainullah Musllim pas di geruduk ban serep.

1 year ago

Arti Cinta dari Seuntai Kalimat “Laa Tahzan Innallaha Ma’ana”.

QS: At-Taubah ayat 40

Ada kalimat menenangkan yang kutemukan di lembaran kitab suci, penuh makna dan mengantarkan jawaban dari segala kekhawatiran. Kalimat ini bukan sekadar kumpulan huruf biasa, namun lebih seperti mantra hidup yang perlu selalu diingat dalam hati, diucap setiap harinya.

Kalimat ini diucapkan Rasulullah pada Abu Bakar saat sedang bersembunyi dari kejaran musuh di Gua Hira.

Ratusan tahun lamanya kalimat ini diucapkan oleh sosok paling berpengaruh di muka bumi, seorang teladan umat manusia yang hidupnya penuh liku perjuangan juga rahmat dariNya.

Kita sebagai ummatnya, terkadang lupa akan keajaiban kalimat ini manakala ujian hidup tak henti mendera, terlebih ketika kita merasa sudah tak lagi bisa menemukan pintu keluar dari pelbagai masalah yang ada. Aku, juga salah satunya. Sempat merasa khawatir sekali dengan masa depan, sempat takut sekali dengan segala ujian yang akan datang. Namun, semua mulai berubah saat aku kembali membaca kalimat ini.

Bahkan Rasulullah saja yang memikul beban risalah kenabian bisa tetap tenang ketika dihadapkan pada ancaman, rintangan, dan halangan. Banyak kisah heroik yang (mungkin bagi kita) menakutkan sekali jika dirasakan langsung; perang, ditahan, diancam dibunuh, dikejar, dilempari kotoran, dan sebagainya. Namun, beliau memberi contoh ketenangan yang luar biasa walaupun di kondisi yang sedang pelik.

Kalimat ini memberikan bukti cinta luar biasa terhadap Allah, sekaligus kepercayaan bahwa Ia akan datang pada waktu yang tepat untuk memberi pertolongan. Sebenarnya sesederhana itu, bukan? Kita hanya perlu yakin bahwa ada Allah yang selalu bersama kita. Ia tidak pernah pergi.

Kepercayaan, di lain sisi memang lah satu dari bentuk dan bukti cinta. Saat kita mencinta, maka kita akan rela memberikan hati dan kepercayaan pada ia yang kita cintai. Begitupun konsep ini dapat diterapkan di konteks cinta antara hamba dan Allah. Dan bukti hidup yang telah membuktikannya adalah Rasulullah sendiri; selepas beliau mengatakan kalimat itu, pertolongan Allah memanglah datang.

Jadi, mengapa kita berlarut dalam kesedihan saat kita tahu bahwa Allah selalu bersama kita? Apa lagi yang perlu kita khawatirkan saat Allah selalu ada di sisi kita?

Semoga kalimat ini bisa terpatri selalu di dalam hati, pikiran, lalu diberikan bentuk nyata dengan tindakan. 🌼

@faramuthiaa

Kairo, 4 September 2022 || 21.45 clt

4 years ago

Jangan ngebandingin.

Kita punya garis start dan finish masing masing

4 years ago

Rezeki yang Berkah dan Berdaya

Rezeki Yang Berkah Dan Berdaya

Makna Barakah:

1. Barakah ukurannya adalah ukuran kebaikan, sehingga barakah menyebabkan bertambahnya kebaikan.

- Abdulullah bin umar berkata,

‘Makanan yang barakah adalah makanan yang mendorong orang yang memakannya semakin taat setelah makan.’

- Dalam Q.S Qashash 22:28,

kisah nabi musa mengajarkan kepada kita bahwa rezeki yang paling penting adalah kebaikannya.

2. Cukup dan mencukupkan.

Dalam hadits nabi, beliau bersabda, “Allah merahmati seseorang yang bekerja dengan baik (rezeki yang baik), membelanjakan harta dengan sederhana (tidak berlebih lebihan), dan menyisikan sebagian untuk berjaga-jaga ketika sulit atau sakit.”

Apa yang dimaksud dengan Cukup dan Mencukupkan?

1. bekerja dengan baik (rezeki yang baik) Suatu saat nabi melihat ada seseorang yang bekerja dengan begitu keras hingga kepayahan, lalu nabi memuji dia dengan mengatakan, “ada banyak dosa yang dia tidak bisa hapus kecuali dengan bekerja keras.” 2. membelanjakan harta dengan sederhana (tidak berlebih lebihan), - Bisa membedakan mana kewajiban, kebutuhan, dan keinginan. - Perlu melakukan financial check-up (melihat perilaku kita saat berbelanja). 3. menyisikan sebagian untuk berjaga-jaga ketika sulit atau sakit.

Peran perempuan dalam keluarga adalah mengajarkan pola konsumsi kepada anak-anak. Jika sudah melebihi nisab, maka keluarkan zakat. Kemudian, membayar sesuatu yang bersifat wajib seperti hutang, cicilan rumah. Proporsi hutang 30%, maksimal 40%. Kemudian, sisikan untuk hak masa depan seperti dana cadangan. Selalu usahakan bisa menyisikan untuk dana cadangan, tetapkan dana cadangan berapa persen dari pendapatan. Jika dana cadangan yang ditetapkan sudah tercapai, baru bisa diinvestasikan. Pisahkan setiap rekening sesuai dengan proporsi yang sudah ditetapkan.

3. Paham bahwa apa yang didapatkan dan dibelanjakan akan dipertanyakan oleh Allah.

a. Tidak akan bergerak kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum ditanya dua hal tentang rezekinya: 1) Dapat darimana 2) Dibelanjakan untuk apa. b. Ciri harta yang barakah adalah yang dapat dipertanggung jawabkan.

Ketika semua hal tersebut telah kita jaga, maka keberkahan akan membuat hidup kita menjadi lebih baik. 1) Rezekinya halalan thayiban 2) Kehidupannya hayatan thayiban 3) Punya anak, dzuriyatan thayiban

Penyebab rezeki tidak berkah dan cara menghindarinya: 1. Sumbernya tidak halal, maka sangat penting untuk mengikhtiarkan kehalalan rezeki kita. Tidak halal bisa dilihat dari zat nya dan cara mengusahakannya. a. Ketika banyak factor sumber pendapatan kita yang tidak barakah, maka itulah kenapa harta kita harus dibersihkan dengan kita berzakat. Dalam alquran disebutkan bahwa zakat itu berfungsi untuk membersihkan harta dan membersihkan jiwa. b. Ada hadist nabi yang mengatakan, “Orang itu barakah Ketika memulai harinya dengan sedekah.’ c. Kita harus bersungguh-sungguh membersihkan dari kemungkinan yang tidak berkah 2. Dari apa yang kita konsumsi, misalnya duduk saat makan, membaca bismillah adalah bagian dari menjaga keberkahan. 3. Lupa sama Allah, maka kita harus selalu bersyukur dengan sungguh-sungguh denga napa yang kita dapatkan. Karena rasa syukur itu bagian dari kebarakahan. Kita jarang bersyukur sama Allah, bisa jadi menjadi sebab ketidakberkahan.

Kefakiran dekat dengan kekafiran

Doa yang diajarkan nabi Muhammad dalam Al ma’tsurat , ‘Allahuma innana’udzubika minal kufri wal fakr, wanna’udzubika min ‘adzabil khabri lailaha illa anta’, ‘ Kami berlindung dari kekafiran dan dari kefakiran, kami berlindung dari azab kubur, tiada tuhan selain engkau ya Allah.’

Kondisi Perempuan Bekerja - Ketika sudah menikah, tanggung jawab nafkah ada di suami. Pengasuhan anak adalah tanggung jawab utama perempuan. - Tidak ada larangan perempuan bekerja, rekomendasi buku : profesi- profesi di zaman Rosulullah. Istri Rosulullah, Zainab binti Jahaz jago menjahit. Bunda aisyah hingga meninggal masih mengajar. Yang paling penting dikomunikasikan dengan baik antara suami dan isteri, dapat ridho suami.

Ukuran diperbolehkan perempuan bekerja

Tidak melalaikan kewajiban utama perempuan

Tidak ada fitnah di tempat pekerjaan yang baik.

___

Mulazamah Tarbiyatul Islam (MTI) merupakan program beasiswa pembinaan Frasa secara intensif setiap hari Rabu selama 5 bulan, dengan kuota 30 peserta terpilih. Materi yang didapatkan meliputi aqidah, tazkiyatun nafs, akhlak, dan self-development.

Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa

8 months ago

Aku mulai ngerti, kenapa Rasulullah nggak over-reacting saat orang-orang yang menyebabkan traumanya terus menerus melakukan hal-hal yang men-trigger "alarm" emosi itu. Jawabannya, kata Ust. Nouman Ali Khan, adalah tahajjud.

Ada banyak emosi yang terus menerus diarahkan kepada Rasulullah. Makian, kemarahan, perendahan harga diri, pembunuhan orang tersayang, tuduhan tidak benar, pemboikotan satu kaum, penganiayaan verbal dan fisik, serta perilaku biadab lainnya, nggak mungkin hal-hal kaya gitu nggak meninggalkan bekas trauma.

Aku, kalau jadi Rasulullah, kayanya nggak tahan untuk tetap diam. Kita sama-sama tahu, Rasulullah juga manusia, punya hati dan emosi untuk merasakan. Tapi kenapa, hal-hal traumatis itu nggak jadi penyakit hati? Nggak jadi bikin pengen balas dendam?

Rasulullah rutin me-release semua rasa sedih, rasa nggak terima, rasa pengen membalas, dan kemarahan itu dengan tahajjud. Beliau juga rutin membersihkan dirinya dari penyakit hati dengan istighfar. Beliau mampu menahan diri dari ledakan emosionalnya. "Alarmnya" nggak sesenggol bacok itu sebab ditahan oleh pemahaman yang baik tentang Allah dan manusia, dan hatinya tidak sempit karena ucapan-ucapan manusia.

"Tahajjud itu ibadahnya da'i dan orang-orang shalih."

Kenapa? Shalih artinya lurus, konsisten. Benar pikirannya, benar ucapannya, benar tindakannya. Ketiganya selaras dan sinkron, dan da'i memang seharusnya begitu. Mereka tidak akan mengucapkan apa yang tidak mereka perbuat.

Dan itu dimulai dengan tahajjud, yakni ibadah yang dilakukan di saat sendiri. Saat kita memang hanya ingin dilihat oleh Allah saja. Kalau udah jujur kepada Allah, artinya akan punya integritas untuk kemudian jujur dalam tindakan-tindakan yang akan dilihat manusia, sehingga meskipun tindakannya dilihat manusia, mereka tidak melakukannya untuk mengesankan manusia.

Maka diam itu benar-benar emas ketika hati ingin menjelaskan berlebihan hanya untuk membersihkan nama baik kita. Ketika kita mungkin ingin mengeluarkan muntahan emosional yang justru kadang malah merugikan martabat kita. Hanya orang-orang yang bertahajjud yang mampu tetap menahan diri dan memelihara kehormatannya saat satu dunia menyalahpahami dan mendzoliminya.

Diamlah, biarkan kekuasaan Allah yang bicara untuk meluruskan pemikiran dan ucapan orang lain yang bengkok. Diamlah, yang terpenting adalah kedudukanmu di hadapan Allah, bukan di hadapan manusia. Diamlah, manusia tidak menginginkan penjelasan darimu, tetapi Allah senantiasa menginginkan perbaikan darimu. Manusia mencemarkan nama baikmu sedangkan Allah selalu menjaga aib-aibmu.

— Giza, kali ini tolong lanjutkan perjalanan sambil hanya ingin dilihat Allah

4 years ago

Apakah Kamu Harus Sekolah Lagi?

Tulisan ini mungkin relevan untuk kamu yang:

Masih menjalani sebuah pendidikan–entah di sekolah atau di kampus, tapi sebenernya ngga bener-bener tau bagaimana pendidikan yang kamu jalani akan membantu mencapai apa yang kamu inginkan dalam hidup

Baru lulus sebuah jenjang pendidikan, tapi ngga tau apakah sebaiknya lanjut sekolah, kerja, memulai bisnis, atau ngapain

Udah selesai dengan pendidikan formal, mulai settle dengan kehidupan yang “sesungguhnya”, tapi ngerasa hampa–ngerasa “no one” karena ngga punya keahlian spesifik

*  *  *

Jadi, dalam perjalanan saya menggarap proyek Esensify, saya banyak baca buku dan banyak terinspirasi (tentu saja, sebab Esensify kerjaannya emang bikin intisari buku).

Salah satu buku yang lagi saya buatkan intisarinya adalah buku “Ultralearning” (bisa dibeli di Amazon)

image

Singkatnya, buku ini ngajarin prinsip, strategi, dan taktik yang bisa kita gunakan kalau kita mau belajar sebuah keterampilan atau ilmu dengan efektif, efisien, cepat.

Si penulis cerita, dia lulus semua ujian program sarjana computer science MIT dalam kurang dari setahun (yang wajarnya dicapai dalam empat tahun), tanpa pernah menjadi mahasiswa MIT. Dia belajar sendiri.

Ada juga beberapa cerita ultralearner lain, misalnya cerita tentang orang yang bikin game Stardew Valley sendirian. Dia sendiri belajar ngoding, pixel art, komposisi musik, sampai pemasaran game-nya. Kalau anak Steam pasti tau game ini.

Pendidikan Formal Outdated

Saya sadar bahwa gagasan “pendidikan formal udah outdated” bukanlah sesuatu yang baru.

Waktu kuliah dulu, ada diskusi bahwa pendidikan tinggi tidak berkontribusi signifikan menurunkan angka pengangguran meski angka orang yang mengenyam pendidikan tinggi naik.  

Sebagian orang juga udah memulai homeschooling sejak beberapa tahun yang lalu. Namun, karena saya cukup konservatif kali ya, saya ngga pernah anggap itu alternatif yang serius untuk pendidikan.

Tapi, kali ini, kombinasi dari pengalaman saya selama berkarir dan insight dari buku ini membuat saya akhirnya mau bangun dan serius memikirkannya, paling engga untuk saya dan keluarga saya.

Untuk memberikan konteks yang lebih jelas, begini.

Di industri saya, tech startup, kita semakin ngga peduli dengan latar belakang pendidikan formal kandidat (kebetulan saya udah 6 tahun berurusan dengan hiring orang, jadi saya yakin dengan observasi ini). Banyak software engineer yang di atas kertas “cuma” lulusan SMK, tapi bisa mengimbangi bahkan outperform yang lulusan S1 ilmu komputer–misalnya. Ini riil. Makanya coding bootcamp semakin menjamur.

Kalau kita berorientasi pada hasil, kuliah S1 yang bisa makan waktu 3,5 sampai 6 tahun dan berbiaya puluhan-ratusan juta bisa dicapai dengan bootcamp 3-12 bulan dengan biaya belasan juta hingga “gratis” (bayar setelah lulus dan dapat pekerjaan).

Ini ngga cuma terjadi dalam konteks software engineer, tapi juga bidang spesifik lainnya, seperti data science, design, research, product management, dan bisnis.

Apa Masalah Pendidikan Formal?

Kata buku ini, masalahnya adalah pada “transfer of learning”, yaitu kemampuan mengaplikasikan informasi, strategi, keterampilan yang kita pelajari dalam konteks yang berbeda.

Seringkali pelajaran dalam pendidikan formal tidak berhasil membawa konteks-konteks dalam kehidupan nyata yang kompleks, kaya, dinamis.

Ada penelitian dari Howard Gardner dalam bukunya Unschooled Mind, yang kesimpulannya adalah para mahasiswa yang menerima nilai bagus pada pelajaran fisika seringkali tidak mampu menjawab pertanyaan mendasar yang dimodifikasi dari apa yang telah diajarkan.

Atau contoh lain yang saya yakin banyak yang ngalamin, di kelas Bahasa Inggris kita diajarin grammar dan vocabulary. Pas ujian nilainya oke. Udah pede tuh, berasa jago. Tapi, saat ketemu asing beneran dan harus berbahasa Inggris, bisa nggak kita berkomunikasi sama dia?

Apa Sarannya?

Ada beberapa strategi yang direkomendasikan sama buku ini, salah satunya adalah direct learning, di mana kita langsung terjun ke situasi di mana keterampilan itu akan digunakan.

Contoh yang paling mudah adalah belajar bahasa. Daripada sibuk bolak-balik baca buku tentang gramatika, mending kamu bikin komunitas di mana semuanya wajib ngomong pakai bahasa tersebut. Atau, lebih baik lagi, langsung berkomunikasi dengan native speaker-nya.

Contoh lain, kalau mau belajar ngoding website, daripada belajar HTML dan CSS secara terpisah dan masing-masing berdiri sendiri (terpisah dari konteks kebutuhan kita), mending kamu bikin proyek website di mana kamu terpaksa harus menggunakan HTML dan CSS sesuai dengan situasi di mana kamu membutuhkannya.

Ada juga strategi metalearning, di mana kita melakukan pemetaan bagaimana suatu keterampilan terstruktur dan gimana cara terbaik mempelajarinya. Singkatnya, mempelajari gimana caranya untuk mempelajari sesuatu.

Contoh yang saya sendiri praktekkin setiap saya mau menaikkan “level” diri saya sendiri di pekerjaan, saya pelajari job description level yang lebih tinggi dari saya dari berbagai perusahaan besar di Indonesia dan dunia. Saya sintesiskan, lalu saya petakan gimana caranya saya bisa deliver job description itu dan langsung saya praktekkin dalam pekerjaan saya (simpelnya). And it works!

Mungkin, hari ini, belum semua bidang ilmu/keterampilan bisa diperlakukan seperti ini, misalnya bidang dengan resiko tinggi seperti kedokteran atau penerbangan. Tapi kalau kamu ngga di bidang yang beresiko tinggi seperti itu, berbahagialah karena internet menyajikan kesempatan untuk belajar apapun.

Jadi,  Apakah Kamu Harus Sekolah Lagi?

Sebagaimana jawaban untuk banyak urusan hidup: tergantung.

Kamu mau mencapai apa dengan sekolah lagi?

Bagaimana sekolah lagi mengantarkan kamu semakin dekat dengan apa yang penting bagi hidup kamu?

(Dan anyway, apa yang sungguh-sungguh penting bagi hidup kamu? Sebaiknya udah bisa jawab ini dengan mantap)

Tentu saja, bisa jadi sekolah lagi relevan untuk kamu dan mengantarkan kamu ke tujuan kamu–apapun itu.

Yang ditawarkan oleh buku ini adalah semacam argumen bahwa kalau yang kamu cari adalah penguasaan atas suatu keterampilan atau ilmu, ada rute lain yang lebih efektif dan efisien daripada pendidikan formal.

Pengen bikin bisnis? Kita bisa belajar dengan cara bikin bisnis alih-alih ambil MBA. Pengen jadi programmer? Kita bisa belajar dengan mulai bikin software alih-alih mikirin untuk kuliah ilmu komputer. 

Tentu, belajarnya dengan prinsip, strategi, dan taktik yang tepat, seperti yang ditawarkan oleh buku ini.

* * *

Ps: intisari versi lengkapnya akan tampil di Esensify setelah segala infrakstruktur dan kontennya memadai.

4 years ago

Renungan Pribadi Soal Takwa

Disclaimer: ini bukan tulisan edukasi tentang konsep takwa. Ini sepenuhnya refleksi pribadi saya. Tidak disarankan untuk menjadikannya referensi. Mohon diproses dengan pikiran sendiri, tidak ditelan bulat-bulat. Jika tergelitik, silakan lakukan penelitian dan perenungan sendiri.

* * *

Pasti kita udah sering denger terminologi “takwa”.

Kalau ditanya apa itu takwa, kebanyakan orang akan menjawab: “Menaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya.”

Saya ngga pernah puas dengan definisi itu. Maaf ya, izinkan saya jujur secara brutal, definisi itu normatif dan ngga inspiring. Ngga menggugah selera untuk bersemangat mendapatkannya. (Pahami bahwa saya bukan bilang takwa itu ngga menarik, tapi pemaknaan/penafsiran kita atas konsep takwa yang belum memuaskan).

Iya, menurut saya, kalau sesuatu itu penting menurut sunnatullah (atau hukum alam, versi bahasa universalnya), maka secara alamiah pasti kita akan tertarik ke arah sana. Maka, saya curiga, jangan-jangan ada definisi yang lebih dalam, lebih menggugah, lebih membuka kesadaran daripada yang diajarkan di sekolah-sekolah.

Misalnya, siapa sih orang waras, berakal yang dalam hidupnya ngga pernah bertanya “Kenapa aku ada?”, “Untuk apa aku ada?”, “Apa yang penciptaku inginkan dengan menciptakan aku ke alam ini?”. Saya percaya ini pertanyaan yang universal, yang kalaupun ngga diajarkan di sekolah, secara alamiah kita akan mempertanyakan ini, cepat atau lambat.

Pertanyaan-pertanyaan itu penting. Mereka akan mendorong kita mencari Tuhan, memahami diri kita, mencari petunjuk dari Sang Pencipta–yang semua jawabannya sudah dipersiapkan oleh Allah untuk kita temukan. Karena itu, Allah sudah tanamkan stimulusnya berupa rasa penasaran yang instingtif. Kita tertarik untuk mengenali pencipta kita secara alamiah.

Nah, takwa itu disebutkan di berbagai ayat Al-Quran, menjadi tujuan dari berbagai perintah–yang salah satunya puasa di bulan Ramadhan, maka pastinya penting. Kalau penting, pastinya insting alamiah kita akan bereaksi secara positif (tergugah, terinspirasi) jika kita memahaminya dengan cara yang seharusnya.

Temuan Saya Akan Makna Takwa

Singkat cerita, saya menemukan definisi takwa yang memuaskan bagi hati saya. Saya menemukannya dalam tafsir Al-Quran “The Message of the Quran” karya Muhammad Asad. Definisinya:

Kesadaran akan kemahahadiran-Nya dan keinginan seseorang untuk membentuk eksistensinya berdasarkan kesadaran ini.

Atau sederhananya, takwa adalah “kesadaran akan hadirnya Allah”.

Buat saya, definisi ini lebih memuaskan daripada yang selama ini saya terima. Coba kita tempatkan kedua definisi takwa dalam konteks perintah puasa Ramadhan.

Dalam definisi takwa pertama, kita diwajibkan berpuasa dengan tujuan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Dalam definisi takwa kedua, kita diwajibkan berpuasa dengan tujuan agar kita selalu sadar akan kehadiran Allah.

Kita tempatkan juga kedua definisi takwa itu dalam konteks ayat permulaan Al-Baqarah.

Dalam definisi pertama, Al-Quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, yang menginfakkan sebagian rezeki yang Allah berikan.

Dalam definisi kedua, Al-Quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang sadar akan kehadiran Allah. Yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, yang menginfakkan sebagian rezeki yang Allah berikan.

Gimana?

Apa lebih bisa dipahami? Apa lebih membuka kesadaran? Apa lebih menggugah? Kalau buat saya, iya banget.

Contoh Implementasi Pemaknaan Takwa

Ketika berpuasa, kita bisa aja minum atau ngemil di siang hari, selama ngga ada manusia yang liat. Tapi yang menahan diri kita apa? Kesadaran akan hadirnya Allah, yang mungkin ngga begitu kita ingat kalau kita ngga puasa.

Ketika berbuka, kita seneng banget tuh, kita berdoa sebelum berbuka, “Ya Allah, terimalah puasaku dan segala amal ibadahku hari ini”. Lagi-lagi, kita distimulasi untuk menghadirkan kesadaran bahwa apa yang kita lakukan ini disaksikan oleh Allah.

Dari situ, sebenarnya kita bisa lihat bahwa menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (khususnya shaum Ramadhan) adalah stimulan untuk membangun kesadaran akan kehadiran Allah.

Dengan syarat, ketaatan dalam perintah dan larangan-Nya dilakukan dengan benar ya: kalau shalat khusyu’, kalau puasa ikhlas (mindful, aware, niat dari dalam hati), kalau sedekah bukan untuk ngebuang recehan.

Sebaliknya, kesadaran akan kehadiran Allah juga akan memperkuat kemampuan seseorang untuk menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (”Oke, mau menghadap Allah nih, masa aku shalat pake baju bekas bobo?”). Jadi, saya pikir ini seperti continuous feedback loop.

Tips Mengasah Kesadaran Akan Kehadiran Allah

Oke, meskipun ini perenungan pribadi, karena ini dipublikasikan maka saya tetap harus bertanggung jawab menutupnya dengan baik.

“Mengasah kesadaran akan kehadiran Allah” adalah closing yang berat, tapi paling engga saya bisa bagikan beberapa usaha saya untuk melatihnya.

Pertama, bangun mental model hubungan antara kita dan Allah yang lebih personal. Alih-alih berpikir bahwa kita cuma satu makhluk yang ngga signifikan dan mungkin ngga Allah pedulikan karena Dia “sibuk” dengan alam semesta dan manusia lain yang istimewa, ingat bahwa Allah juga Maha Dekat, Maha Tahu, Maha Mendengar, Maha Menyayangi, Maha Memperhatikan sehingga kamu bisa berkomunikasi secara personal dengan Allah.

Dia tidak seperti manusia yang kalau banyak kerjaan pusing dan skip, Dia menunggu kamu untuk datang kepada-Nya. Berkomunikasi, berterima kasih, meminta maaf, berharap, menangis.

Ingat juga bahwa Dia available setiap waktu, ngga cuma di waktu shalat–misalnya. Lagi kerja, lagi ngasuh anak, lagi beberes rumah; lagi senang, lagi marah, lagi sedih; kamu bisa berkomunikasi dengan Allah tentang hal seremeh apapun.

Kedua, pahami bacaan dan doa-doa dalam ibadah. Iya, misalnya bacaan shalat, coba dipahami. Caranya jangan cuma baca artinya secara keseluruhan, tapi pelajari kata per kata.

“Rabbi”–wahai Tuhanku, “ighfirli”–ampuni dosaku, “warhamni”–sayangi aku, “wajburni”–cukupilah aku, “warfa’ni”–tinggikan derajatku, “warzuqni”–berilah aku rezeki, “wahdini”–berilah aku petunjuk, “wa’afini”–sehatkan aku, “wa’fu’anni”–maafkanlah aku.

Bisa pelajari juga akar katanya, misal “ighfirli” dari kata “ghafara”, yang artinya “mengampuni”, asal maknanya “menutup”. Wah ini bisa didalami lebih jauh lagi, silakan cari sendiri ya.

Sedikit belajar Bahasa Arab, biar setiap kita mengucapkan doa dalam shalat, hati kita tahu betul kita sedang berkomunikasi apa dengan Allah.  Biar setiap beristighfar, bertasbih, bertahmid, hati kita benar-benar mean it.

Ketiga, sering-sering mikirin what this life is all about. Bayangin setelah membaca ini kamu terkena serangan jantung lalu meninggal, kamu ngerasa siap apa engga? Kalau engga, kenapa? Karena ngga ada amal yang bisa dibanggakan? Kalau gitu itu PR kamu, segera bikin amal yang bisa kamu banggakan saat dihisab nanti.

Atau karena banyak dosa? PR kamu adalah taubat + mengubur dosa-dosa dengan amal baik yang banyak.

Kalau ingat bahwa kita belum siap dihitung amal dan dosanya di hadapan Allah, kita jadi bisa melihat apakah karir, bisnis, investasi yang kita upayakan itu adalah sarana mempersiapkan diri atau menjadi distraksi dari apa yang benar-benar penting.

Coba bikin daftar yang harus kamu siapkan agar jika suatu hari kamu terbaring di rumah sakit, sadar ga lama lagi kamu akan mati, hati kamu ngerasa tenang dan siap menghadap Allah, seperti yang dideskripsikan di Al-Fajr:

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.”

Misalnya, jika profil kamu adalah seorang ayah dan suami:

1. Sedekah rutin untuk anak yatim (misalnya ini amal andalan kamu) 2. Istri dan anak yang siap ditinggalkan secara mental dan bertekad untuk menyusul saya di surga (melanjutkan berbagai amal sholeh sepeninggal kamu) 3. Rumah untuk anak dan istri biar mereka punya tempat bernaung 4. Passive income untuk menafkahi keluarga meski saya ngga ada, biar mereka ngga susah dan menyusahkan orang lain (3 dan 4 sekilas materialistis, tapi tujuannya bernilai amal sholeh)

Itu daftar simplistik dan contoh aja.

Poinnya adalah sering-sering melatih diri kita mengingat apa yang paling esensial dalam hidup (yaitu siap ketika sudah saatnya kita menghadap Allah) dan mengkalibrasi terus menerus kesibukan kita supaya selalu dalam kerangka membuat Allah ridha sama kita.

So, mari kita membangun, mengasah, dan menjaga kesadaran kita akan ke-Maha-Hadiran Allah.

Wallahu’alam.

4 years ago

Badan rebahan, tapi pikiran selalu beraktivitas 😁😁

Overthinker mah gitu wkwwkwk.

Lagi banyak tugas yg harus diselesaikan dari biasanya, okeeey berjuang yuk berjuang.

Setelah dipikir-pikir, Uncomfort zone yang buatku "terpaksa" untuk mengembangkan diri.

Selamat menikmati hari ❤❤❤

  • mamadkhalik
    mamadkhalik liked this · 3 years ago
  • drinkwatersoon
    drinkwatersoon reblogged this · 3 years ago
drinkwatersoon - Jarang Mampir
Jarang Mampir

less is more

209 posts

Explore Tumblr Blog
Search Through Tumblr Tags