Tulisan ini mungkin relevan untuk kamu yang:
Masih menjalani sebuah pendidikan–entah di sekolah atau di kampus, tapi sebenernya ngga bener-bener tau bagaimana pendidikan yang kamu jalani akan membantu mencapai apa yang kamu inginkan dalam hidup
Baru lulus sebuah jenjang pendidikan, tapi ngga tau apakah sebaiknya lanjut sekolah, kerja, memulai bisnis, atau ngapain
Udah selesai dengan pendidikan formal, mulai settle dengan kehidupan yang “sesungguhnya”, tapi ngerasa hampa–ngerasa “no one” karena ngga punya keahlian spesifik
* * *
Jadi, dalam perjalanan saya menggarap proyek Esensify, saya banyak baca buku dan banyak terinspirasi (tentu saja, sebab Esensify kerjaannya emang bikin intisari buku).
Salah satu buku yang lagi saya buatkan intisarinya adalah buku “Ultralearning” (bisa dibeli di Amazon)
Singkatnya, buku ini ngajarin prinsip, strategi, dan taktik yang bisa kita gunakan kalau kita mau belajar sebuah keterampilan atau ilmu dengan efektif, efisien, cepat.
Si penulis cerita, dia lulus semua ujian program sarjana computer science MIT dalam kurang dari setahun (yang wajarnya dicapai dalam empat tahun), tanpa pernah menjadi mahasiswa MIT. Dia belajar sendiri.
Ada juga beberapa cerita ultralearner lain, misalnya cerita tentang orang yang bikin game Stardew Valley sendirian. Dia sendiri belajar ngoding, pixel art, komposisi musik, sampai pemasaran game-nya. Kalau anak Steam pasti tau game ini.
Saya sadar bahwa gagasan “pendidikan formal udah outdated” bukanlah sesuatu yang baru.
Waktu kuliah dulu, ada diskusi bahwa pendidikan tinggi tidak berkontribusi signifikan menurunkan angka pengangguran meski angka orang yang mengenyam pendidikan tinggi naik.
Sebagian orang juga udah memulai homeschooling sejak beberapa tahun yang lalu. Namun, karena saya cukup konservatif kali ya, saya ngga pernah anggap itu alternatif yang serius untuk pendidikan.
Tapi, kali ini, kombinasi dari pengalaman saya selama berkarir dan insight dari buku ini membuat saya akhirnya mau bangun dan serius memikirkannya, paling engga untuk saya dan keluarga saya.
Untuk memberikan konteks yang lebih jelas, begini.
Di industri saya, tech startup, kita semakin ngga peduli dengan latar belakang pendidikan formal kandidat (kebetulan saya udah 6 tahun berurusan dengan hiring orang, jadi saya yakin dengan observasi ini). Banyak software engineer yang di atas kertas “cuma” lulusan SMK, tapi bisa mengimbangi bahkan outperform yang lulusan S1 ilmu komputer–misalnya. Ini riil. Makanya coding bootcamp semakin menjamur.
Kalau kita berorientasi pada hasil, kuliah S1 yang bisa makan waktu 3,5 sampai 6 tahun dan berbiaya puluhan-ratusan juta bisa dicapai dengan bootcamp 3-12 bulan dengan biaya belasan juta hingga “gratis” (bayar setelah lulus dan dapat pekerjaan).
Ini ngga cuma terjadi dalam konteks software engineer, tapi juga bidang spesifik lainnya, seperti data science, design, research, product management, dan bisnis.
Kata buku ini, masalahnya adalah pada “transfer of learning”, yaitu kemampuan mengaplikasikan informasi, strategi, keterampilan yang kita pelajari dalam konteks yang berbeda.
Seringkali pelajaran dalam pendidikan formal tidak berhasil membawa konteks-konteks dalam kehidupan nyata yang kompleks, kaya, dinamis.
Ada penelitian dari Howard Gardner dalam bukunya Unschooled Mind, yang kesimpulannya adalah para mahasiswa yang menerima nilai bagus pada pelajaran fisika seringkali tidak mampu menjawab pertanyaan mendasar yang dimodifikasi dari apa yang telah diajarkan.
Atau contoh lain yang saya yakin banyak yang ngalamin, di kelas Bahasa Inggris kita diajarin grammar dan vocabulary. Pas ujian nilainya oke. Udah pede tuh, berasa jago. Tapi, saat ketemu asing beneran dan harus berbahasa Inggris, bisa nggak kita berkomunikasi sama dia?
Ada beberapa strategi yang direkomendasikan sama buku ini, salah satunya adalah direct learning, di mana kita langsung terjun ke situasi di mana keterampilan itu akan digunakan.
Contoh yang paling mudah adalah belajar bahasa. Daripada sibuk bolak-balik baca buku tentang gramatika, mending kamu bikin komunitas di mana semuanya wajib ngomong pakai bahasa tersebut. Atau, lebih baik lagi, langsung berkomunikasi dengan native speaker-nya.
Contoh lain, kalau mau belajar ngoding website, daripada belajar HTML dan CSS secara terpisah dan masing-masing berdiri sendiri (terpisah dari konteks kebutuhan kita), mending kamu bikin proyek website di mana kamu terpaksa harus menggunakan HTML dan CSS sesuai dengan situasi di mana kamu membutuhkannya.
Ada juga strategi metalearning, di mana kita melakukan pemetaan bagaimana suatu keterampilan terstruktur dan gimana cara terbaik mempelajarinya. Singkatnya, mempelajari gimana caranya untuk mempelajari sesuatu.
Contoh yang saya sendiri praktekkin setiap saya mau menaikkan “level” diri saya sendiri di pekerjaan, saya pelajari job description level yang lebih tinggi dari saya dari berbagai perusahaan besar di Indonesia dan dunia. Saya sintesiskan, lalu saya petakan gimana caranya saya bisa deliver job description itu dan langsung saya praktekkin dalam pekerjaan saya (simpelnya). And it works!
Mungkin, hari ini, belum semua bidang ilmu/keterampilan bisa diperlakukan seperti ini, misalnya bidang dengan resiko tinggi seperti kedokteran atau penerbangan. Tapi kalau kamu ngga di bidang yang beresiko tinggi seperti itu, berbahagialah karena internet menyajikan kesempatan untuk belajar apapun.
Sebagaimana jawaban untuk banyak urusan hidup: tergantung.
Kamu mau mencapai apa dengan sekolah lagi?
Bagaimana sekolah lagi mengantarkan kamu semakin dekat dengan apa yang penting bagi hidup kamu?
(Dan anyway, apa yang sungguh-sungguh penting bagi hidup kamu? Sebaiknya udah bisa jawab ini dengan mantap)
Tentu saja, bisa jadi sekolah lagi relevan untuk kamu dan mengantarkan kamu ke tujuan kamu–apapun itu.
Yang ditawarkan oleh buku ini adalah semacam argumen bahwa kalau yang kamu cari adalah penguasaan atas suatu keterampilan atau ilmu, ada rute lain yang lebih efektif dan efisien daripada pendidikan formal.
Pengen bikin bisnis? Kita bisa belajar dengan cara bikin bisnis alih-alih ambil MBA. Pengen jadi programmer? Kita bisa belajar dengan mulai bikin software alih-alih mikirin untuk kuliah ilmu komputer.
Tentu, belajarnya dengan prinsip, strategi, dan taktik yang tepat, seperti yang ditawarkan oleh buku ini.
* * *
Ps: intisari versi lengkapnya akan tampil di Esensify setelah segala infrakstruktur dan kontennya memadai.
Halo, Kak Dea! Aku suka banget baca tulisan2 Kak Dea dan sudut pandang kakak, sampe nyalain notif spy bisa langsung baca tiap kali Kak Dea posting tulisan baru hehe Kalau berkenan dijawab sih kak, mau berbagi gimana Kak Dea menghadapi life quarter crisis tidak? Me feeling happy finally bisa menyapa meski lwt anonim dan brtanya spt ini hehe Semoga hari kakak menyenangkan dan sllu sehat ya Kak De! Terima kasih!
Ah thanks :D
Makasih ya doanya.
Sebenernya, krisis dalam kehidupan kita itu banyak. Cuman mungkin yang banyak dibicarakan orang tuh Quarter Life Crisis. Mungkin karena di fase ini, sebagian besar orang mulai menghadapi hal berat dalam hidupnya. Meskipun banyak juga yang udah hidup dengan berat di usia belasan.
Bagaimana saya menghadapi Quarter Life Krisis?
Saya mengidentifikasi problem di Quarter Life Krisis saya antara lain:
1. Keputusan dalam berkarir
Saya tipe orang yang suka membuka banyak opsi. Tidak segera mengerucut ke satu pilihan sebelum benar-benar terdesak. Selama ini, saya jadi dosen sekaligus kerja freelance dan agak serabutan. Apapun yang penting halal dan menghasilkan uang, saya kerjakan wkwk.
Tapi, ketika usia kita bertambah, kita akan menyadari bahwa akan ada banyak hal di luar pekerjaan yang harus kita perhatikan. Di quarter life crisis, kamu harus figuring out karir kamu akan berjalan ke arah mana biar kamu bisa membangun skill set untuk menapaki jenjang karir selangkah demi selangkah. Fokus. Kita nggak selamanya punya waktu mengeksplore banyak hal. Kelak, kita pasti disibukkan dengan hal lain. Jangan terkecoh ke achievement orang lain atau merasa sedih karena achievement kamu rendah.
Achievement itu hanya perkara waktu kalau kamu istiqomah. Kita kadang menganggap achievement sebagai trophy. Saya sendiri pelan-pelan merubah pandangan. Achievement seharusnya jadi peta yang menunjukkan kita harus berjalan ke arah mana. Bekerja tanpa mentargetkan achievement yang dituju akan membuat kita terbang kemana-mana. Tidak fokus. Andaikan achievement yang kita inginkan nggak tercapai, yang kita lakukan adalah mengevaluasi skill mana yang kurang, ataukah kita perlu merubah target dan seterusnya.
Dalam hal ini, kenali dirimu dengan baik. Jangan melihat orang lain. Kalau kamu melihat orang lain, don’t see what they have. See what they do. Saya sendiri, belakangan jadi punya role model.
Dalam urusan penelitian, saya melihat topik-topik penelitian profesor dari NYU karena penelitian tentang game banyak dibuat di sana. Sementara dalam berkarya, saya selalu melihat Mbak Puty Puar sama Pak Pinot Ichwandardi. Saya memang bukan ilustrator. Tapi vibe positif dari mbak Puty dan Pak Pinot sekeluarga semacam nular dan bisa bikin saya happy lagi.
2. Pernikahan
Sebenernya di inbox saya beberapa kali ada pertanyaan gimana biar ga panik nungguin jodoh. Kenapa kok jodoh datangnya lama. Saya udah agak bosen dengan topik ini. Tapi jadinya saya bahas semoga ada yang baca dan nggak nanya lagi.
Semua hal yang terjadi di dunia ini sudah dihitung sebaik-baiknya sama Allah. Kamu mau merengek, ngeluh, nanya seribu kalipun nggak akan berubah. Yang harus kamu lakukan ya tenangkan diri, tenangkan orang tua kita dan tetap jalani hidup dengan baik.
Tiap bicara tentang pernikahan, teman saya di usia 23 banyak bicara tentang kebahagiaan. Umur 25 mulai banyak yang bicara tentang baby blues sydrome dan siklus hidup yang banyak berubah. Selagi kamu masih sendiri, belajarlah hidup dengan baik dan minimalkan segala hal yang tidak perlu. Belajar berempati dengan masalah orang lain. Mungkin itu juga akan melembutkan hati kita sehingga kita bisa memahami bahwa tidak ada takdir yang buruk. Semua sudah dihitung dan setiap kesabaran selalu diganti dengan pahala yang baik.
3. Finansial
Di usia Quarter Life, kita umumnya udah memegang uang sendiri. Akan ada banyak tawaran kosmetik, baju, mobil, tanah, rumah dan seterusnya. Kalaupun kita nggak ditawari, kita bakal menyaksikan teman kita beli rumah baru, beli mobil baru dan seterusnya.
Dalam hal ini, saya sangat terbantu dengan gaya hidup minimalis. Minimalis mengajarkan kita untuk mengenali diri kita dengan baik berikut kebutuhan-kebutuhannya. Kalau kamu cewek, kamu mungkin perlu define style baju, make up dan skincare kamu. Ini bakal ngebantu kamu banget. Soalnya tiap ada barang baru di IG, sekalipun itu lucu, tiap kita mau nyoba, akan ada dua penolakan dalam hati:
“Oh ini nggak match sama style saya“
kalaupun dia match, masih ada penolakan:
“Oh warna kayak gini sudah ada di lemari“
Saya sendiri selama beberapa tahun ini jarang belanja baju. Saya sudah terbiasa dengan style yang basic banget. Enggak aneh-aneh. Jadi kalo ngelihat baju baru, udah ga yang se-excited dulu.
Saya masih excited sama make up dan skincare. Tapi belakangan, saya sudah cukup nemu style yang cocok. Makanya udah nggak nyobain lagi.
Intinya sih, pas kamu ngadepin Quarter Life Crisis, sudahi segala pikiran yang tidak perlu. Berusahalah menyederhanakan banyak hal. Akan lebih baik kalau kita mengenali diri kita dengan baik sehingga kita tidak mudah terbawa arus.
Dunia ini ramai dan akan selalu ramai. Pikiran kitalah yang bisa mereduksi noise.
Semangat :)
dua hari menuju ramadan.
Hari ini aku dikejutkan dengan pengakuan rekan kerjaku. Katanya seseorang mengatakan padanya agar jangan terlalu dekat denganku, karena.... bisa saja aku menjadi "musuh dalam selimut".
"Biasanya musuh itu muncul dari yang satu selimut dengan kita..."
"Maksud kamu apa? Asisten kelas aku?"
"Iya... gak usah terlalu dekat sama dia. Tapi yaa gak usah gimana gimana juga"
Itu kutipan percakapan yang kutangkap dari pengakuan rekan kerjaku.
Jujur mendengar hal itu, aku tertohok. Sedih. Dan tentunya langsung ingin muhasabah diri. Tapi mengapa rekan kerjaku mau menyampaikan hal ini kepadaku? Bukannya biasanya seseorang akan menyembunyikan hal semacam ini dari orangnya? Apa rekan kerjaku percaya padaku bahwa aku tidak akan seperti itu? Atau malah sebaliknya mau ngetes aku?
Gak pernah terlintas sekalipun dalam pikiranku untuk menjatuhkan seseorang, apalagi rekan kerja yang sekarang menjadi partnerku dalam mengurus kelas, malahan aku selalu berusaha untuk membantu dia, meringankan beban dia 🙂 ya karena memang itulah tugasku sebagai asisten.
Awalnya aku bertanya siapa yang mengatakan hal seperti itu pada rekanku, tapi beliau enggan menyebutkan. Aku pun tidak memaksakannya karena bukan bukan hak ku untuk memaksa, dan...
Aku merasa lebih baik untuk tidak mengetahui apapun. Jika aku tahu siapa dia, mungkin pandanganku pada orang tersebut akan berubah, mungkin saja aku jadi akan benci dia, yang padahal awalnya biasa saja.
Ah andai saja aku tak pernah mendengarnya, aku pasti tidak akan kepikiran hingga sekarang. Jujur perkataan "musuh dalam selimut" itu sungguh menikam dan menjadi beban buatku.
Aku serahkan saja pada Allah. Aku sudah capek, dan sebenarnya tidak ingin membuat tubuh bertambah letih dengan memikirkan penilaian orang lain.
Tapi aku penasaran, kenapa orang tersebut berpikir demikian?
Apa aku memang sejahat itu? 😔🥺
Aku jadi mengintropeksi, jangan-jangan selama ini aku memang jahat???? Hanya saja aku yang tidak sadar.
Aku jadi sibuk menerka-nerka, siapa dia yang berpikir seperti itu?
Dipikir-pikir aku sangat jarang berinteraksi dengan rekan kerja yang lain. Sangat jarang :))
Tapi aku memang memiliki satu "sahabat" rekan kerja yang menjadi tempatku membuang semua keluh kesahku, dan sebaliknya "sahabatku" itu juga sering berkeluh kesah dan bercerita padaku. Kami saling bercerita tentang semua hal-hal yang kami sukai dan tidak kami sukai di tempat kerja, termasuk orang-orangnya. Apakah itu normal? Pasti kita akan berada di situasi yang tidak mengenakkan kan di tempat kerja? Terlebih jika sedang kesal dgn teman kerja karena sesuatu, dan kesalnya itu juga hanya sementara, lalu memilih untuk menceritakan hal itu kepada "sahabat" untuk menampung keluh kesah.
Ah iya dipikir-pikir aku memang jahat. Memang jahat menceritakan keburukan seseorang di belakangnya. Walau hampir semua orang melakukannya, walau itu kelihatan normal, tapi tetap saja itu "jahat!"
Aku tidak mau berspekulasi kejauhan. Apa iya sahabatku sendiri yang membocorkan ceritaku? :)) tapi aku yakin sahabatku tidak melakukan hal itu. Wallahu a'lam :(
Ah rasanya tidak ada satupun manusia yang bisa dipercaya.
Termasuk aku mungkin. Sebagai orang yang ditumpahi dengan berbagai cerita dan rahasia oleh sahabatku, aku berusaha untuk menjaga itu semua. Benar-benar menjaganya.
Tapi untuk sekarang aku memilih untuk menyalahkan diri sendiri, lalu intropeksi diri.
Jangan lagi ya aku menceritakan keburukan orang lain, bahkan pada orang yang dianggap sahabat sekalipun. Cukup dipendam sendiri saja jika menemukan sesuatu dari diri seseorang.
Karena aku juga buka manusia sempurna, aku juga punya aib yang banyak :)) masa iya begitu mudahnya mengumbar aib seseorang, padahal aib sendiri tidak sudi diketahui orang.
Dear diriku. Itulah penilaian manusia tentang kamu, kamu yang merasa selama ini baik-baik saja, ternyata sangat buruk di mata orang lain.
Ingat. Jadikan kejadian hari ini sebagai pelajaran ya.
Dan jangan lupa untuk memperbaiki diri.
Terima kasih sudah menulis ini, diriku... semoga kamu paham dan tidak kepikiran lagi :((
Kota B. 18/9/23
katanya, keburukan jangan dibalas dengan keburukan juga tapi justru dengan kebaikan. dalam prakteknya: tetap bersikap baik saat orang lain juga bersikap baik memang hal yang mudah. namun, tetap bersikap baik saat orang lain bersikap rude atau kurang baik atau bahkan tidak baik sama sekali ke kita adalah tantangan yang melibatkan pergolakan batin luar biasa. bisa—tapi gak mudah. jujur.
setiap ada di posisi macem itu, saya selalu wondering tentang betapa agung dan mulianya akhlak Nabi Muhammad saw. yang tetap bersikap dan berbuat baik, berlemah lembut lagi penuh kasih sayang meskipun lawannya tidaklah bersikap demikian.
sebutlah kisah seorang yahudi yang suka meludahi Rasulullah namun beliau justru menjadi satu-satunya orang yang menjenguknya saat orang tersebut jatuh sakit. atau kisah seorang pengemis yahudi buta yang selalu nyinyir dan mengatakan hal yang tidak benar tentang Rasulullah namun tidak membuat beliau berhenti menyuapinya makan. juga kisah paman Nabi; Abu Lahab dan istrinya yang menghalalkan berbagai cara untuk menghalangi dakwah Rasulullah. atau juga paman Nabi yang lain yaitu Abu Jahal yang menyuruh seseorang untuk melemparkan kotoran unta pada saat Rasullullah mengerjakan shalat (pilu bener hati di bagian ini T.T).
dalam hati membatin, “Ya Allah, ini hatinya Rasulullah bersihnya kek macem manaaaa dan dadanya selapang apa cobaaa masih bisa sabar menghadapi sikap dan perlawanan macem gitu 😭 saya aja yang baca sirohnya aja nih istilahnya baca doang bawaannya kesel padahal gak ada di tkp dan menyaksikan kejadiannya tapi keselnya sampe ubun-ubun monangis. emang beda jauh dah maqamnya. atuhlah kamu emang belum dan bukan apa-apa fir🤧”
menariknya, kebaikan dan kelembutan Rasulullah yang tetap konsisten dan tidak berkurang sedikitpun itulah yang justru mampu meluluhkan (beberapa) hati diantara mereka. dan kalau dipikir-pikir, saya atau mungkin kita pun pernah merasa gitu; luluh ketika dibaikin, semakin ‘menjadi’ kalau dikerasin. pada titik itu saya paham kenapa keburukan harus dibalas dengan kebaikan sebab maslahat yang didatangkan jauh lebih besar ketimbang membalas dengan keburukan yang justru memungkinkan timbulnya keburukan yang lebih besar. iya, memang, ternyata kebaikan punya kekuatan sehebat itu.
semoga kita selalu bisa mengingat-ingat dan diingatkan kisah semacam ini ketika berada dalam posisi kayak gitu, ya? supaya bisa terus belajar melapangkan dada, meluaskan kapasitas sabar dan sesegera mungkin pick ourselves up buat mulai jalan lebih jauh lagi.
well, kita (manusia) emang makhluk yang lemah tapi kita gak boleh lupa caranya jadi kuat. yuk bisa yuk!
2020.9.29
APA ITU SABAR YANG BAIK?
Sabar itu bukan sama dengan pasrah. Sabar itu menerima takdir Allaah, tidak protes (menggerutu), namun berusaha mencari solusi.
Ustaz Firanda Andirja hafidzahullah
JANGAN TERPEDAYA DENGAN GEMERLAP DUNIA..
رَغِيْفُ خُبْزٍ يَابِسٍ = تَأْكُلُهُ فِي زَاوِيَةْ
“Sepotong roti kering yang engkau makan di pojokan..
وَكُوْزُ ماءٍ باردٍ = تَشْرَبُهُ مِنْ صَافِيَةْ
dan secangkir air dingin yang kau minum dari mata air yang jernih..
وَغُرْفَةٌ ضَيِّقَةٌ = نَفْسُكَ فِيْهَا خَالِيَةْ
dan kamar sempit yang jiwamu merasa kosong di dalamnya..
أَوْ مَسْجِدٌ بِمَعْزِلٍ = عَنِ الْوَرَى فِي نَاحِيَةْ
atau mesjid yang terasing dan jauh dari manusia, lalu engkau berada di sudut mesjid tersebut..
تَقْرَأُ فِيْهِ مُصْحَفاً = مُسْتَنِداً لِسَارِيَةْ
engkau membaca Al-Qur’an sambil bersandaran di sebuah tiang mesjid..
مُعْتَبِراً بِمَنْ مَضَى = مِنَ الْقُرُوْنِ الْخَالِيَةْ
seraya mengambil ibroh/pelajaran dari kisah-kisah orang-orang terdahulu yang telah tiada..
خَيْرٌ مِنَ السَّاعَاتِ فِي = فَيْءِ الْقُصُوْرِ الْعَالِيَةْ
itu lebih baik daripada berlama-lama di dalam istana-istana yang megah..
تَعْقُبُهَا عُقُوْبَةٌ = تَصْلَى بِنَارٍ حَامِيَةْ
yang akhirnya mengakibatkan dosa yang menyebabkan engkau masuk dalam api yang panas…
فَهَذِهِ وَصِيَتِي = مُخْبِرَةٌُ بِحَالِيَةْ
ini adalah wasiatku yang mengabarkan tentang dirinya..
طُوْبَى لِمَنْ يَسْمَعُهَا = تِلْكَ لَعُمْرِي كَافِيَةْ
sungguh beruntung orang yang mendengarnya.. demi Allaah wasiat ini sudahlah cukup (memberi pelajaran…)
فَاسْمَعْ لِنُصْحِ مُشْفِقٍ = يُدْعَى أَبَا الْعَتَاهِيَةْ
maka dengarlah nasehat orang yang sayang dan khawatir kepadamu yang dikenal dengan Abul ‘Ataahiyah..”
Sungguh indah sya’ir Abul ‘Ataahiyah di atas, terutama bagi yang mengerti Bahasa Arab.
Sedikit waktu yang disempatkan untuk membaca Al-Qur’an di pojokan mesjid jauh dari pandangan manusia.. ternyata jauh lebih bernilai dari kemegahan istana yang hanya sementara.
Benarlah jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan;
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا
“Sholat sunnah dua roka'at qobliah subuh lebih baik daripada dunia dan seisinya..”
Janganlah terpedaya dengan kenikmatan dunia.. sesungguhnya ia adalah kenikmatan yang semu dan sementara…
Ingatlah akan kenikmatan akhirat yang jauh lebih baik dan abadi.
Jika seseorang disuruh memilih mendapatkan kenikmatan secangkir susu, akan tetapi kapan saja bisa ia minum dan tersedia, atau memilih kambing guling akan tetapi hanya sekali saja bisa santap, tentu orang yang berakal akan memilih secangkir susu –meskipun sedikit- akan tetapi terus tersedia selama puluhan tahun, kapan saja siap untuk diminum.
Maka bagaimana lagi jika perkaranya sebaliknya.. kambing guling yang terus siap tersedia kapan saja bisa disantap, dibandingkan dengan secangkir susu yang hanya bisa sekali diminum..??
Bagaimana lagi dengan hanya secangkir air putih…???
Demikianlah.. kenikmatan dunia selain sedikit iapun fana dan akan sirna. Adapun kenikmatan akhirat sangat banyak dan abadi…
Jika engkau terpedaya dan terkagum-kagum bahkan kepingin tatkala melihat kenikmatan dan kemewahan benda-benda dunia, sedangkan engkau sedang menghadapi sulitnya kehidupan dunia maka agar engkau tidak terpedaya… ucapkanlah do'a yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اللَّهُمَّ لاَ عَيْشَ إِلاَّ عَيْشُ الآخِرَةِ
“Yaa Allaah tidak ada kehidupan yang hakiki kecuali kehidupan akhirat..” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Do'a ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkan tatkala Nabi dan para sahabat kaum muhajirin dan anshor sedang menggali parit dalam perang Khandak, sementara perut-perut mereka keroncongan karena kelaparan, bahkan mereka mengikatkan batu ke perut-perut mereka untuk menahan rasa lapar.
Ditulis oleh Ustaz DR. Firanda Andirja MA, حفظه الله تعالى
jangan takut bermimpi. mimpi itu yang buat kita terus bergerak dengan penuh makna.
yg namanya mimpi itu gratis, tapi untuk mewujudkannya perlu perjuangan.
jika suatu saat mimpi tak dapat terwujud, setidaknya kita sudah berusaha
Level minum-minum di surga.
“Saya lagi nyoba jadi seorang mindful minimalist. Artinya saya bakal nyoba buat nyederhanain semua hal yang ada di hidup saya. Saya mau mulai nyoba ngeefektifin apa-apa yang ada di dalam hidup saya itu, kira-kira buku apa ya yang cocok buat ini?”
Stephen R Covey di bukunya yang berjudul The 7 Habits of Highly Effective People nyebutin ada 7 kebiasaan pribadi yang efektif. Apa aja emang? Be Proactive, begin with the end in mind, put first thing first, thinking win-win, seek first to understand then to be understood, synergize, sama sharpen the saw.
Orang reaktif: coba aja saya punya koneksi kenceng. mungkin saya bakal sharing tentang minimalisme di podcast
Orang proaktif: saya masih bisa sharing minimalisme di IG, terus di design biar lebih menarik
Pas ngebangun rumah, sebelum kita peletakan batu pertama kan kita pasti dah tau pengen kaya gimana ya rumahnya nanti. Gimana interiornya, mau berapa tingkat rumahnya, ada berapa kamar, dan lain-lain. Ini contoh begin with the end in Mind yang dimaksud.
Pernah denger empat kuadran skala prioritas ga? ya penting medesak dll. Nah katanya orang efektif itu ga ngabisin waktu di kuadran penting dan mendesak malah, tapi ia bakal prioritasin di kategori penting dan tidak mendesak. Mereka lebih ngehargain hubungan sama orang lain kebanding deadline-deadline tugas.
Pas negosiasi, orang orang efektif itu ngambil solusi yang nguntungin kedua belah pihak (win/win), gak menang kalah (win/loose), kalah menang (loose win), apalagi kalah kalah (loose/loose). Kalau pun gak menang menang, pilihannya gak ada kesepakatan.
Pas kita komunikasi sama seseorang, kita harus mendengarkan dengan tujuan buat memahami, bukan membalas. Soalnya bisa jadi kacamata yang kita gunain pas nge respon (tanpa memahami) gak cocok sama masalah yang dihadapin oleh lawan bicara kita.
Orang yang efektif itu bakal nyoba nge sinergiin kelima kebiasaan sebelumnya. Mereka berfokus ke empat kemampuan dasar unik manusia, motif menang/menang, sama keterampilan mendengarkan yang baik.
Kebiasaan nomor tujuh ini ngeluangin waktu buat ngasah gergaji. Kebiasan ini ningkatin aset terbesar kita, yakni diri kita. Ada empat dimensi yang tercakup: mentak, fisik, sosial/emosional sama spiritual. Kuncinya itu belajar - berkomitmen - melakukan.
Sebenernya ada juga katanya the 8th habit, tapi buat sementara itu dulu deh soalnya habit ke delapan ini ada satu buku yang ngebahas. semoga next time kita bisa review. Semoga nambah insight baru (walaupun ini buku lama sih), dah ah merci beaucoup and thanks for having a beautiful mind.
Sakit gigi, ngilu dan nyerinya bikin gak nyaman 🤕🤕 udah hampir dua hari tapi belum ada tanda tanda hilang nyerinya.
Ya Allaah yaa Syaafiii...sembuhkanlah gigi hamba ya Allaah 🥲😔🥺🥹