Setelah seminggu dua minggu dibuat bingung dan galau nyari kado lahiran untuk wali murid, akhirya bisa plong juga walaupun agak gak sreg sama kadonya.
Takut kadonya gak kepake :(, takut gak sesuai selera, takut bikin illfeel juga :((
Karena yang nerima kado ini udah terbiasa dengan barang barang bermerek dan mewah. Jadi mikir beribu ribu kali harus ngasih kado apa ke beliau. Jujur gak pede beli kado murah yang sesuai dompet, jadi yaa apa adanya aja :))
Pengen ngasih kado yang terbaik, karna beliau juga udah baikkk banget ke aku. bahkan beliau nganggap aku temennya. Se humble apaaa coba beliau. Rasanya tu gak pede temenan sama orang kaya, beda kastanya tu kerasa bgtttt
Akhirnya kado pilihanku jatuh ke gamis busui yg brand nya cukup terkenal di kalangan emak emak.
Tapi pas barangnya datang aku kecewa banget karena plastic wrapnya dekil kusam. Jadi aku wrap lagi pake kertas kado yg agak bagusan. Ya Allah kirain baju mahal packing nya juga mahal 🥲 mahal versi aku ya.
Huhuhu pokoknya semoga bundanya murid aku bisa merasakan ketulusan ini 🫠
Gamau nethink lagi. Apa yang terjadi maka terjadilah :))
Fatimah merupakan wanita pilihan, Ummu Abiha (ibu bagi ayahnya), putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Al-Qurasyiyah, Al-Hasyimiyah, dan Ummu Al-Husain. Ia dilahirkan saat sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus sebagai Nabi.
Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib dinikahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan Dzulqa’dah, dua tahun setelah perang Badar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat mencintai dan memuliakan Fatimah. Fatimah merupakan sosok perempuan yang sabar, baik hati, menjaga diri, menerima, dan bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Suatu kali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah marah kepada Ali ketika sampai padanya berita bahwa Ali ingin menikahi putri Abu Jahal. Ketika itu beliau bersabda, “Demi Allah, putri Nabiyullah tidak boleh dicampur dengan putri musuh Allah. Sesungguhnya Fatimah merupakan bagian dariku. Sesuatu yang meragukanku berarti meragukannya dan sesuatu yang menyakitiku berarti menyakitinya.”
Aisyah ra. berkata, “Jika Fatimah datang sambil berjalan, gaya jalannya terlihat sama dengan gaya berjalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu beliau berdiri seraya berkata, ‘Selamat datang wahai putriku!’.”
Aisyah ra. juga berkata, “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang perkataan dan pembicaraannya menyerupai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selain Fatimah, dan jika Fatimah menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau berdiri lalu menciumnya dan memanjakan dirinya. Begitu juga Fatimah memperlakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Diriwayatkan dari Asy-Sya’bi, dia berkata, “Ketika Fatimah sakit, Abu Bakar datang lalu meminta izin. Ali lantas berkata, ‘Wahai Fatimah, ini ada Abu Bakar meminta izin menemui dirimu.’ Fatimah berkata, ‘Apakah kamu ingin aku mengizinkannya?’ Ali menjawab, ‘Ya’.”
Menurut aku (Asy-Sya’bi) dia ketika itu mempraktekkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak mengizinkan seorang pun masuk rumah suaminya kecuali atas izin suaminya.
Fatimah mempunyai dua orang putra, yaitu Hasan dan Husain, sehingga ia mendapat julukan Ummu Al-Husain. Ia juga mempunyai dua orang putri, yaitu Ummu Kultsum (istri Umar bin Khattab) dan Zainab (istri Abdullah bin Ja’far bin Abu Thalib).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Fatimah ketika beliau sakit, “Sesungguhnya aku akan meninggal karena sakitku ini.” Mendengar itu, Fatimah menangis. Namun beliau menenangkan dirinya dengan memberitahukan bahwa dia adalah keluarga Rasulullah yang pertama kali bertemu dengan beliau.
Ketika itu dia adalah pemimpin wanita dunia ini. Dia pun menerima dan menyembunyikannya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah wafat, Aisyah bertanya kepadanya, lalu dia bercerita kepadanya tentang berita itu. Aisyah berkata, “Fatimah hidup selama enam bulan setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Kemudian dia dimakamkan pada malam hari.”
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
Hari ini jalan kaki jauh banget :)
Jadikan aku butuh tali untuk melengkapi bahan ajar les privat, kalau ke toko perjahitan cem victory kayaknya gak akan keburu karna bukanya jam 10 an, sedangkan jadwal les privat anaknya jam 10 juga. Jadilah pagi-pagi main kepasar Astana Anyar, siapa tau nemu tali sepatu yakan. Di pasar banyak jenis jajanan yang bikin ngiler, dan kue pukis jadi pilihanku untuk sarapan pagi ( kue pukisnya di keep dulu di tas, gak langsung dimakan ditempat ). Aku jalan sampai keujung tapi nihil, gak ada satupun yang jualan pertalian gitu. Tiba-tiba muncul ide untuk nyari ke Tegal Lega, aku memutuskan untuk mencoba rute baru yang belok ke arah kopo...harusnya sih lewat jalan astana anyar yang udah pasti tau arahnya aja, tapi gatau tadi sok-sokan pengen berpetualangan aja hehe. Oke, perjalanan dimulai dengan modal jalan kaki saja. Semakin menjauh dari pasar, dan aku hanya mengikuti instingku saja. Disini aku nyesel banget gak bawa handphone, setidaknya google map bisa spill rute dan posisi aku sekarang ada dimana, ditambah jadi was was juga karena ngerasa ngabisin waktu dijalan. Aku bener² ngerasa udah capek jalan dan masih belum tau posisiku disebelah mana wkwkwk, udah kayak anak ilang dan kesasar, tapi aku sih cuek aja. Daaan betapa bangganya aku setelah sejauh itu akhirnya aku bertemu dengan patung 3 harimau putih yang menandakan aku sudah sampai di tegal lega. MaasyaAllaah.
Di tegal lega, berjejeran penjual baju thrifted ( atau baju bekas import ). Beberapa kali tergoda ingin belok ke lapak thrifted, tapi fokusin tujuan lagi untuk nyari tali sepatu karena aku berburu dengan waktu. Alhamdulillaah, kayak nemu harta karun akhirnya nemu juga yg jualan tali sepatu 🤭
Setelah membeli tali sepatu tersebut, aku melipir dulu ke tempat duduk, melepas penat berjalan kaki dan menikmati kue pukis yang tadi kubeli di pasar. Dengan mata awas aku memperhatikan orang sekitar, jangan sampai ketemu sama orang yang aku kenal deh...kalau iya bakal malu bangeeet, kalau orang yang gak dikenal ya cuek bebek aja hehe.
Banyak banget kenangan di tegal lega ini, aku lebih sering main kesini sendirian :). Beberapa kali main bareng teh Mela, Dzah Maya, dan teh Vio... tapi ternyata aku lebih sering main sendiri karena aku lebih nyaman sendiri.
Makasih Tegal Lega untuk hari ini.
Seorang ustadz pernah menyampaikan,
"Bagi saya, seorang aktivis dakwah yang pandai berbicara, manajemen dakwah, analisis SWOT, maupun ilmu-ilmu yang lain tapi berturut-turut subuhnya masih kesiangan, itu adalah aktivis karbitan."
Kalimat yang menohok. Betapa banyak hari ini mungkin diantara kita para aktivis dakwah yang ternyata masih demikian(?). Syuro dari pagi hingga petang, dari petang sampai malam, ataupun "agenda" dakwah lain yang menuntut sampai lembur menjelang fajar, tapi urusan yang lebih asas (baca : sholat subuh) justru ternomorduakan.
Anehnya ketika ditanya, atau bermuhasabah diri kenapa demikian selalu berlindung dengan jubah "demi dakwah". Padahal, bukankah jika memang yang diniatkan adalah untuk menyeru kepada Rabb-Nya, justru semakin merekat hubungannya kepada Rabb-Nya?
Atau mungkin ingin berlindung sebagai bentuk dari "produktivitas dakwah"? Padahal sejatinya produktivitas dakwah itu tidak diukur dari seberapa sibuk kita dengan dakwah, melainkan seberapa banyak dari aktivitas dakwah tersebut mampu meringankan beban dakwah. Jika dengan "lalainya" shubuh tadi menyebabkan hilangnya nilai kebarokahan dari dakwah itu sendiri, masihkah kita berani menyebut itu sebagai produktivitas dakwah?
Mari berbenah. Banyak diantara kita yang sebenarnya tahu bahwa satu perkara itu salah, tapi tidak mau jujur mengakui bahwa perkara itu salah, sehingga yang terjadi adalah penyangkalan yang berujung kepada ketidakmauan untuk berbenah. Ini adalah penyakit, penyakit yang tidak boleh dibiarkan terus menjangkit.
Kuncinya adalah berani jujur mengaku bahwa yang salah adalah salah, selanjutnya adalah kemauan untuk berbenah.
Salah satu dari sekian banyaknya kebaikan yang didapatkan dari dekatnya diri dengan Al-Qur'an adalah hati bisa menjadi lembut, dan hati yang lembut senantiasa dalam penjagaan Allaah, baik dalam bertutur kata maupun dalam perbuatan. Allaah tuntun untuk senantiasa berada dalam kelembutan.
Orang-orang yang menjaga kedekatannya dengan Al-Qur'an, maka bentuk keindahan dan ketenangan Al-Qur'an akan terpancar dari ucapan dan perbuatannya.
Ini bukan tentang penghafal Al-Qur'an. Tapi, tentang siapa yang dekat dengan Al-Qur'an, siapa saja yang berusaha tidak melepaskannya dalam sehari, walau hanya beberapa ayat saja.
Seberapa dekat dirimu dengan Al-Qur'an? Jika engkau selalu berusaha untuk tidak melewatkan hari tanpa membaca Al-Qur'an, maka bersyukurlah, bisa jadi engkau sudah menempatkan Al-Qur'an semakin dekat denganmu.
"Tidak kah kita malu, Allah beri 24 jam, dan tidak ada sedikitpun dari waktu itu kita gunakan untuk membaca Al-Qur'an?" —Syaikh Ali Jaber rahimahullah,
Meski hafalan Al-Qur'an kita hanyalah secuil saja, semoga Allaah senantiasa memberi kita taufik untuk terus membaca Al-Qur'an dan atau mempelajarinya setiap hari, membaca artinya dan meresapi maknanya. Aamiin Allaahumma Aamiin
—Mks, 10 dzulhijjah 1445
Arti Cinta dari Seuntai Kalimat “Laa Tahzan Innallaha Ma’ana”.
Ada kalimat menenangkan yang kutemukan di lembaran kitab suci, penuh makna dan mengantarkan jawaban dari segala kekhawatiran. Kalimat ini bukan sekadar kumpulan huruf biasa, namun lebih seperti mantra hidup yang perlu selalu diingat dalam hati, diucap setiap harinya.
Kalimat ini diucapkan Rasulullah pada Abu Bakar saat sedang bersembunyi dari kejaran musuh di Gua Hira.
Ratusan tahun lamanya kalimat ini diucapkan oleh sosok paling berpengaruh di muka bumi, seorang teladan umat manusia yang hidupnya penuh liku perjuangan juga rahmat dariNya.
Kita sebagai ummatnya, terkadang lupa akan keajaiban kalimat ini manakala ujian hidup tak henti mendera, terlebih ketika kita merasa sudah tak lagi bisa menemukan pintu keluar dari pelbagai masalah yang ada. Aku, juga salah satunya. Sempat merasa khawatir sekali dengan masa depan, sempat takut sekali dengan segala ujian yang akan datang. Namun, semua mulai berubah saat aku kembali membaca kalimat ini.
Bahkan Rasulullah saja yang memikul beban risalah kenabian bisa tetap tenang ketika dihadapkan pada ancaman, rintangan, dan halangan. Banyak kisah heroik yang (mungkin bagi kita) menakutkan sekali jika dirasakan langsung; perang, ditahan, diancam dibunuh, dikejar, dilempari kotoran, dan sebagainya. Namun, beliau memberi contoh ketenangan yang luar biasa walaupun di kondisi yang sedang pelik.
Kalimat ini memberikan bukti cinta luar biasa terhadap Allah, sekaligus kepercayaan bahwa Ia akan datang pada waktu yang tepat untuk memberi pertolongan. Sebenarnya sesederhana itu, bukan? Kita hanya perlu yakin bahwa ada Allah yang selalu bersama kita. Ia tidak pernah pergi.
Kepercayaan, di lain sisi memang lah satu dari bentuk dan bukti cinta. Saat kita mencinta, maka kita akan rela memberikan hati dan kepercayaan pada ia yang kita cintai. Begitupun konsep ini dapat diterapkan di konteks cinta antara hamba dan Allah. Dan bukti hidup yang telah membuktikannya adalah Rasulullah sendiri; selepas beliau mengatakan kalimat itu, pertolongan Allah memanglah datang.
Jadi, mengapa kita berlarut dalam kesedihan saat kita tahu bahwa Allah selalu bersama kita? Apa lagi yang perlu kita khawatirkan saat Allah selalu ada di sisi kita?
Semoga kalimat ini bisa terpatri selalu di dalam hati, pikiran, lalu diberikan bentuk nyata dengan tindakan. 🌼
@faramuthiaa
Kairo, 4 September 2022 || 21.45 clt
Rahasia umum kalau dunia kerja itu penuh dengan drama, pressure, politik kepentingan, circle²an, pokoknya banyak hal yang out of the box.
Untuk terbebas dari semua hal rumit itu kamu hanya perlu fokus dengan dirimu sendiri, fokus dengan apa yang dapat kamu kendalikan, tanggung jawabmu, serta perlakuanmu kepada orang lain.
Selebihnya bukan tanggung jawabmu; respon orang lain, sikap orang lain, kamu tidak bertanggung jawab akan hal itu.
Satu pesan pentingnya adalah; jangan pernah ikut andil dalam ghibah, terlepas dari apapun alasannya.
Suatu kemustahilan ketika kamu inginkan ridha dari semua manusia. Tak akan bisa.
Sesederhana meluaskan hati, memanjangkan sabar, menjaga lisan, fokus dengan apa yang ingin dicapai, dan itu CUKUP:)
Datang - Kerja - Pulang - Lupakan.
Dan tak lupa, tanamkan mindset ini:
1. Jangan berharap apapun dari tempat kerjamu. Lakukan saja tugasmu dengan baik dan sukai pekerjaanmu.
2. Bersikaplah netral dan sewajarnya, karena sikap too much akan membuat mereka sewenang-wenang, seolah tak ada batasan apapun.
3. Jangan meludahi sumur tempatmu minum. Sesederhana kalau sanggup lakukan, kalau tidak silahkan resign~
Rumit yaa, namun begitulah realita kehidupan dewasa. Semoga kamu kuat yaaa!
orang-orang meninggalkanku, begitu pula aku sendiri.
miris, diriku menyalahkan diriku.
diriku membenci diriku.
diriku meninggalkan diriku.
maaf :(
Alhamdulillah bukos mau tanggung jawab, dilapin lah bekas pipisnya si ucing.
sayangnya bukos ngelap pakai kain yg dibasahi air biasa ajaa, gak pakai sabun atau detergent.
sama aku dilap ulang, disemprotin segala macam pewangi dan parfum yang kupunya :(((
tapi tetep masih ada ajaa baunya huhuhu
maasya Allaah
Aku mengingat sebuah nasihat dari ustadzku, bahwa salah satu keberkahan harta ialah semua orang bisa merasakannya. Semua orang punya harta, tapi tidak semua orang mampu lapang untuk berbagi apa yang mereka punya.
Sebagaimana kebaikan akan melahirkan sebuah kebaikan yang lain, begitu pula dengan pemberian. Akan menularkan yang lain untuk saling berbagi.
Seseorang yang suka memberi, belum tentu punya banyak harta. Bisa jadi mereka hanya punya secukupnya, namun lapang saat berbagi pada yang lain.
Kebiasaan memberi, sejak kecil sudah sering ditanamkan oleh kedua orang tuaku. Bahkan ketika aku membawa bekal dulu, mama memberi lebih supaya aku berbagi pada yang lain. Padahal mah kalo dipikir-pikir, teman-temanku SD dulu banyak yang jauh lebih kaya, kayaknya ya gak perlu dikasih lagi. Eh tapi mereka seneng aja kalau dikasih. Hmm tapi memang bukan itu poinnya.
Bukan tentang seberapa banyak pemberian itu, melainkan rasa tulus dan ikhlas untuk berbagi. Mereka yang diberi merasa diperhatikan, merasa dirangkul.
Seperti sabda Rasulullah, bahwa hadiah/pemberian akan memunculkan rasa sayang dan cinta.
Kami memang bukan orang kaya raya yang bergelimang harta, namun, ayah selalu mengajarkan bahwa memberi orang lain tidak akan mengurangi harta kita sedikitpun.
Toh, harta di dunia ini sebenarnya bukan milik kita, ada hak orang lain disana.
Sampai kuliahpun, mama selalu menasihatiku, "kalau kamu minta bantuan temanmu, atau dia sudah berbuat baik padamu, balaslah. Nggak harus sesuatu yg mahal, hal kecil aja sebagai tanda terimakasih".
"Kalau ada temanmu yang berjualan, belilah sebagai bentuk apresiasi", lanjut ayahku.
"Atau kalo kamu masak apa gitu, temen atau tetangga juga dikasih", tambah mamaku.
Dulu saat kuliah, aku seringkali meminta beberapa temanku untuk mengajariku, belajar bareng, lalu kubawakan nasi bungkus, jajanan atau sekadar minuman. Hal sederhana, namun bisa menguatkan pertemanan itu sendiri.
Pemberian tidak harus berupa sesuatu, bisa juga waktu dan kesediaan kita untuk orang lain. Kita bisa meluangkan waktu dan pikiran kita untuk membantu, menemani, atau mendengarkan mereka.
Aku jadi teringat temanku saat di pesantren dulu. Sebelum ia makan makanannya, teman-teman di sekitarnya ditawari terlebih dahulu, meski hanya sepotong roti.
Setelah itu, banyak juga teman-teman lain yang mencontoh akhlak temanku ini. Betapa banyak pahalanya, bahwa kebaikan selalu akan memunculkan kebaikan lainnya.
Ustadzku yang setiap hari memberi makan santrinya, banyak sekali orang yang ikut memberi uang, sembako, perabotan rumah, juga makanan-makanan mentah maupun matang.
Pernah ketika kondisi finansial ayah memburuk, banyak sekali yang membantu, masyaAllah. Kalau aku inget hal itu, rasanya kayak heran aja kenapa tibatiba banyak saudara maupun teman yang bantu ayah, padahal kadang juga bukan bantuan kecil.
Saat setelah menikah, mama bercerita banyak pada suamiku tentang ayahku yang sering membantu orang lain. Jadi ini alasan kenapa saat ayah berada di bawah, banyak orang yang peduli.
Waktu aku menikah pun, banyak sekali yang mengirimku kado. Padahal aku batalkan semua undangan saat itu karena pengumuman ppkm. Betul sekali kata mama, "Allah yang akan mencukupkan".
Begitulah. Banyak sekali cerita. Aku jadi tau, bahwa dampak berbuat baik ternyata bisa sebesar itu. Itu aja baru Allah balas di dunia, apalagi kalau kita benar-benar ikhlas, kan? Allah balas pahala di akhirat nanti.
Jangan pelit! Berbagi tidak mengurangi sedikitpun apa yang kita punya. Kalau sedikit saja kita enggan, bagaimana kita bisa lapang memberi dalam jumlah yang banyak?
Buntok, 10 November 2021 | Pena Imaji
sekitar 1 minggu yang lalu seorang teman yang tidak terlalu dekat menghubungiku. Tanpa angin tanpa hujan, menanyakan kabarku dan tiba-tiba bertanya padaku apakah aku siap menikah dalam waktu dekat ini.
siap menikah? tentu saja aku tidak tahu pasti jawabannya.
melihat umurku yang kini menyadang umur quarter life crisis, melihat sebagian teman-temanku sudah bahagia dengan pasangan halalnya, tentu saja membuatku jadi "ingin" menikah.
Aku tidak punya perasaan menggebu-gebu untuk menikah, karena aku paham betul kehidupan pernikahan tidak sesederhana itu. kompleks. ada banyak hal yang akan menjadi tanggung jawabku kelak, dan aku tidak bisa lari dari itu.
aku tidak tahu apakah aku sudah siap menikah atau tidak, tapi...aku mau membuka diri jika untuk berkenalan. jika untuk sekadar perkenalan toh apa salahnya? nothing to lose, tidak ada ruginya kok.
lalu temanku mengirimkan cv ikhwan tersebut, berikut foto-foto beserta link akun instagram dia dan kakaknya.
seketika sayah langsung insecure dan merasa sangat rendah diri.
ya singkatnya profil ikhwan tersebut ketinggian buat sayah. apalagi kakaknya seorang muslimah influencer yg mempunyai banyak pengikut di instagram.
saya disandingkan dengan dia? ayolah saya hanya remahan abon ikan
saya lalu bertanya kepada teman saya, mengapa dia mau mengenalkan aku dengan ikhwan yg speknya begini? apalah aku? aku buka siapa-siapa dan gak punya apa-apa, kataku.
ya dan temanku menjabarkan alasannya. katanya aku insyaAllah bisa mengimbangi visi misinya. hmmmm apa iya?
aku mencoba meminta pendapat pada orang rumah. kakak-kakaku terlihat tidak excited dan "malas". mungkin mereka berpikir ikhwan tersebut mana mau memilihku. ya dari background keluarga saja sepertinya dia berasal dari keluarga yg sangat berada. keluargaku? takut gapnya jauh dan sangat tidak sepadan.
tapi mama menyuruhku untuk mencobanya. toh hanya berkenalan.
jujur saat melihat data diri dan foto-fotonya, semuanya sesuai dengan tipe dan seleraku. tapiii semakin membaca profilnya semakin aku merasa tidak bisa melanjutkan.
walaupun sudah melihat foto dan data dirinya aku tertarik tapi sedikitpun tidak ada rasa apapun yg bergetar wkwkwk. ya mungkin karena aku sudah rendah diri duluan.
aku mengikuti saran mama, ya akhirnya aku mengirimkan data diriku kepada ikhwan tersebut melalui perantara temanku.
katanya beliau butuh 3 hari untuk mempelajari dan berpikir.
ya aku nothing to lose saja, benar-benar tidak berharap walau sedikit.
ini sudah hari kedua semenjak aku mengirimkan cv ku.
bagaimana tanggapannya? jujur aku tidak penasaran sama sekali :))
aku hanya merasa ada banyak gap dari background kami masing-masing, jadi sepertinya tidak akan cocok satu sama lain.
dan....
he deserve better :)))
bener² definisi dia berhak mendapatkan yang lebih baik daripada saya :))
untuk diriku, semoga aku dipertemukan dengan jodoh yang aku tidak merasa rendah diri di hadapannya, tapi percaya diri untuk menjadi diriku sendiri