Sekitar 1 Minggu Yang Lalu Seorang Teman Yang Tidak Terlalu Dekat Menghubungiku. Tanpa Angin Tanpa Hujan,

sekitar 1 minggu yang lalu seorang teman yang tidak terlalu dekat menghubungiku. Tanpa angin tanpa hujan, menanyakan kabarku dan tiba-tiba bertanya padaku apakah aku siap menikah dalam waktu dekat ini.

siap menikah? tentu saja aku tidak tahu pasti jawabannya.

melihat umurku yang kini menyadang umur quarter life crisis, melihat sebagian teman-temanku sudah bahagia dengan pasangan halalnya, tentu saja membuatku jadi "ingin" menikah.

Aku tidak punya perasaan menggebu-gebu untuk menikah, karena aku paham betul kehidupan pernikahan tidak sesederhana itu. kompleks. ada banyak hal yang akan menjadi tanggung jawabku kelak, dan aku tidak bisa lari dari itu.

aku tidak tahu apakah aku sudah siap menikah atau tidak, tapi...aku mau membuka diri jika untuk berkenalan. jika untuk sekadar perkenalan toh apa salahnya? nothing to lose, tidak ada ruginya kok.

lalu temanku mengirimkan cv ikhwan tersebut, berikut foto-foto beserta link akun instagram dia dan kakaknya.

seketika sayah langsung insecure dan merasa sangat rendah diri.

ya singkatnya profil ikhwan tersebut ketinggian buat sayah. apalagi kakaknya seorang muslimah influencer yg mempunyai banyak pengikut di instagram.

saya disandingkan dengan dia? ayolah saya hanya remahan abon ikan

saya lalu bertanya kepada teman saya, mengapa dia mau mengenalkan aku dengan ikhwan yg speknya begini? apalah aku? aku buka siapa-siapa dan gak punya apa-apa, kataku.

ya dan temanku menjabarkan alasannya. katanya aku insyaAllah bisa mengimbangi visi misinya. hmmmm apa iya?

aku mencoba meminta pendapat pada orang rumah. kakak-kakaku terlihat tidak excited dan "malas". mungkin mereka berpikir ikhwan tersebut mana mau memilihku. ya dari background keluarga saja sepertinya dia berasal dari keluarga yg sangat berada. keluargaku? takut gapnya jauh dan sangat tidak sepadan.

tapi mama menyuruhku untuk mencobanya. toh hanya berkenalan.

jujur saat melihat data diri dan foto-fotonya, semuanya sesuai dengan tipe dan seleraku. tapiii semakin membaca profilnya semakin aku merasa tidak bisa melanjutkan.

walaupun sudah melihat foto dan data dirinya aku tertarik tapi sedikitpun tidak ada rasa apapun yg bergetar wkwkwk. ya mungkin karena aku sudah rendah diri duluan.

aku mengikuti saran mama, ya akhirnya aku mengirimkan data diriku kepada ikhwan tersebut melalui perantara temanku.

katanya beliau butuh 3 hari untuk mempelajari dan berpikir.

ya aku nothing to lose saja, benar-benar tidak berharap walau sedikit.

ini sudah hari kedua semenjak aku mengirimkan cv ku.

bagaimana tanggapannya? jujur aku tidak penasaran sama sekali :))

aku hanya merasa ada banyak gap dari background kami masing-masing, jadi sepertinya tidak akan cocok satu sama lain.

dan....

he deserve better :)))

bener² definisi dia berhak mendapatkan yang lebih baik daripada saya :))

untuk diriku, semoga aku dipertemukan dengan jodoh yang aku tidak merasa rendah diri di hadapannya, tapi percaya diri untuk menjadi diriku sendiri

More Posts from Drinkwatersoon and Others

3 years ago

Ramadan 1443 #page1

Ahad, 03 April 2022

Alhamdulillah, puasa hari ini berjalan lancar. Menu sahur tadi cukup sederhana, yaitu nasi, sayur sop, tahu goreng dan telur goreng. Sahur perdanaku di bulan ramadan versi 1443 ditemani teh Afi, kami makan bersama di kamar nomor 9 alias di kamarku. Aku sangat senang karena tidak merasa kesepian di hari pertama berpuasa.

Ramadan makin hilang semaraknya. Ada setitik sedih saat menyadari hal ini. Aku tentu senang dengan kedatangan ramadan, hanya saja suasana hangatnya kian meredup. Apalagi sahur pertama sama sekali tidak ada calling dari rumah. Biasanya mama akan sibuk membangunkan anak-anaknya yang sedang berada di perantauan seperti aku. Sempat merasa terlupakan, namun aku berpositif thinking mungkin saja orang rumah sudah sangat yakin kalau aku akan bangun sahur tepat waktu kali ini.

Ramadan 1443 #page1

Rindu roomchat yang dihiasi panggilan masuk dari mama. Maafkan Aku yang dulu tidak sigap mengangkat telepon dari mama :(. Ini saat ramadan tahun 2020, Alhamdulillah pada ramadan tahun kemarin (2021) aku berkesempatan berpuasa di rumah bersama mama dan keluarga lainnya.

 Selepas salat subuh aku menelpon mama. Kata mama subuh tadi beliau sibuk memasak. Beliau ternyata tidak melupakanku begitu saja. Mama sudah mengingatkan kepada kakakku untuk menelponku, tapi kakak menundanya karena zona waktu di daerahku  masih terlalu dini untuk bangun sahur.

Aku sangat senang karena berbicara banyak hal dengan mama lepas subuh tadi. Pandanganku tidak lepas pada video conference yang menampilkan gambar mama di seberang sana. Beliau sebelumnya sedang tadarus sehingga masih berbalut mukenah. Oiya disana matahari sudah terbit, sedangkan di tempatku masih gelap. Aku rindu sekali dengan mama, beliau alasan terbesar yang membuatku selalu galau untuk kembali ke pangkuannya.

Katanya mama sudah tidak bisa lepas dari obat penurun darah tinggi. Usia mama sudah mendekati 60 tahun. Mama semakin tua, wajahnya semakin keriput. Ma, apa aku pulang saja untuk merawat mama? Aku sedih ma saat memikirkanmu. Semoga mama selalu dalam lindungan Allah, semoga mama selalu dalam keadaan sehat. Jika mama bahagia, maka aku juga bahagia ma.

Setelah menutup telepon, aku merasa sangat mengantuk, tapi aku menunggu matahari terbit dulu, rasanya tidak baik melewatkan waktu subuh dalam keadaan tidur.

Sekitar satu jam aku tidur pagi, saat bangun kembali aku langsung mencuci baju dan mandi. Pukul 14.00 aku tidur siang (kebanyakan tidur hari ini huhu).

Saat bangun, aku melihat penampakan sekitar kamarku. Apa ini? kenapa aku ada disini? sendiri tanpa siapa-siapa. di kota yang jaraknya sangat jauh dari rumah, kenapa? :((

Rasanya seperti mimpi berada di kota rantau saat ini. Aku menangis tanpa air mata. Aku ingin pulang. Tetapi kenapa aku masih saja bimbang? Insya Allah aku akan pulang, semoga saat aku pulang aku sudah dalam keadaan siap. Karena kalau sekarang, aku takut hanya akan menjadi beban untuk rumah. Setidaknya saat ini aku dapat mengurus dan membiayai diriku sendiri.

Selama hampir setahun, kegalauan ingin pulang ini mengusikku. Sampai saudaraku lelah mendengar keputusanku yang plinplan dan belum final. Tidak semua keinginanku harus aku penuhi saat ini juga. Tapi jujur aku takut kehilangan momen bersama keluarga, sekaligus takut jika bersama mereka aku hanya akan merepotkan, tapi bukankah akan selalu ada jalan? dimanapun aku berada pasti Allah sudah menjatahkan rezeki, tapi bagaimana jika tidak sesuai dengan yang diharapkan? dunia tidak seindah dan sesederhana bermimpi. Di kota rantau ini aku merasa kesepian, aku butuh bersama mereka, keluargaku.

banyak tapinya kan aku ini? ribet sekali ya aku? apa aku banyak mau?

Ya Allah.

1 year ago

Tidak ada yang tersisa kecuali

"Hanya Engkau Ya Allah"

Melalui pengeras suara Mesjid disalah satu wilayah palestina

4 years ago

Sungguh, jika Allah mengambil satu; maka Allah sisakan yang lebih banyak.

Tersenyumlah, ada hikmah di dalamnya. Jangan sampai kau berputus asa..

…akan aku sematkan pada awal tulisan kali ini.

Jangan, kumohon jangan. Jangan menggerutu pada takdir dan ketetapan yang ditentukan oleh Ar-Rahman. Jangan menyimpan banyak pertanyaan, jangan membiarkan singkatnya kalimat tanya ‘kenapa?’ membuat imanmu goyah dan runtuh sebab merasa Allah memberikan ujian yang terlalu berat. Terlalu besar, dan terlalu rumit untuk akhirnya ditawakkal-kan.

Seberapapun kita akan dibuat berkali-kali jatuh, akan selalu ada kekuatan untuk bangkit jika Allah menjadi tempat yang dituju. Sebagaimanapun kita akan dibuat berurai-urai air mata, akan selalu ada setitik cahaya, untuk akhirnya menyapu dan menyirnakan badai kesedihan di dalam jiwa. Jika masih Allah, yang menjadi tempat kita memuarakan segala rasa.

Saudaraku, apapun yang sedang menimpamu hari ini.. kuyakin, kau kuat. Lebih kuat dari sekuat yang kau kira. Meski aku tak mengetahui, bagaimana kau sedang dibuat berdarah-darah, aku yakin, in syaa Allah, selagi iman itu masih terpancar dari balik dadamu, kau mampu. Dan kau akan berhasil melewatinya. Ingatlah, tentang apa yang Allah katakan,

“Kamu benar-benar akan diuji pada hartamu dan dirimu” (QS. Ali ‘Imran 186)

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Inna lillahi wa inna illaaihi ra’jiun” (QS. Al baqarah 155-156)

Demikianlah..

“Seorang Mukmin pasti akan diuji pada harta, jiwa, anak dan keluarganya.”

Saudaraku, pernahkah kita mendengar kisah Urwah bin Az-Zubair dengan ujian yang Allah berikan kepadanya? Dan sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda,

“Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang membencinya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya”

Tersebutlah, pada suatu hari seorang Khalifah dari bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul Malik, mengundang Urwah bin Az-Zubair untuk mengunjungi istananya di Damaskus. Adalah sebagai wujud sapaan cinta, untaian hormat dari sang Khalifah. Urwah memenuhi undangan tersebut dengan menggandeng anak sulungnya.

Disaat Urwah berbincang-bincang pada majelis sang Khalifah, anak sulungnya diantarkan oleh pengawal untuk mengunjungi tempat dibagian istana mana pun yang dia suka. Hati anak sulungnya terpikat untuk melihat kuda-kuda khalifah. Dan,

‘Bughh!’

Seorang pengawal lari tergopoh-gopoh menghadap Khalifah juga Urwah,

“Wahai Khalifah, sesungguhnya telah terjadi begini dan begini,” Pengawal tersebut menceritakan detailnya, “dan sekarang, sang anak telah berpulang menghadap Allah Subhaanahu wa Ta’ala.”

Siapa yang mampu menduga? Ternyata dalam suka ria nya sang anak, salah seekor kuda menendangnya hingga terpelanting jatuh ketanah dan terinjak-injak oleh kuda yang sedang berlari di atasnya, dan saat itu juga, ia meninggal dunia. Dialah sang anak sulung Urwah bin Az-Zubair. Seorang anak kesayangan yang Urwah harapkan mampu menjadi penerus ilmunya. Maka mampukah kita membayangkan bagaimana reaksinya kala itu?

‘Urwah tersenyum dan ia berkata “Innalillahi wa inna illaaihi ra’jiun”

Maka saat itu juga Urwah sendiri yang turun keliang lahat untuk menguburkan anaknya. Setelah usai pemakaman, dalam dzikir dan ayat-ayat Al-Qur’an yang sedang ia jadikan permohonan agar Allah berikan kesabaran, tiba-tiba betisnya terasa begitu sakit yang luar biasa. Kakinya terserang penyakit langka yang memaksanya untuk harus diamputasi.

Berkatalah salah seorang ahli pengobatan kepercayaan Khalifah, “Ini harus diamputasi. Dan Wahai Imam, kami akan memberikanmu seteguk minuman yang memabukkan, agar sakit yang ditimbulkan takkan terasa olehmu.”

“Tidak” Jawab ‘Urwah, “Sungguh, aku tidak akan menggunakan sesuatu yang haram demi mendapatkan kesehatanku kembali. Dan aku tidak ingin salah satu bagian dari tubuhku hilang tanpa aku merasakan sakitnya. Ku serahkan semuanya kepada Allah.”

Maka setelah berapa tabib itu berunding, mereka memutuskan agar Khalifah memberikan beberapa orang untuk memegangi ‘Urwah ketika melakukan proses pemotongan kakinya yang manual.

Maa syaa Allah! Pemotongan kaki yang manual. Sekali lagi, manual.

Dengan cepat ‘Urwah berkata, “Aku tidak membutuhkannya, biarlah aku memalingkannya dengan dzikir dan tasbih ketika kalian memotongnya.”

Tak terbayang, bagaimana pedih dan perihnya daging yang dikupas tanpa bius sedikitpun. Tulang yang digergaji, dan darah yang terus mengucur darinya. Tak heran, beberapa kali ‘Urwah meringis kesakitan, “Hassi… Hassi..” katanya. Ia bermakna, suatu rasa sakit yang luar biasa terasa

Sesudah proses amputasi selesai, darah tak kunjung berhenti. Maka cara satu-satunya adalah dengan mencelupkannya pada minyak panas. ‘Urwah menyetujui. Saat kakinya dicelupkan kedalam minyak panas yang mendidih, ia menjerit, lalu pingsan, dan dikatakan bahwa ‘Urwah pingsan dalam waktu yang lama. Satu hari.

Hati ini rasanya mengerdil, sungguh.

Bagaimana, bagaimana jika kiranya ujian yang ‘Urwah hadapi menimpa seseorang diantara kita? Baru saja sesaat dia kehilangan anaknya, dia harus pula kehilangan kakinya dengan proses yang luarbiasa menyakitkannya. Disini, bukankah kita melihat, bagaimana kokoh jiwa haba yang beriman kepada-Nya? dan benarlah, bahwa Allah menguji hamba-hambaNya sesuai dengan kadar keimanannya. Cukuplah, ini sebagai bukti, betapa pancaran iman itu telah memenuhi seluruh penjuru ruang hati ‘Urwah bin Az-Zubair.

Sang Khalifah merasa kasihan dan ingin menghibur ‘Urwah. Namun ia bingung, ia tidak memiliki cara untuk menghiburnya. Namun cara Allah lebih menakjubkan, datanglah seorang lelaki buta kepada Khalifah, dan dia bercerita

“Wahai Amirul Mukminin!”, seru laki-laki buta tersebut, “dulu tidak ada seorang pun dari bani Abas yang lebih kaya dariku, lebih banyak anak-anak selain diriku. Aku tinggal disuatu lembah, dan banjir besar menerjang kaumku. Tak ada lagi hartaku, tak tersisa lagi anak-anakku kecuali hanya seorang bayi dan seekor unta.”

“Namun unta tersebut hendak melarikan diri, aku mengejarnya dan meninggalkan anakku. Maka kudengar teriakan bayi, ternyata anakku sudah berada di mulut serigala. Aku kembali hendak mengejarnya, namun sia-sia, serigala tersebut telah memakannya. Aku berbalik lagi, kukejar unta yang kabur, dan saat sudah dekat dengannya, salah satu kakinya menyepak wajahku. Hingga hancurlah keningku dan buta mataku.”

Sang Khalifah mendapatkan apa yang dia cari, Maha Baik Allah mengirim laki-laki untuk ‘Urwah. Sebab, ujiannya jauh lebih berat dari ‘Urwah. Diutuslah laki-laki tersebut kepada ‘Urwah untuk menceritakannya. Seusai ia bercerita, ‘Urwah berkata,

“Innalillahi wa inna illaaihi ra’jiun…”

Dalam do’anya, ‘Urwah berkata,

“Ya Allah, dulu aku memiliki empat anggota badan, dua tangan dan dua kaki. Lalu Engkau mengambil satu darinya dan Engkau menyisakan tiga darinya, maka segala puji bagi-Mu. Dulu aku memiliki empat orang putra, lalu Engkau mengambil salah satu darinya dan Engkau menyisakan tiga darinya, maka segala puji bagi-Mu.” isak ‘Urwah, “Demi Allah, seandainya Engkau mengambil, pasti Engkau menyisakan, dan seandainya Engkau memberi ujian pasti Engkau memberi kesembuhan.”

~

Inilah, ‘Urwah bin Az-Zubair. Inilah, kisah-kisah seorang hamba yang Allah berikan ujian hebat luarbiasa. Belum lagi, jika kita melihat ujian para Nabi.

Maka…. segala puji, hanya bagi Allah..

Inilah salah satu dari sekian rintik hujan yang Allah berikan, yang menyimpan berkah, menyimpan maksud dan tujuan.

Rasulullah ﷺ bersabda,

“Ujian itu akan selalu menimpa seorang hamba sampai Allah membiarkannya berjalan di atas bumi dengan tidak memiliki dosa.”

Dan cukuplah, segala ujian yang Allah berikan kepada kita menjadi sebaik-baiknya cara Allah membersihkan dosa-dosa kita. Sebab sungguh, apalah arti sakit di dunia jika dibandingkan dengan sakit di akhirat.. apalah arti tangis di dunia, jika dibandingkan dengan tangis karena siksa dan penyesalan di akhirat..

Mari, bukan lagi memfokuskan kepada apa yang telah hilang dan pergi. Melainkan, kepada apa yang masih Allah sisakan dari segala yang sudah tidak dimiliki. Betapa, betaaapa Allah Maha Baik. Dari sekian sakit yang mungkin bisa dihitung dengan hitungan jari, mampukah kita menghitung nikmat sehat yang sudah Allah beri? Mampukah kita mengkalkulasi, berapa banyak biaya oksigen yang Allah beri dari kita terlahir di muka bumi ini? Yakinkah.. kita merasa aman, jika tiba-tiba jantung ini bermasalah?

Maka bacalah, apa yang sudah tertulis dikalimat awal yang dikutip pada tulisan kali ini.. :’)

–Ibn Sabil

4 years ago

Nikmatnya bermesraan dengan Alqur'an

Berikut ini adalah delapan hal yang insyaaAllah membuat kita merasa nikmat menghafal Al-Qur’an. Tips ini kami dapatkan dari ust. Deden Makhyaruddin yang menghafal 30 juz dalam 19 hari (setoran) dan 56 hari untuk melancarkan.

Sebelum membaca lebih jauh, saya harap anda punya komitmen terlebih dahulu untuk meluangkan waktu satu jam per hari khusus untuk qur’an. Kapanpun itu, yang penting durasi satu jam.

Mau tahu lebih lanjut, yuk kita pelajari delapan prinsip dari beliau .

1. MENGHAFAL TIDAK HARUS HAFAL Allah memberi kemampuan menghafal dan mengingat yang berbeda-beda pada tiap orang. Bahkan imam besar dalam ilmu qiroat, guru dari Hafs -yang mana bacaan kita merujuk pada riwayatnya- yaitu Imam Asim menghafal Al-Quran dalam kurun waktu 20 tahun. Target menghafal kita bukanlah ‘ujung ayat’ tapi bagaimana kita menghabiskan waktu (durasi) yang sudah kita agendakan HANYA untuk menghafal.

2. BUKAN UNTUK DIBURU-BURU, BUKAN UNTUK DITUNDA-TUNDA Kalau kita sudah menetapkan durasi, bahwa dari jam 6 sampe jam 7 adalah WAKTU KHUSUS untuk menghafal misalnya, maka berapapun ayat yang dapat kita hafal tidak jadi masalah. Jangan buru-buru pindah ke ayat ke-2 jika ayat pertama belum benar-benar kita hafal. Nikmati saja saat-saat ini. Saat dimana kita bercengkrama dengan Allah. satu jam lho. Masak untuk urusan duniawi delapan jam betah, hehe. Inget, satu huruf melahirkan sepuluh pahala bukan? So, jangan buru-buru. Tapi ingat, juga bukan untuk ditunda-tunda. Habiskan saja durasi menghafal secara ‘PAS’.

3. MENGHAFAL BUKAN UNTUK KHATAM, TAPI UNTUK SETIA BERSAMA QUR’AN. Kondisi HATI yang tepat dalam menghafal adalah BERSYUKUR bukan BERSABAR. Tapi kita sering mendengar kalimat “Menghafal emang kudu sabar”, ya kan? Sebenarnya gak salah, hanya kurang pas saja. Kesannya ayat-ayat itu adalah sekarung batu di punggung kita, yang cepat-cepat kita pindahkan agar segera terbebas dari beban (khatam). Bukankah di awal surat Thoha Allah berfirman bahwa Al-Qur’an diturunkan BUKAN SEBAGAI BEBAN. Untuk apa khatam jika tidak pernah diulang? Setialah bersama Al-Qur’an.

4. SENANG DIRINDUKAN AYAT Ayat-ayat yang sudah kita baca berulang-ulang namun belum juga nyantol di memory, sebenarnya ayat itu lagi kangen sama kita. Maka katakanlah pada ayat tersebut “I miss you too…” hehe. Coba dibaca arti dan tafsirnya. Bisa jadi ayat itu adalah ‘jawaban’ dari ‘pertanyaan’ kita. Jangan buru-buru suntuk dan sumpek ketika gak hafal-hafal. Senanglah jadi orang yang dirindukan ayat.

5. MENGHAFAL SESUAP-SESUAP Nikmatnya suatu makanan itu terasa ketika kita sedang memakannya, bukan sebelum makan bukan pula setelahnya. Nikmatnya menghafal adalah ketika membaca berulang-ulang. Dan besarnya suapan juga harus pas di volume mulut kita agar makan terasa nikmat. Makan pake sendok teh gak nikmat karena terlalu sedikit, makan pake centong nasi bikin muntah karena terlalu banyak. Menghafal-pun demikian. Jika “’amma yatasa alun” terlalu panjang, maka cukuplah “’amma” diulang-ulang. Jika terlalu pendek maka lanjutkanlah sampai “’anin nabail ‘adzhim” kemudian diulang-ulang. Sesuaikan dengan kemampuan ‘mengunyah’ masing-masing anda.

6. FOKUS PADA PERBEDAAN, ABAIKAN PERSAMAAN “Fabi ayyi alaa’i rabbikuma tukadz dziban” jika kita hafal 1 ayat ini, 1 saja! maka sebenarnya kita sudah hafal 31 ayat dari 78 ayat yg ada di surat Ar-Rahman. Sudah hampir separuh surat kita hafal. Maka ayat ini dihafal satu kali saja, fokuslah pada ayat sesudahnya dan sebelumnya yang merangkai ayat tersebut.😎

7. MENGUTAMAKAN DURASI Seperti yang dijelaskan di atas, komitmenlah pada DURASI bukan pada jumlah ayat yang akan dihafal. Ibarat argo taxi, keadaan macet ataupun di tol dia berjalan dengan tempo yang tetap. Serahkan satu jam kita pada Allah.. syukur-syukur bisa lebih dari satu jam. Satu jam itu gak sampe 5 persen dari total waktu kita dalam sehari loh! Lima persen untuk Al-Quran, harus bisa dong ah…

8. PASTIKAN AYATNYA BERTAJWID Cari guru yang bisa mengoreksi bacaan kita. Bacaan tidak bertajwid yang ‘terlanjur’ kita hafal akan sulit dirubah/diperbaiki di kemudian hari (setelah kita tahu hukum bacaan yang sebenarnya). Jangan dibiasakan otodidak dalam hal apapun yang berkaitan dengan Al-Qur’an; membaca, mempelajari, mentadabburi, apalagi mengambil hukum dari Al-Quran.

NB: Setiap point dari 1 – 8 saling terkait.

Semoga bermanfaat, niat kami hanya ingin berbagi. Mungkin ini bisa jadi solusi bagi teman-teman yang merasa tertekan, bosan, bahkan capek dalam menghafal. Semoga kita istiqomah dalam bercengkrama dgn Qur'an..sebuah teguran terutama utk diri sy sendiri…

Sumber : Mba Anie di grup watsap i7

2 years ago

jalanan yang sangat akrab dan kukenali. Ini jalan menuju rumahku!

kenapa aku tiba-tiba berada di sini?

aku terdiam beberapa detik dan mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. walau ini terasa sangat aneh, aku bahagia karena aku pulang. Alhamdulillah.

Dengan setengah sadar aku segera berlari ke rumah, tempat hangat di mana keluargaku berada, tempat di mana aku melupakan kesepianku sejenak, tempat di mana aku tenggelam dalam riuh keramaian. tempat di mana aku merasa, aku ada.

Aku melihat mama sedang mengurus dua keponakanku yang masih balita. Mama duduk di sebuah kursi. Dan di saat inilah aku sadar bahwa semua ini hanya mimpi, hanya hayalan bawah sadarku saja, realitanya sekarang aku sedang tidur di atas kasur kamar nomor 8 yang berjarak ratusan kilometer dari rumah.

Aku menangis tersedu. "Ma maafkan aku ma", aku berulang kali merengek pada mama, memohon belas kasih, memohon maaf sebanyak-banyaknya. Air mataku terjatuh dengan derasnya, air mata yang terasa begitu nyata.

Mama tertawa, bahkan tawa renyah yang menenangkan hati itu belum pernah kulihat sebelumnya. "tidak apa-apa nak, tidak apa-apa."

Aku bangun dari tidurku. Dan memang semuanya hanya mimpi.

Aku tak tahu apa maksud dari mimpiku. Kuharap hanya sebuah bunga tidur. Kuharap mimpiku hanya memberikan sinyal bahwa aku rindu. sangat rindu.

Karena entah mengapa aku jadi takut. perasaan takut ini membuat aku merapalkan doa,

Ya Allah, tolong jaga mama, tolong jaga mama, tolong jaga mama.

Ya Allah, tolong panjangkan umur mama, tolong pertemukan kami pada pertemuan yang indah.

Ma, aku rindu ma, tolong jawab panggilan video call dariku. kenapa nomor whatsapp mu tidak berdering?

Ma, aku sayang mama :(((

4 years ago

Justru melalui hari yang sibuk dan padat itu menyenangkan, seharusnya aku khawatir tapi aku lupa meluangkan waktu untuk itu.

4 years ago

https://yasirmukhtar.tumblr.com/post/174510897403/sebungkus-garam-sebotol-air-dan-sebuah-danau

Yasir Mukhtar
Ketika hati saya gusar, terganggu akibat suatu peristiwa di luar diri saya, kadang saya teringat dengan kisah sebungkus garam, sebotol air,
1 year ago

Update.

Okay itu hanya perasaan suka yang hanya numpang lewat saja 🤣 now udah biasa lagi 🥰🥰

suka dalam diam

menyukai dia secara diam-diam, hanya Allah dan aku yang tahu kalau aku punya perasaan seperti ini untuknya.

aku diam-diam penasaran tentangnya, tapi tidak bisa bertanya apapun perihal dia... Karena aku tidak ingin memperlihatkan perasaanku ini pada siapapun walau secuil kecil.

ketika ada yang sedang menceritakan dia, walau ekspresiku biasa saja tapi... di dalam lubuk hatiku aku antusias mendengarkannya.

dan ketika ada yang tiba-tiba menyebutkan namanya langsung di depanku, dengan terpaksa aku harus berkata "tidak mengenalnya"

biarkan.

biarkan aku terus menyukainya dalam diam seperti ini, hingga perasaan ini lebur dengan sendirinya.

karena mungkin saja, dia telah terikat dengan seseorang yang telah menjadi belahan hidupnya, menjadi tanggung jawabnya.

aku ingin perasaan yang tidak seharusnya hadir ini segera lenyap dan pergi. kumohon segera pergi.

semoga tidak ada lagi momen berpapasan secara kebetulan dengannya, tidak ada lagi pandangan mata yang bertemu satu sama lain, tidak ada lagi suaranya yang tertuju kepadaku.

N.

4 years ago

Catatan Awam

Tulisan ini mungkin belum komprehensif. Tapi saya berharap bisa menceritakan sedikit perjalan pikiran saya. 

Catatan Awam

Sewaktu saya membaca perdebatan-perdebatan tentang jilbab di twitter, ada netizen yang sampai bilang:

“Emang Quraish Shihab ulama?“

Wabah Covid-19 ini memukul kita hampir di semua bidang. Ada banyak orang berilmu yang wafat. Baik dalam bidang agama, kesehatan, pendidikan dan yang lain sebagainya. Wafatnya orang berilmu sama artinya dengan diangkatnya sebagian ilmu Allah dari muka bumi. Maka ada baiknya kita selalu berdoa semoga para alim diberi kesehatan dan usia yang panjang. Ada baiknya jika kita berdoa agar Syaikh Qardhawi dicukupkan usianya untuk menulis tafsir Al Quran hingga selesai.

Tempo hari, ada temen saya yang chating dengan bahasan yang mengarah pada pendapat siapa yang benar dan siapa yang salah dalam hal kewajiban berjilbab. Saya sangat menghindari perdebatan ini karena saya tidak mendalami ilmu di bidang tersebut. Batasan saya sebagai awam hanyalah mengambil pendapat yang menurut saya lebih kuat. Kalaupun pendapat yang saya ambil ternyata keliru, saya cukup memohon kepada Allah agar memaklumi segala kekeliruan saya.

Dalam setiap disiplin ilmu (termasuk fiqih dan tafsir), ada metodologi penelitian yang baku. Metodologi penelitian tersebut dirumuskan sebagai ikhtiar para ulama untuk mendekati kebenaran. Jika ada dua ulama menjalankan penelitian masing-masing dan menghasilkan kesimpulan yang berbeda, selagi metodologi dalam disiplin ilmunya sudah dijalankan dengan baik, kita menghormati keduanya dan menjalankan adab sebagai awam. Sekalipun menolak hasilnya, ulamanya tetap kita hormati. Orang awam seperti kita hanya bisa membaca hasil dari metodologi penelitian yang dijalankan oleh ulama. Kita tidak punya kredibilitas yang cukup untuk mengkritisi. Maka cukup baca sebanyak-banyaknya dan hindari perdebatan. Mohonlah hidayah kepada Allah. Ini yang akan menyelamatkan kita.

Bulan ini, saya juga membaca buku Minhaj karya Ustadz Hamid Fahmy Zarkasyi. Buku ini bagus untuk pemula. Saya membaca buku ini atas rekomendasi @diahuha . Pas posting foto ini di story, ada teman yang membalas dan menanyakan tentang bagaimana sebenarnya stance saya terhadap feminisme? Kenapa masih membaca bukunya Gus Hamid?

Saya selama ini juga menolak berdebat tentang feminisme. Ternyata beberapa orang menyalahpahami sikap ini sebagai bentuk kesopanan karena sungkan kalau mau bilang mendukung feminis. Saya memahami Feminisme sebagai isme yang muncul dari barat. Sudah selesai di situ. Selebihnya, tidak ada beban untuk menolak atau mendukung.

Pola pikir manusia itu spektrumnya tidak biner. Saya hanya merasa bahwa obrolan tentang kesesuaian feminisme dengan Islam cukup dibahas ulama INSIST dan saya membaca hasilnya. Karena bagaimanapun, beliau lebih kompeten.

Di sisi lain, saya sendiri sempat mengkritisi tentang all male panel dalam kajian yang membahas wanita. Nah gara-gara ini, saya dianggap feminis. Saya menulis ini bukan untuk mengklarifikasi atau takut dianggap feminis. Saya cuma pengen menyampaikan pendapat aja bahwa hal-hal kayak gini ga bisa dipandang biner.

Sebagai perempuan yang bekerja di dunia teknik dimana dominasi laki-laki cukup kuat, saya merasa bahwa dalam mengambil kebijakan di ruang publik, perspektif perempuan tetap diperlukan agar kebijakan tersebut mengakomodasi kepentingan perempuan juga. Pun ketika kita bicara tentang perempuan, nggak bisa kalau semua panelnya laki-laki tanpa memperhatikan perspektif perempuan sama sekali.

Ada banyak contoh klasik dari dampak ketika perspektif perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan di ruang publik. Diantaranya:

Jarang ada kantor yang punya nursing room memadai.

Tidak ada cuti ayah saat ibu melahirkan padahal sekalipun si ibu mendapat cuti kerja 3 bulan, dia juga tetep butuh pendampingan suami untuk beradaptasi.

Tidak ada yang berpikir untuk menyediakan gym khusus perempuan padahal perempuan juga berhak sehat.

Tidak banyak day care yang dekat dengan perkantoran. Padahal kalau ada, ini ngebantu banget buat ibu yang berkhidmad di ruang publik.

Masih banyak lagi contohnya.

Feminis mendukung perjuangan perempuan. Islam juga. Tapi bukan berarti mereka sama. Karena feminisme bukan berasal dari Islam, kita pasti menemukan banyak perbedaan sekalipun persamaannya juga ada.

So, saya sudah berhenti berdebat di ranah ini. Cukuplah saya melihat apa yang terjadi di ruang publik. Secara teoritis, Islam sudah menjamin keamanan perempuan. Tapi, apakah ajaran islam tentang perempuan sudah kita laksanakan di ruang publik? Bagaimana kita bisa bicara ini dengan terbuka jika kita baru memulai percakapan tentang perempuan sedikit saja, kita langsung dituduh feminis dan harus diajak berdebat perkara konsep lagi? Padahal keperluan kita bicara tentang perempuan belum tentu untuk mengkritisi konsep Islam tentang perempuan. Akhirnya, kita gagal berdiskusi tentang masalah yang sedang kita hadapi.

Ini yang membuat saya mengambil sikap menjauhi perdebatan.

“Islam itu bukan disiplin ilmu karena tidak bisa difalsifikasi”

Rukun Islam dan Rukun Iman memang tidak bisa difalsifikasi karena ini berkaitan dengan kepercayaan.

Akan tetapi, dalam Islam, ada banyak sekali ruang untuk berdiskusi. Penentuan kewajiban hijab misalnya. Dalil kewajiban Islam asalnya dari Al Qur’an. Nah untuk menjabarkan ayat Al Qur’an sampai menjadi butir-butur hukum itu butuh proses tafsir. Saya biasa menyebut tafsir dengan kata “interpretasi” untuk menjelaskan ke teman-teman yang tidak familiar dengan istilah-istilah di bidang keilmuan islam.

Siapa yang menginterpretasikan? Ulama tafsir. Bagaimana ulama tafsir menginterpretasikan? Ada banyak metodenya. Bisa di-googling dengan keyword “Metodologi tafsir qur’an”. Nah, untuk bisa menjabarkan ayat sampai merumuskan jadi hukum, butuh kompetensi tertentu. Bisa juga di-googling kompetensinya.

Di sinilah hasil-hasil penafsiran punya ruang untuk didiskusikan dan diaudit metodenya. Kalau kita tidak punya kompetensi sebagai ahli tafsir ya jangan menafsirkan ayat sendiri sekalipun terjemahan dalam ayat tersebut terbaca jelas. Kenapa? Karena kita tidak tahu konteks turunnya ayat tersebut, kita tidak paham asbabun nuzulnya.

Dalam hal tafsir, untuk memudahkan diri, kita boleh berpegang pada satu ulama yang karyanya sudah umum diakui oleh jumhur ulama. Ibnu Katsir misalnya. Tapi sebagai awam, wilayah kita ya cukup itu. Mengutip interpretasi ulama dan menyampaikannya. Bukan menginterpretasikan sendiri. Kalau ternyata suatu hari kita menemukan bahwa tafsir Al Misbah bertentangan dengan Tafsir Ibnul Katsir, cukup sampaikan bahwa:

“Syaikh Ibnu Katsir berpendapat demikian“

“Ustadz Quraish Shihab berpendapat demikian“

“Ustadz xyz ngajarin saya buat ambil pendapat Ibnu Katsir karena begini, begitu, dll, dsb“

Sudah cukup itu. Insya Allah kita sudah berusaha menyelamatkan tercampurnya pendapat ulama dengan pendapat awam dalam hal agama.

Saya tidak fanatik pada pendapat satu ulama saja. Hanya saja, di sini saya berpikir, ustadz Quraish Shihab sehari-harinya menghabiskan waktu untuk membaca dan menulis buku. Beliau berikhtiar agar Islam lebih dipahami oleh awam. Kalaupun pendapat beliau ternyata kita tolak, pantaskah kita menghujat beliau jika kita sendiri jarang menyentuh Al Qur’an?

Ilmu itu mahal harganya. Butuh bertahun-tahun belajar dengan tekun.  Tapi, ilmu juga mudah sekali menguap. Entah karena awam yang tidak tahu posisi, entah karena ulama yang sudah berpulang. Jadi, kita sendiri harus berikhtiar mengumpulkan remah-remahnya sekuat tenaga.

“Agama banyak bertentangan dengan ilmu umum. Makanya kita nggak akan bisa menyatukannya“

Bagi saya, agama tidak bertentangan dengan ilmu umum. Hanya saja, kemampuan kita belum sampai untuk mempertemukan keduanya dan kita harus bersabar atas itu. Mempelajari ilmu yang dianggap sebagai ilmu umum (termasuk di antaranya ilmu tentang alam dan tentang manusia) adalah ikhtiar untuk memahami sunnatullah-Nya. Melengkapi puzzle-puzzle yang tidak kita tahu. Oleh karena itu, kita perlu belajar untuk menyimpan semua pendapat yang bertentangan dengan tenang. Tidak buru-buru menolak atau menerima. Disimpan saja jika memang belum bisa menentukan sikap. Disimpan sambil terus belajar dan berharap kelak Allah ngasih hidayah.

Saya mulai belajar melakukan ini ketika saya depresi karena wafatnya Ibu. Saya sudah ridho dengan wafatnya Ibu tapi kenapa saya masih depresi? Banyak ulama yang masih berpendapat bahwa depresi adalah akibat dari kurang iman. Di awal, saya kesal sekali. Tapi pelan-pelan saya memahami bahwa beban ulama berat sekali. Kita mempertanyakan semua masalah kehidupan ke satu orang. Sementara dalam perkara umum, kita tidak berani menanyakan Obat Kanker ke Sarjana Elektro. Artinya, kita sendiri sebenarnya sudah faham bahwa sebuah perkara harus diserahkan pada ahlinya. Namun kita masih belum memahami bahwa ilmu agama itu luas. Tidak ada ulama yang all in one memahami semua hal. Maka dari itu, untuk urusan pengobatan depresi, saya tetap berusaha ke SpKJ sekalipun ada temen yang bilang:

“Ikhtiar kamu jangan ke dunia thok. Tazkiyatun nafs juga. Sholat juga dibenerin“

Di awal-awal, saya mangkel banget dibilangi kayak gitu. Belakangan, saya bisa dengan tenang bilang:

“Insya Allah“

Seorang dokter jiwa itu mempelajari bagaimana cara kerja jiwa. Sama dengan Imam Ghazali dan ulama-ulama lain yang banyak mempelajari Tazkiyatun Nafs. Saat saya membaca terjemahan Kimiyaus Sa’adah, saya berusaha mengikuti konsep jiwa menurut Imam Ghazali. Tentu konsep jiwa menurut Imam Ghazali agak berbeda dengan konsep jiwa menurut Kedokteran Jiwa. Apakah dalam hal ini, kita langsung bisa bilang bahwa Imam Ghazali salah atau Ilmu Kejiwaan sudah westernize dan bertentangan dengan Islam? Tidak seperti itu. Sifat Ilmu itu terus berkembang. Cabang-cabangnya terus bertambah. Mungkin saja kedokteran jiwa melengkapi tazkiyatun nafs-nya Imam Ghazali atau sebaliknya. Untuk menghubungkan ini, butuh ikhtiar para alim di bidangnya juga.

Seringnya, ketika kita belajar Al Qur’an, kita benar-benar meninggalkan perspektif kita yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang kita punya. Begitupun sebaliknya. Ketika kita meneliti disiplin ilmu kita, perspektif sebagai muslim yang memahami qur’an, kita tinggalkan begitu saja.

Makanya saya bahagia ketika Syaikh Yasir Qadhi bilang bahwa mental ilness itu nyata dan profesional di bidang kesehatan bisa membantu. Beliau bilang begitu tanpa meninggalkan bahasan tentang Tazkiyatun Nafs. Dalam menghadapi mental ilness, sholat kadang membantu. Tapi kadang juga enggak. Sejak beliau bilang demikian, hati saya sedikit tenang.

Kenapa?

Karena depresi saya tidak berkurang ketika sholat atau membaca Al Qur’an. Ceramah syaikh Yashir Qadhi menguatkan saya. Mungkin obatnya memang tidak ada dalam ibadah mahdhah. Tapi bagaimanapun, ibadah wajib harus tetap dijalankan. Dan dalam sholat, saya berdoa agar selalu diberi kekuatan menghadapi ujian.

Ini yang menjadi titik balik saya untuk tidak banyak bicara tentang hal yang di luar keahlian saya agar suara saya tidak menutupi suara ahli yang asli.

Dulu pas awal-awal Covid-19, ada banyak orang yang bilang bahwa seorang muslim tidak akan terkena Covid karena sering berwudhu. Jika wudhu memang menenangkanmu, berwudhulah. Tapi jangan lupa bahwa yang memiliki kompetensi untuk berpendapat tentang virus Corona adalah orang yang belajar tentang virus. Bukan berarti kita menolak kekuasaan Allah. Virus itu makhluk Allah yang bekerja dengan mengikuti aturan-aturan-Nya. Aturan ini ada yang dipahami manusia dan ada yang tidak. Nah orang-orang yang sehari-harinya bekerja dengan virus ini lebih kompeten mempelajari bagaimana virus bekerja. Mempercayai mereka tidak equal dengan menolak kuasa Allah.

Jadi, jangan sampai kita berpikir pendek bahwa Islam hanyalah sebatas mukjizat. Islam mengajarkan kita bahwa semua makhluk mengikuti aturan-Nya. Hal tersebut tentunya sepaket dengan perintah bagi kita untuk belajar Al Quran serta mengamati bagaimana alam semesta bekerja biar kita bisa menjadi khalifah (caretaker) yang baik di muka bumi ini. Khalifah yang baik yang tidak mendzolimi sesama makhluk.

*

Betapa jarangnya kita bicara tentang alam sebagai orang yang beragama sampai tiba-tiba saja penyakit Zoonosis yang harusnya di hutan rimba jadi masuk habitat manusia Kita tidak sadar bahwa Covid-19 mungkin saja termasuk respon dari dzalimnya manusia terhadap ekosistem rimba. So, again, teruslah belajar. Perbaiki adab kita. Pahami posisi sebagai awam. Dengarkan pendapat ulama yang kompeten di bidangnya. Jangan mengambil panggung untuk hal-hal yang tidak kita kuasai.

*

Semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua.

Note: Tulisan ini juga diarsipkan di hellopersimmonpie.com

9 months ago
Tahun 2019 Lalu Pernah Buat Ini. Tapi Nyesel Cuma Sampe Bulan April :( Pas Dibaca Hari Ini Ternyata Se-memorable
Tahun 2019 Lalu Pernah Buat Ini. Tapi Nyesel Cuma Sampe Bulan April :( Pas Dibaca Hari Ini Ternyata Se-memorable
Tahun 2019 Lalu Pernah Buat Ini. Tapi Nyesel Cuma Sampe Bulan April :( Pas Dibaca Hari Ini Ternyata Se-memorable
Tahun 2019 Lalu Pernah Buat Ini. Tapi Nyesel Cuma Sampe Bulan April :( Pas Dibaca Hari Ini Ternyata Se-memorable

tahun 2019 lalu pernah buat ini. tapi nyesel cuma sampe bulan april :( pas dibaca hari ini ternyata se-memorable itu :”) gaperlu penjelasan panjang-panjang untuk me-recall ingatan. cukup satu-dua-tiga suku kata udah cukup menggambarkan setiap harinya. coba lagi, yuk, bulan depan. di akhir tahun baru diposting. jadi keliatan deh apa yang sudah dilaku dan dirasa setiap hari selama setahun. biar punya rekam jejak. biar setiap hari punya headline-nya sendiri-sendiri. agar tak ada yang luput dari istilah sabar dan syukur setiap harinya walau hidup se-roller coaster dan se-surprising itu. 도전!

  • arunikaswastamita
    arunikaswastamita liked this · 1 year ago
  • drinkwatersoon
    drinkwatersoon reblogged this · 2 years ago
drinkwatersoon - Jarang Mampir
Jarang Mampir

less is more

209 posts

Explore Tumblr Blog
Search Through Tumblr Tags