Update.

Update.

Okay itu hanya perasaan suka yang hanya numpang lewat saja 🤣 now udah biasa lagi 🥰🥰

suka dalam diam

menyukai dia secara diam-diam, hanya Allah dan aku yang tahu kalau aku punya perasaan seperti ini untuknya.

aku diam-diam penasaran tentangnya, tapi tidak bisa bertanya apapun perihal dia... Karena aku tidak ingin memperlihatkan perasaanku ini pada siapapun walau secuil kecil.

ketika ada yang sedang menceritakan dia, walau ekspresiku biasa saja tapi... di dalam lubuk hatiku aku antusias mendengarkannya.

dan ketika ada yang tiba-tiba menyebutkan namanya langsung di depanku, dengan terpaksa aku harus berkata "tidak mengenalnya"

biarkan.

biarkan aku terus menyukainya dalam diam seperti ini, hingga perasaan ini lebur dengan sendirinya.

karena mungkin saja, dia telah terikat dengan seseorang yang telah menjadi belahan hidupnya, menjadi tanggung jawabnya.

aku ingin perasaan yang tidak seharusnya hadir ini segera lenyap dan pergi. kumohon segera pergi.

semoga tidak ada lagi momen berpapasan secara kebetulan dengannya, tidak ada lagi pandangan mata yang bertemu satu sama lain, tidak ada lagi suaranya yang tertuju kepadaku.

N.

More Posts from Drinkwatersoon and Others

1 year ago

Doa Agar Tawakkal dan Mendapat Ampunan dari Allaah

اللَّهُمَّ لكَ أَسْلَمْتُ، وبكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنبَتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ المَقَدِّمُ وَأَنْتَ المَؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Alloohumma laka aslamtu, wa bika aamantu, wa 'alaika tawakkaltu, wa ilaika anabtu, wa bika khoosomtu, wa ilaika haakamtu, fagh-firlii maa qoddamtu wa maa akhkhortu, wa maa asrortu wa maa a'lantu, antal muqoddimu wa antal muakhkhiru, laa ilaha illa anta

Ya Allaah, hanya kepada-Mu aku berserah diri, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakkal, kepada-Mu aku kembali, kepada-Mu aku mengadu, dan kepada-Mu aku berhukum. Maka, ampunilah dosaku yang telah aku lakukan dan yang kemudian aku lakukan, yang aku sembunyikan dan yang aku tampakkan. Engkaulah yang mendahulukan dan Engkaulah yang mengakhirkan. Engkaulah Rabbku, tidak ada ilah yang hak diibadahi kecuali Engkau.

HR. Bukhari, no. 6317 dan Muslim, no. 769

4 years ago

seperti pepatah bilang, setiap penulis akan menemukan pembacanya. begitu pula setiap manusia akan menemukan manusia lain yang tertarik dengan dirinya dengan kriteria yg ada di dalam diri mereka masing-masing.

bukan hanya soal cantik atau tampan yang dikatakan cocok untuk diajak menjadi pasangan hidup. manusia yang penilaiannya sampai di mata cintanya juga sampai di mata. fisik yg utama.

"terlalu naif jika enggan memandang fisik" jika seseorang berkata demikian. ah kasihan. dia hanya belum menemukan seseorang seperti itu. padahal mereka ada, entah dibagian bumi sebelah mana. seseorang yang mencintai tidak sampai di mata saja.

11 months ago

Seberapa dekat dirimu dengan Al-Qur'an?

Salah satu dari sekian banyaknya kebaikan yang didapatkan dari dekatnya diri dengan Al-Qur'an adalah hati bisa menjadi lembut, dan hati yang lembut senantiasa dalam penjagaan Allaah, baik dalam bertutur kata maupun dalam perbuatan. Allaah tuntun untuk senantiasa berada dalam kelembutan.

Orang-orang yang menjaga kedekatannya dengan Al-Qur'an, maka bentuk keindahan dan ketenangan Al-Qur'an akan terpancar dari ucapan dan perbuatannya.

Ini bukan tentang penghafal Al-Qur'an. Tapi, tentang siapa yang dekat dengan Al-Qur'an, siapa saja yang berusaha tidak melepaskannya dalam sehari, walau hanya beberapa ayat saja.

Seberapa dekat dirimu dengan Al-Qur'an? Jika engkau selalu berusaha untuk tidak melewatkan hari tanpa membaca Al-Qur'an, maka bersyukurlah, bisa jadi engkau sudah menempatkan Al-Qur'an semakin dekat denganmu.

"Tidak kah kita malu, Allah beri 24 jam, dan tidak ada sedikitpun dari waktu itu kita gunakan untuk membaca Al-Qur'an?" —Syaikh Ali Jaber rahimahullah,

Meski hafalan Al-Qur'an kita hanyalah secuil saja, semoga Allaah senantiasa memberi kita taufik untuk terus membaca Al-Qur'an dan atau mempelajarinya setiap hari, membaca artinya dan meresapi maknanya. Aamiin Allaahumma Aamiin

—Mks, 10 dzulhijjah 1445

3 years ago

aku merenungi arti dari tumpukan materi, kurikulum, dan target capaian. Sebenarnya mereka ini apa ? kenapa aku harus sangat terpaku dan merasa was-was karenanya ?

Dahulu aku merasa, guru yang baik adalah guru yang mampu membuat muridnya berhasil menyelesaikan dan menguasai materi sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan, murid harus level up tepat disetiap musimnya. Dengan kata lain tujuan utama guru adalah mengisi tangki otak murid dengan berbagai macam materi dan memastikan murid dengan materi yang telah dipelajari dapat melewati ujian dengan hasil yang memuaskan. Kemudian angka yang tercetak pada surat yang berisi laporan hasil belajar murid menjadi tolak ukur keberhasilan guru dan murid. angka yang tertera tersebut adalah  representasi dari hasil usaha guru mengajarkan murid, dan murid belajar dari guru.

Hingga aku sadar bahwa murid-muridku adalah bunga berbeda jenis yang berkumpul disatu taman, bagaimana pun mereka memiliki waktu mekarnya masing-masing. 

2 years ago

lapor

Pasca aku kirim pesan ke dia pekan lalu dan mengungkapkan kerinduan aku *aelah wkwkwk, amazingly aku sudah gak kepikiran dia lagi sampai sekarang hahahaha.

ternyata bener ya perasaan itu perlu dirilis aja biar tenang 🤣😆

2 years ago

Sebuah perkembangan positif di pekan ini:

Alhamdulillah aku sudah berani tidur sendiri dengan mematikan lampu ruangan kamar.

sebelumnya aku tidak berani tidur sendiri dalam kondisi ruangan gelap karena takut. Padahal aku tahu tidur dalam kondisi ruangan terang itu tidak baik untuk kesehatan, beberapa kali aku mencoba tapi beberapa menit saja pikiranku sudah tidak karuan dan tidurku tidak nyaman, alhasil lampu kunyalakan lagi.

Tapi pekan ini aku berhasil :)) terjadi begitu saja.

Trigger nya adalah masalah jerawat di area sekitar alis dan mataku. saat aku mencari tahu, jerawat di area tsb bisa saja disebabkan karena pola tidur yang kurang baik.

Aku langsung mengamini karena memang cahaya terang membuat mataku bertahan untuk tidur lebih larut.

jadi kuputuskan di hari aku membaca artikel tersebut aku langsung menjadwalkan tidur di awal waktu dan mematikan lampu.

mungkin karena aku punya strong why dan strong will untuk melakukannya, aku tidak takut sama sekali tidur sendiri di kamarku yang gelap. Alhamdulillah :)))

dan yang kurasakan, saat bangun aku jadi lebih fresh dan lebih siap menyambut hari yang sibuk.

for my self, you're doing great job 🥺🥺

2 years ago

RWC #2 Write about your favorite traditional Ramadan dish and the memories associated with it.

Berbicara tentang hidangan tradisional favorit di bulan ramadan, aku perlu berpikir keras untuk hal ini. Sepertinya aku tidak punya kesukaan tertentu untuk hidangan sahur atau berbuka, karena hampir semuanya aku lahap dengan senang hati.

Tapi ada satu hidangan yang ingin kusebutkan di sini. Hidangan yang me-recall kenangan tentang ayahku. Ini tentang makanan kesukaan ayahku. Ibuku lebih banyak memasak makanan kesukaan ayah dibanding makanan kesukaan anak-anaknya. Haha, mungkin karena justru ayah yang paling rewel tentang makanan, beliau yang paling banyak yang me-request. Alhasil selera anak-anak ayah yaa sebagian besar mengikuti selera ayah juga.

Dan hidangan khas ramadan itu adalah... sayur kacang ijo, hidangan khas sahur keluarga kami (dulu).

jujur aku paling tidak selera dengan jenis menu itu. Satu-satunya makanan kesukaan ayah yang tak kusuka. Mama rutin membuatnya beberapa kali dalam sepekan, jadi gak setiap hari juga sih. Mau bagaimana lagi, ayah pasti nanyain kalau gak dimasakin wkwkwk.

Menurut ayah, sayur kacang ijo itu yang membuatnya kuat menahan lapar seharian. Mungkin udah ajaran turun-temurun dari ibunya ayah.

Namun, setelah ayah wafat, tidak ada lagi yang me-request menu sayur kacang ijo untuk menu sahur :((, sayang sekali anak-anaknya ayah malah kurang suka. Untuk kesekian tahun, menu sayur kacang ijo menghilang dari meja makan kami.

Ayah, Allahummaghfirlahu

1 year ago

suka dalam diam

menyukai dia secara diam-diam, hanya Allah dan aku yang tahu kalau aku punya perasaan seperti ini untuknya.

aku diam-diam penasaran tentangnya, tapi tidak bisa bertanya apapun perihal dia... Karena aku tidak ingin memperlihatkan perasaanku ini pada siapapun walau secuil kecil.

ketika ada yang sedang menceritakan dia, walau ekspresiku biasa saja tapi... di dalam lubuk hatiku aku antusias mendengarkannya.

dan ketika ada yang tiba-tiba menyebutkan namanya langsung di depanku, dengan terpaksa aku harus berkata "tidak mengenalnya"

biarkan.

biarkan aku terus menyukainya dalam diam seperti ini, hingga perasaan ini lebur dengan sendirinya.

karena mungkin saja, dia telah terikat dengan seseorang yang telah menjadi belahan hidupnya, menjadi tanggung jawabnya.

aku ingin perasaan yang tidak seharusnya hadir ini segera lenyap dan pergi. kumohon segera pergi.

semoga tidak ada lagi momen berpapasan secara kebetulan dengannya, tidak ada lagi pandangan mata yang bertemu satu sama lain, tidak ada lagi suaranya yang tertuju kepadaku.

N.

4 years ago

Melihat Keluarga seperti Melihat Perusahaan

Bismillah.

Baru-baru ini saya menyadari suatu hal: jika kita bisa memandang keluarga sebagaimana kita memandang sebuah perusahaan, maka mengelola keluarga ternyata bisa lebih challenging daripada mengelola perusahaan.

Di sisi lain, jika kita mau serius mengelola keluarga seserius kita mengelola perusahaan, maka reward yang akan kita rasakan juga akan jauh lebih besar dibanding jika kita mengelolanya “ala kadarnya” (seperti yang kita lakukan sekarang ini, mungkin).

Mari kita perhatikan beberapa aspek pada perusahaan yang bisa kita jadikan analogi terhadap keluarga: mengapa suatu perusahaan lahir, bagaimana suatu perusahaan dijalankan, dan bagaimana perusahaan berekspansi.

Pertama, mengapa suatu perusahaan lahir.

Paling tidak, biasanya ada dua alasan yang melatari lahirnya suatu perusahaan: (1) motif mencari keuntungan dan (2) hasrat ingin menyelesaikan suatu masalah atau ingin memberikan nilai tambah pada suatu hal.

Seberapa mungkin perusahaan yang lahir dengan proposisi lemah seperti “Ya, karena saya harus membangun perusahaan? Masa tidak? Emang saya harus ngapain lagi?” akan menjadi perusahaan yang sejahtera dan berumur panjang? (Sangat kecil kemungkinannya menurut common sense saya–tapi mungkin saya salah).

Sekarang coba kita jadikan ini analogi terhadap keluarga: mengapa suatu keluarga lahir. Kira-kira, keluarga seperti apa yang akan terbentuk jika alasan pernikahan dua insan yang membentuknya adalah, “Ya, karena saya harus? Karena semua orang melakukannya? Karena sudah saatnya? Masa ngga nikah?”.

Bahkan, menurut pendapat saya, alasan “Ingin beribadah” atau “Menunaikan sunnah Rasul” masih termasuk alasan yang terlalu general, terlalu luas, sehingga tidak menciptakan sense of direction–kita tahu tujuan spesifik kita, dan kita bisa mengukur di mana posisi kita saat ini relatif terhadap tujuan itu. Akibatnya, kehidupan setelah pernikahan seperti menaiki sekoci di lautan lepas tanpa kompas dan dayung, terombang ambing begitu saja, hanya mengandalkan takdir untuk bisa menemukan daratan.

Alih-alih, saya pikir sebaiknya dua insan yang mau menikah punya proposisi yang kuat untuk melakukan pernikahan. Meski trigger-nya adalah let’s say “cinta”, tapi ngga ada salahnya kita berefleksi dan menyepakati apa yang mau kita capai dengan pernikahan ini.

Mungkin sebagian dari kita dulu punya hal seperti ini (”Visi pernikahan: mengubah dunia menjadi lebih baik”), sayangnya di tengah perjalanan kita terdistraksi oleh berbagai hal lalu lupa–sebagaimana perusahaan yang sudah lahir, mulai established menjalani business as usual, lalu lupa akan true north star-nya.

Kedua, bagaimana suatu perusahaan dijalankan.

Katakanlah perusahaan mulai tumbuh. Hal-hal yang harus diurusi semakin banyak, sehingga perusahaan mulai hiring dan menempatkan orang dengan peran-peran spesifik.

Ada yang di-assign khusus mengurusi keuangan, ada yang khusus mengurusi manusia (HR), dan seterusnya. Semakin mature perusahaan, semakin banyak role “aneh” yang terbentuk dan memerlukan orang untuk memikirkannya, katakanlah impact manager, growth hacker, dan lainnya.

Dalam konteks perusahaan, hal ini gampang gampang susah. Tidak mudah, tapi selama ada uang dan ada leadership yang bagus, maka hal seperti ini bisa dikelola.

Dalam konteks keluarga, hal seperti itu susah susah gampang (susahnya 2x), karena kita tidak bisa hiring begitu saja. Beberapa tugas mungkin kita bisa assign ke orang lain, misalnya urusan beres-beres rumah ke asisten rumah tangga, urusan ngasuh anak sebagian kita berikan ke daycare/pengasuh/orang tua, urusan makanan kita assign ke GoFood. Tapi banyak sekali hal yang tidak bisa kita assign ke orang lain.

Urusan pengelolaan keuangan harus kita kerjakan sendiri (perencanaan, monitoring, evaluasi, dll) (kecuali kamu udah kaya dari dulu dan tinggal bayar financial advisor dan ikuti advice-nya, tapi saya ragu juga apakah kita bisa ikuti secara mindlessly).

Belum lagi urusan infrastruktur (sewa atau beli rumah? mobil, laptop, internet, mesin cuci, dll), itu semua harus direncanakan pengadaannya dan di-maintenance.

Belum lagi urusan pendidikan, baik formal maupun nonformal, bagi diri kita, pasangan kita, dan anak kita–tumbuh kembangnya, lingkungan pertemanannya, lingkungan sekitarnya (polusi? aman dari kejahatan? dll), dan banyak lagi. Variabelnya kompleks.

Belum lagi urusan hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan tetangga, hubungan dengan keluarga besar. Tidak bisa di-outsource.

Semua kompleksitas itu harus kita handle dengan dua kepala saja, kepala kita dan pasangan kita. Ini seperti punya perusahaan yang manajemennya cuma dua, lalu dua orang ini punya titel CEO, CFO, COO, CHRO, PR, dan berbagai peran lain secara horizontal dan vertikal.

Gimana tuh? Susah ngga?

Susah, kalau kita mau mengelola keluarga secara mindful, intensional, diniatin.

Gampang, kalau kita mau mengelola keluarga secara que sera sera, whatever will be will be, jadi apapun juga tidak peduli, tahu-tahu tua dan wafat.

Ketiga, bagaimana perusahaan berekspansi.

Suatu perusahaan bisa berekspansi jika model bisnis dasarnya sudah proven. Idealnya sih sudah profitable, walaupun dengan lahirnya tech startup kita melihat realitas lain (emang para unicorn itu udah profitable?).

Mereka sudah tidak struggle dengan urusan dasar lagi (highlight this, ini bottom line-nya). Mereka sibuk delivering more and more values untuk para pelanggan dan para pelanggan potensial. 

Contohnya Google (kalau yang ini sih udah profitable). Saking banyaknya duit dia, dia punya ruang yang sangat besar untuk melakukan berbagai eksperimen yang secara bisnis ngga jelas apakah akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan atau tidak. Disposable money, burn-able money.

Kalau eksperimennya gagal yowes, move on. Kalau berhasil ya bagus, bisa jadi sesuatu. Misalnya, mereka bikin autonomous car yang mungkin baru kerasa manfaatnya 20 tahun mendatang, atau mungkin ada yang masih inget Google Glass (yang nampaknya muncul terlalu dini), atau Google Loon yang menyediakan akses internet di area rural pake balon udara.

Kalau kita bawa ke konteks keluarga, ini adalah keluarga yang udah deliver values to the people outside their family. Entah mereka bikin buku yang mengubah hidup orang, atau bikin workshop mengenal tujuan hidup kayak temen saya, atau membuat lapangan pekerjaan buat warga sekitar, dan lainnya.

Apakah mereka sudah selesai dengan berbagai urusan mendasar? Ini pertanyaan yang tricky. Memangnya kapan urusan mendasar bisa dikatakan selesai? Sulit menjawabnya.

Pendapat saya adalah apapun kondisi “urusan mendasar” mereka, mereka sudah mampu memfokuskan perhatian dan energi mereka pada hal-hal di luar urusan mendasar itu (baca lagi bottom line di atas).

Mungkin secara materil uangnya ngga banyak. Mungkin uang kamu lebih banyak malah. Tapi mereka ngga ambil pusing dan ngga terlalu fokus di situ karena somehow mereka merasa aspek itu cukup lah.

Mungkin secara infrastruktur ngga sememadai infrastruktur kamu. Mungkin kamu ngga akan betah tinggal di rumah mereka. Tapi bagi mereka itu cukup, “let’s put our attention on something else”.

Kesimpulan.

Mungkin banyak dari kita yang mulai menjalani kehidupan keluarga secara business as usual. Berpindah dari satu gajian ke gajian lain, dari satu “pengen beli ini” ke “pengen beli ini” yang lain. Seriously, do you want to live your life like that forever?

Mungkin banyak juga dari kita yang lebih excited mengurusi pekerjaan di kantor, di kampus, atau di manapun tempat kita berkarya/mengabdi. Urusan rumah kita anggap membosankan, kurang menantang, tidak perlu mengeluarkan upaya terbaik kita (diajak ngobrol soal rumah sama pasangan, dalam hati kita “Apasih?”, “Yaudah nih uang biar cepet”). Padahal bahkan seorang CEO belum tentu bisa mengelola rumah tangganya sendiri sebaik ia mengelola perusahaannya (so probably it’s not as easy-boring as it seems).

Mungkin juga banyak dari kita yang menengok rumput tetangga via Instagram lalu muncul desiran “ingin seperti keluarga X tapi apalah daya takdirku begini”, lalu malah muncul penyakit hati iri dengki dan kawan-kawannya. Atau malah kita tidak mau kalah lalu berusaha mengimpresi orang-orang tentang keluarga kita, lalu kita menjadi budak citra, likes, dan pujian. Menderita ngga sih?

Mungkin dimulai dengan perspektif yang tepat, institusi yang namanya keluarga ini bisa jadi sarana aktualisasi diri kita yang utama. Mungkin dia bisa menjadi dongkrak atau bahkan rocketship bagi kita untuk jadi seseorang yang signifikan hidupnya.

  • drinkwatersoon
    drinkwatersoon reblogged this · 1 year ago
  • drinkwatersoon
    drinkwatersoon reblogged this · 1 year ago
drinkwatersoon - Jarang Mampir
Jarang Mampir

less is more

209 posts

Explore Tumblr Blog
Search Through Tumblr Tags