seperti pepatah bilang, setiap penulis akan menemukan pembacanya. begitu pula setiap manusia akan menemukan manusia lain yang tertarik dengan dirinya dengan kriteria yg ada di dalam diri mereka masing-masing.
bukan hanya soal cantik atau tampan yang dikatakan cocok untuk diajak menjadi pasangan hidup. manusia yang penilaiannya sampai di mata cintanya juga sampai di mata. fisik yg utama.
"terlalu naif jika enggan memandang fisik" jika seseorang berkata demikian. ah kasihan. dia hanya belum menemukan seseorang seperti itu. padahal mereka ada, entah dibagian bumi sebelah mana. seseorang yang mencintai tidak sampai di mata saja.
aku ngerasain banget gimana capeknya menjaga hati manusia, capek untuk selalu berusaha agar manusia bisa selalu seneng sama aku, takut mereka kecewa sama aku, takut mereka marah ataupun dendam.
aku juga kecewa kalau mendapati manusia yg gak menghargai aku, memandang aku sebelah, meremehkan aku.
menjaga hubungan dengan manusia itu sulit banget, apalagi manusia-manusia di luar hubungan keluarga. pengennya dihargai tapi gak mau menghargai.
jujur, aku ngerasa udah banyak mengalah sama manusia-manusia egois di sekeliling aku. tapi pada akhirnya aku mempertanyakan sendiri, buat apasih usaha aku selama ini menyenangkan mereka? toh mereka gak memikirkan perasaanku balik.
tapi setelah dipikir-pikir, karakter manusia emang seperti itu. maybe aku juga pernah jadi sosok antagonis di mata orang lain.
Bingung dan sedih mendengar keponakan aku yang masuk ke rumah sakit. Sakit yang cukup menyiksa untuk keponakan kecilku :((( aku hanya bisa bantu sedikit untuk dana pengobatannya đ
Aku tahu kakakku sedang tidak baik-baik saja sekarang. Pasti sedang panik dan sedih mendalam melihat anak sulungnya sakit. Ditambah pusing dengan biayanya.
Rayyan, cepat sembuh sayang ya. Insyaallah kita lewati tahun ini dengan meninggalkan seluruh sakit yang kamu rasa, nak. Insyaallah segera sehat dan ceria lagi đ€
Ingin ikut menunggu Rayyan di rumah sakit, ingin ikut memberikan bantuan yang sebanyak-banyaknya. Doa ammah selalu bersama Rayyan.
akhir cerita dari proses ta'aruf kemarin.
sesuai dengan prediksiku, prosesnya tidak berlanjut.
karena alasan suku. hehe.
yaa background suku dan bagaimana kita dibesarkan menurutku adalah salah satu variabel yang sangat harus dipertimbangkan. kalau siap dengan perbedaan silakan lanjut, kalau tidak ya cari another option.
he deserve better. halo kak! walau hanya mengenalmu melalui perantara, walau tidak bisa stalking akun IG mu karena di private, walau tidak bisa berkunjung ke akun linkedmu karena disana akan terlihat jelas siapa saja yang melihat profilmu, walau belum pernah saling berbicara langsung, jujur aku sangat bersyukur mengenal kakak melalui biodata yang dikirimkan oleh perantara. Aku tahu kakak orang yang baik, insyaAllah akan mendapat jodoh yang sepadan dengan kakak, biiznillah đž
Karena dari awal sudah nothing to lose, jadi sedikitpun aku tidak merasa kecewa. ini adalah pengalaman ta'aruf pertamaku. dari sini aku sadar masih sangat banyak yang harus aku pelajari dan aku persiapkan. ta'aruf pertama ini semacam titik balik untuk aku mengupgrade ilmu seputar rumah tangga dan pernikahan. karena punya ilmunya saja belum tentu melalui rumah tangga dengan lancar , apalagi kalau belum punya ilmunya. jadi, belajar tentang pernikahan itu harus sejak masa sendiri jangan saat jodoh sudah di depan mata baru mau belajar. hehe.
untuk jodoh di masa depan, datanglah di saat yang tepat ya đ
salah satu kejadian sedih hari ini yang pengen aku tulis.
dia, rekan yang bertugas bersamaku menjaga pintu gerbang. saat jam tugas tadi dia gak dateng. aku bertugas sendiri, aku coba chat siapa tau lupa, tapi tidak dibalas. padahal centang dua.
aku kira bakal sedih banget bertugas sendirian. kasian kan aku gak ada temennya. tapi bu M peka banget mau nemenin :)) masyaallah.
pas pulang, dia lagi duduk deket mesin ceklok. pas aku dateng tiba-tiba jadi pendiem. gak nyapa. padahal sehari-hari bertugas bersama đ aku coba tanya, di jawab pake suara kecil dan singkat. oh yaudah.
di pinggir jalan, aku lagi nunggu angkot dan dia lewat. aku tau dia udah lihat aku. aku sapa, tapi dia pura-pura lihat kedepan, alias pura-pura gak lihat aku. wkwkw.
aku miris. miris banget sama diriku sendiri.
akhir-akhir ini perlakuan orang-orang ke aku kok jadi berbeda ya. :(
jujur, sesedih ini diperlakuin kayak gitu oleh manusia.
kalau banyak yang kayak gitu ke aku. berarti yang salah aku dong. berarti ada sesuatu di aku dong. tapi jujur aku gak merasa gak melakukan apapun. aku hanya jadi diriku sehari-hari yang seperti biasanya.
tapi kenapa tiba-tiba orang cuek sama aku ya?
aku sampe kepikiran, apa yang salah di aku?
mungkin emang banyak yang salah, aku aja yg gak nyadar.
poor me.
Ada banyak emosi yang terus menerus diarahkan kepada Rasulullah. Makian, kemarahan, perendahan harga diri, pembunuhan orang tersayang, tuduhan tidak benar, pemboikotan satu kaum, penganiayaan verbal dan fisik, serta perilaku biadab lainnya, nggak mungkin hal-hal kaya gitu nggak meninggalkan bekas trauma.
Aku, kalau jadi Rasulullah, kayanya nggak tahan untuk tetap diam. Kita sama-sama tahu, Rasulullah juga manusia, punya hati dan emosi untuk merasakan. Tapi kenapa, hal-hal traumatis itu nggak jadi penyakit hati? Nggak jadi bikin pengen balas dendam?
Rasulullah rutin me-release semua rasa sedih, rasa nggak terima, rasa pengen membalas, dan kemarahan itu dengan tahajjud. Beliau juga rutin membersihkan dirinya dari penyakit hati dengan istighfar. Beliau mampu menahan diri dari ledakan emosionalnya. "Alarmnya" nggak sesenggol bacok itu sebab ditahan oleh pemahaman yang baik tentang Allah dan manusia, dan hatinya tidak sempit karena ucapan-ucapan manusia.
Kenapa? Shalih artinya lurus, konsisten. Benar pikirannya, benar ucapannya, benar tindakannya. Ketiganya selaras dan sinkron, dan da'i memang seharusnya begitu. Mereka tidak akan mengucapkan apa yang tidak mereka perbuat.
Dan itu dimulai dengan tahajjud, yakni ibadah yang dilakukan di saat sendiri. Saat kita memang hanya ingin dilihat oleh Allah saja. Kalau udah jujur kepada Allah, artinya akan punya integritas untuk kemudian jujur dalam tindakan-tindakan yang akan dilihat manusia, sehingga meskipun tindakannya dilihat manusia, mereka tidak melakukannya untuk mengesankan manusia.
Maka diam itu benar-benar emas ketika hati ingin menjelaskan berlebihan hanya untuk membersihkan nama baik kita. Ketika kita mungkin ingin mengeluarkan muntahan emosional yang justru kadang malah merugikan martabat kita. Hanya orang-orang yang bertahajjud yang mampu tetap menahan diri dan memelihara kehormatannya saat satu dunia menyalahpahami dan mendzoliminya.
Diamlah, biarkan kekuasaan Allah yang bicara untuk meluruskan pemikiran dan ucapan orang lain yang bengkok. Diamlah, yang terpenting adalah kedudukanmu di hadapan Allah, bukan di hadapan manusia. Diamlah, manusia tidak menginginkan penjelasan darimu, tetapi Allah senantiasa menginginkan perbaikan darimu. Manusia mencemarkan nama baikmu sedangkan Allah selalu menjaga aib-aibmu.
â Giza, kali ini tolong lanjutkan perjalanan sambil hanya ingin dilihat Allah
today is my bad day :(
hari ini aku bertengkar dengan admin lembaga privatku. Entah kenapa aku mempermasalahkan hal-hal kecil dan merasa sangat tersudutkan.
katanya kenapa aku malah ngomel-ngomel ?
hufhh, kepada admin tersebut aku sudah meminta maaf dan memilih untuk resign:))
disatu sisi aku senang karena aku mendapatkan weekend bebasku lagi, disatu sisi aku sedih mengapa aku harus resign dgn cara seperti ini :((
Rabbighfirliyy
pelajaran buatku lagi agar lebih bisa bersabar dan menjaga sikap. Agar lebih bisa menerima apa adanya dan memaklumi hal-hal yang terjadi tidak sesuai dgn keinginanku.
wahai diri, semoga bisa lebih baik lagi đ„șđ„ș
Sejak lulus SMA atau bahkan during SMA, sampai sekarang setelah difikir-fikir secara mendalam ternyata sama sekali belum ada interaksi akrab dengan laki laki selain saudara kandung. Saat SMP suka bgt dijodoh jodohin sama temen atau adik kelas yang akhirnya bikin baper dan cinta cintaan monyet wkwkw tapi gak sampai akrab dengan temen laki apalagi pacaran sih. Alhamdulillah gak pernah rasain pacaran sampai sekarang :), nanti aja yaa abis nikah. Aamiiin. Lingkungan pertemanan yang minim interaksi dengan lawan jenis tuh ngaruh bgt ampe kalau lewat atau ngumpul di tempat yang banyak laki-lakinya jadi gak nyaman.
Dan aku merasaaa sangat tenang, tanpa harus memikirkan orang lain hahaha. Lihat temen tuh kayaknya galau amat mikirin lelaki yang belum jelas nemenin dia di meja Ijab Qabul....berkali-kali dibaperin trus ujung-ujungnya ditinggalin tuh kayaknya miris bgt say :))). Malu sendiri gak sih kalau mikirin masa lalu yang pernah saling perhatian ke orang lain dan sekarang udah gak saling sapa hehe ( don't judge )
Beberapa ada yang pernah deketin ( by chat saja ), bahkan ngajakin taaruf wkwkwk. Tapi gak ada yg digubris karena emang lagi gak mau deket sama siapapun ( laki-laki ). Alasannya takut baper yang sia-sia dan jatuhnya khalwat berujung maksiat, naudzu billah.
Masalah jodoh emang belum aku permasalahkan, masih enjoy bgt dengan kondisi sekarang yg masih sendiri dan temen temen seangkatan udah mulai sebar undangan hoho. ( gatau minggu depan haha )
Yuk menjaga diri aja, memantaskan diri dihadapanNya... yang lebih penting untuk kita khawatirkan dan kita fikirkan đ„ș Allohummaghfirliii
suka dalam diam
menyukai dia secara diam-diam, hanya Allah dan aku yang tahu kalau aku punya perasaan seperti ini untuknya.
aku diam-diam penasaran tentangnya, tapi tidak bisa bertanya apapun perihal dia... Karena aku tidak ingin memperlihatkan perasaanku ini pada siapapun walau secuil kecil.
ketika ada yang sedang menceritakan dia, walau ekspresiku biasa saja tapi... di dalam lubuk hatiku aku antusias mendengarkannya.
dan ketika ada yang tiba-tiba menyebutkan namanya langsung di depanku, dengan terpaksa aku harus berkata "tidak mengenalnya"
biarkan.
biarkan aku terus menyukainya dalam diam seperti ini, hingga perasaan ini lebur dengan sendirinya.
karena mungkin saja, dia telah terikat dengan seseorang yang telah menjadi belahan hidupnya, menjadi tanggung jawabnya.
aku ingin perasaan yang tidak seharusnya hadir ini segera lenyap dan pergi. kumohon segera pergi.
semoga tidak ada lagi momen berpapasan secara kebetulan dengannya, tidak ada lagi pandangan mata yang bertemu satu sama lain, tidak ada lagi suaranya yang tertuju kepadaku.
N.
Tulisan ini mungkin belum komprehensif. Tapi saya berharap bisa menceritakan sedikit perjalan pikiran saya.Â
Sewaktu saya membaca perdebatan-perdebatan tentang jilbab di twitter, ada netizen yang sampai bilang:
âEmang Quraish Shihab ulama?â
Wabah Covid-19 ini memukul kita hampir di semua bidang. Ada banyak orang berilmu yang wafat. Baik dalam bidang agama, kesehatan, pendidikan dan yang lain sebagainya. Wafatnya orang berilmu sama artinya dengan diangkatnya sebagian ilmu Allah dari muka bumi. Maka ada baiknya kita selalu berdoa semoga para alim diberi kesehatan dan usia yang panjang. Ada baiknya jika kita berdoa agar Syaikh Qardhawi dicukupkan usianya untuk menulis tafsir Al Quran hingga selesai.
Tempo hari, ada temen saya yang chating dengan bahasan yang mengarah pada pendapat siapa yang benar dan siapa yang salah dalam hal kewajiban berjilbab. Saya sangat menghindari perdebatan ini karena saya tidak mendalami ilmu di bidang tersebut. Batasan saya sebagai awam hanyalah mengambil pendapat yang menurut saya lebih kuat. Kalaupun pendapat yang saya ambil ternyata keliru, saya cukup memohon kepada Allah agar memaklumi segala kekeliruan saya.
Dalam setiap disiplin ilmu (termasuk fiqih dan tafsir), ada metodologi penelitian yang baku. Metodologi penelitian tersebut dirumuskan sebagai ikhtiar para ulama untuk mendekati kebenaran. Jika ada dua ulama menjalankan penelitian masing-masing dan menghasilkan kesimpulan yang berbeda, selagi metodologi dalam disiplin ilmunya sudah dijalankan dengan baik, kita menghormati keduanya dan menjalankan adab sebagai awam. Sekalipun menolak hasilnya, ulamanya tetap kita hormati. Orang awam seperti kita hanya bisa membaca hasil dari metodologi penelitian yang dijalankan oleh ulama. Kita tidak punya kredibilitas yang cukup untuk mengkritisi. Maka cukup baca sebanyak-banyaknya dan hindari perdebatan. Mohonlah hidayah kepada Allah. Ini yang akan menyelamatkan kita.
Bulan ini, saya juga membaca buku Minhaj karya Ustadz Hamid Fahmy Zarkasyi. Buku ini bagus untuk pemula. Saya membaca buku ini atas rekomendasi @diahuha . Pas posting foto ini di story, ada teman yang membalas dan menanyakan tentang bagaimana sebenarnya stance saya terhadap feminisme? Kenapa masih membaca bukunya Gus Hamid?
Saya selama ini juga menolak berdebat tentang feminisme. Ternyata beberapa orang menyalahpahami sikap ini sebagai bentuk kesopanan karena sungkan kalau mau bilang mendukung feminis. Saya memahami Feminisme sebagai isme yang muncul dari barat. Sudah selesai di situ. Selebihnya, tidak ada beban untuk menolak atau mendukung.
Pola pikir manusia itu spektrumnya tidak biner. Saya hanya merasa bahwa obrolan tentang kesesuaian feminisme dengan Islam cukup dibahas ulama INSIST dan saya membaca hasilnya. Karena bagaimanapun, beliau lebih kompeten.
Di sisi lain, saya sendiri sempat mengkritisi tentang all male panel dalam kajian yang membahas wanita. Nah gara-gara ini, saya dianggap feminis. Saya menulis ini bukan untuk mengklarifikasi atau takut dianggap feminis. Saya cuma pengen menyampaikan pendapat aja bahwa hal-hal kayak gini ga bisa dipandang biner.
Sebagai perempuan yang bekerja di dunia teknik dimana dominasi laki-laki cukup kuat, saya merasa bahwa dalam mengambil kebijakan di ruang publik, perspektif perempuan tetap diperlukan agar kebijakan tersebut mengakomodasi kepentingan perempuan juga. Pun ketika kita bicara tentang perempuan, nggak bisa kalau semua panelnya laki-laki tanpa memperhatikan perspektif perempuan sama sekali.
Ada banyak contoh klasik dari dampak ketika perspektif perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan di ruang publik. Diantaranya:
Jarang ada kantor yang punya nursing room memadai.
Tidak ada cuti ayah saat ibu melahirkan padahal sekalipun si ibu mendapat cuti kerja 3 bulan, dia juga tetep butuh pendampingan suami untuk beradaptasi.
Tidak ada yang berpikir untuk menyediakan gym khusus perempuan padahal perempuan juga berhak sehat.
Tidak banyak day care yang dekat dengan perkantoran. Padahal kalau ada, ini ngebantu banget buat ibu yang berkhidmad di ruang publik.
Masih banyak lagi contohnya.
Feminis mendukung perjuangan perempuan. Islam juga. Tapi bukan berarti mereka sama. Karena feminisme bukan berasal dari Islam, kita pasti menemukan banyak perbedaan sekalipun persamaannya juga ada.
So, saya sudah berhenti berdebat di ranah ini. Cukuplah saya melihat apa yang terjadi di ruang publik. Secara teoritis, Islam sudah menjamin keamanan perempuan. Tapi, apakah ajaran islam tentang perempuan sudah kita laksanakan di ruang publik? Bagaimana kita bisa bicara ini dengan terbuka jika kita baru memulai percakapan tentang perempuan sedikit saja, kita langsung dituduh feminis dan harus diajak berdebat perkara konsep lagi? Padahal keperluan kita bicara tentang perempuan belum tentu untuk mengkritisi konsep Islam tentang perempuan. Akhirnya, kita gagal berdiskusi tentang masalah yang sedang kita hadapi.
Ini yang membuat saya mengambil sikap menjauhi perdebatan.
âŠ
âIslam itu bukan disiplin ilmu karena tidak bisa difalsifikasiâ
Rukun Islam dan Rukun Iman memang tidak bisa difalsifikasi karena ini berkaitan dengan kepercayaan.
Akan tetapi, dalam Islam, ada banyak sekali ruang untuk berdiskusi. Penentuan kewajiban hijab misalnya. Dalil kewajiban Islam asalnya dari Al Qurâan. Nah untuk menjabarkan ayat Al Qurâan sampai menjadi butir-butur hukum itu butuh proses tafsir. Saya biasa menyebut tafsir dengan kata âinterpretasiâ untuk menjelaskan ke teman-teman yang tidak familiar dengan istilah-istilah di bidang keilmuan islam.
Siapa yang menginterpretasikan? Ulama tafsir. Bagaimana ulama tafsir menginterpretasikan? Ada banyak metodenya. Bisa di-googling dengan keyword âMetodologi tafsir qurâanâ. Nah, untuk bisa menjabarkan ayat sampai merumuskan jadi hukum, butuh kompetensi tertentu. Bisa juga di-googling kompetensinya.
Di sinilah hasil-hasil penafsiran punya ruang untuk didiskusikan dan diaudit metodenya. Kalau kita tidak punya kompetensi sebagai ahli tafsir ya jangan menafsirkan ayat sendiri sekalipun terjemahan dalam ayat tersebut terbaca jelas. Kenapa? Karena kita tidak tahu konteks turunnya ayat tersebut, kita tidak paham asbabun nuzulnya.
Dalam hal tafsir, untuk memudahkan diri, kita boleh berpegang pada satu ulama yang karyanya sudah umum diakui oleh jumhur ulama. Ibnu Katsir misalnya. Tapi sebagai awam, wilayah kita ya cukup itu. Mengutip interpretasi ulama dan menyampaikannya. Bukan menginterpretasikan sendiri. Kalau ternyata suatu hari kita menemukan bahwa tafsir Al Misbah bertentangan dengan Tafsir Ibnul Katsir, cukup sampaikan bahwa:
âSyaikh Ibnu Katsir berpendapat demikianâ
âUstadz Quraish Shihab berpendapat demikianâ
âUstadz xyz ngajarin saya buat ambil pendapat Ibnu Katsir karena begini, begitu, dll, dsbâ
Sudah cukup itu. Insya Allah kita sudah berusaha menyelamatkan tercampurnya pendapat ulama dengan pendapat awam dalam hal agama.
Saya tidak fanatik pada pendapat satu ulama saja. Hanya saja, di sini saya berpikir, ustadz Quraish Shihab sehari-harinya menghabiskan waktu untuk membaca dan menulis buku. Beliau berikhtiar agar Islam lebih dipahami oleh awam. Kalaupun pendapat beliau ternyata kita tolak, pantaskah kita menghujat beliau jika kita sendiri jarang menyentuh Al Qurâan?
Ilmu itu mahal harganya. Butuh bertahun-tahun belajar dengan tekun. Â Tapi, ilmu juga mudah sekali menguap. Entah karena awam yang tidak tahu posisi, entah karena ulama yang sudah berpulang. Jadi, kita sendiri harus berikhtiar mengumpulkan remah-remahnya sekuat tenaga.
âAgama banyak bertentangan dengan ilmu umum. Makanya kita nggak akan bisa menyatukannyaâ
Bagi saya, agama tidak bertentangan dengan ilmu umum. Hanya saja, kemampuan kita belum sampai untuk mempertemukan keduanya dan kita harus bersabar atas itu. Mempelajari ilmu yang dianggap sebagai ilmu umum (termasuk di antaranya ilmu tentang alam dan tentang manusia) adalah ikhtiar untuk memahami sunnatullah-Nya. Melengkapi puzzle-puzzle yang tidak kita tahu. Oleh karena itu, kita perlu belajar untuk menyimpan semua pendapat yang bertentangan dengan tenang. Tidak buru-buru menolak atau menerima. Disimpan saja jika memang belum bisa menentukan sikap. Disimpan sambil terus belajar dan berharap kelak Allah ngasih hidayah.
Saya mulai belajar melakukan ini ketika saya depresi karena wafatnya Ibu. Saya sudah ridho dengan wafatnya Ibu tapi kenapa saya masih depresi? Banyak ulama yang masih berpendapat bahwa depresi adalah akibat dari kurang iman. Di awal, saya kesal sekali. Tapi pelan-pelan saya memahami bahwa beban ulama berat sekali. Kita mempertanyakan semua masalah kehidupan ke satu orang. Sementara dalam perkara umum, kita tidak berani menanyakan Obat Kanker ke Sarjana Elektro. Artinya, kita sendiri sebenarnya sudah faham bahwa sebuah perkara harus diserahkan pada ahlinya. Namun kita masih belum memahami bahwa ilmu agama itu luas. Tidak ada ulama yang all in one memahami semua hal. Maka dari itu, untuk urusan pengobatan depresi, saya tetap berusaha ke SpKJ sekalipun ada temen yang bilang:
âIkhtiar kamu jangan ke dunia thok. Tazkiyatun nafs juga. Sholat juga dibenerinâ
Di awal-awal, saya mangkel banget dibilangi kayak gitu. Belakangan, saya bisa dengan tenang bilang:
âInsya Allahâ
Seorang dokter jiwa itu mempelajari bagaimana cara kerja jiwa. Sama dengan Imam Ghazali dan ulama-ulama lain yang banyak mempelajari Tazkiyatun Nafs. Saat saya membaca terjemahan Kimiyaus Saâadah, saya berusaha mengikuti konsep jiwa menurut Imam Ghazali. Tentu konsep jiwa menurut Imam Ghazali agak berbeda dengan konsep jiwa menurut Kedokteran Jiwa. Apakah dalam hal ini, kita langsung bisa bilang bahwa Imam Ghazali salah atau Ilmu Kejiwaan sudah westernize dan bertentangan dengan Islam? Tidak seperti itu. Sifat Ilmu itu terus berkembang. Cabang-cabangnya terus bertambah. Mungkin saja kedokteran jiwa melengkapi tazkiyatun nafs-nya Imam Ghazali atau sebaliknya. Untuk menghubungkan ini, butuh ikhtiar para alim di bidangnya juga.
Seringnya, ketika kita belajar Al Qurâan, kita benar-benar meninggalkan perspektif kita yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang kita punya. Begitupun sebaliknya. Ketika kita meneliti disiplin ilmu kita, perspektif sebagai muslim yang memahami qurâan, kita tinggalkan begitu saja.
Makanya saya bahagia ketika Syaikh Yasir Qadhi bilang bahwa mental ilness itu nyata dan profesional di bidang kesehatan bisa membantu. Beliau bilang begitu tanpa meninggalkan bahasan tentang Tazkiyatun Nafs. Dalam menghadapi mental ilness, sholat kadang membantu. Tapi kadang juga enggak. Sejak beliau bilang demikian, hati saya sedikit tenang.
Kenapa?
Karena depresi saya tidak berkurang ketika sholat atau membaca Al Qurâan. Ceramah syaikh Yashir Qadhi menguatkan saya. Mungkin obatnya memang tidak ada dalam ibadah mahdhah. Tapi bagaimanapun, ibadah wajib harus tetap dijalankan. Dan dalam sholat, saya berdoa agar selalu diberi kekuatan menghadapi ujian.
Ini yang menjadi titik balik saya untuk tidak banyak bicara tentang hal yang di luar keahlian saya agar suara saya tidak menutupi suara ahli yang asli.
Dulu pas awal-awal Covid-19, ada banyak orang yang bilang bahwa seorang muslim tidak akan terkena Covid karena sering berwudhu. Jika wudhu memang menenangkanmu, berwudhulah. Tapi jangan lupa bahwa yang memiliki kompetensi untuk berpendapat tentang virus Corona adalah orang yang belajar tentang virus. Bukan berarti kita menolak kekuasaan Allah. Virus itu makhluk Allah yang bekerja dengan mengikuti aturan-aturan-Nya. Aturan ini ada yang dipahami manusia dan ada yang tidak. Nah orang-orang yang sehari-harinya bekerja dengan virus ini lebih kompeten mempelajari bagaimana virus bekerja. Mempercayai mereka tidak equal dengan menolak kuasa Allah.
Jadi, jangan sampai kita berpikir pendek bahwa Islam hanyalah sebatas mukjizat. Islam mengajarkan kita bahwa semua makhluk mengikuti aturan-Nya. Hal tersebut tentunya sepaket dengan perintah bagi kita untuk belajar Al Quran serta mengamati bagaimana alam semesta bekerja biar kita bisa menjadi khalifah (caretaker) yang baik di muka bumi ini. Khalifah yang baik yang tidak mendzolimi sesama makhluk.
*
Betapa jarangnya kita bicara tentang alam sebagai orang yang beragama sampai tiba-tiba saja penyakit Zoonosis yang harusnya di hutan rimba jadi masuk habitat manusia Kita tidak sadar bahwa Covid-19 mungkin saja termasuk respon dari dzalimnya manusia terhadap ekosistem rimba. So, again, teruslah belajar. Perbaiki adab kita. Pahami posisi sebagai awam. Dengarkan pendapat ulama yang kompeten di bidangnya. Jangan mengambil panggung untuk hal-hal yang tidak kita kuasai.
*
Semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua.
Note: Tulisan ini juga diarsipkan di hellopersimmonpie.com