i'm here, di dalam bus primajasa jurusan Bandung - bandara soekarno hatta. penerbanganku pada pukul 1 dini hari. Semoga aku tiba tepat waktu.
ada satu momen manis yg ingin kukenang pada hari. Teh Lia terlihat surprised dengan koper besarku. Kata Teh Lia, dia tidak pernah bepergian jauh, jadi dia tidak tau bagaimana rasanya berpergian dengan membawa koper.
"Duh, kamu mau mudik aja udah bikin sedih, gimana kalau kamu pindahan. Teteh bakal sedih banget"
aku terharu mendengar cuitan teh Lia yang terasa tulus sampai ke hati. Aku selalu percaya hati selalu berhubungan dengan hati. Jika tulus, langsung terasa aja gitu.
padahal beberapa hari yang lalu, sambil memaksakan diri untuk menikmati small walking menuju angkot, aku sudah merencanakannya. Aku pikir keputusanku sudah bulat untuk pindah ke kosan yang lebih dekat dengan tempat kerjaku. Walau telah berusaha untuk memikirkan dampak positif dari berjalan jauh dengan beban tas laptop di punggung hanya untuk meraih angkot, pada akhirnya aku tetap saja mengeluh. Kenapa makin hari tempat ngetem angkot tambah jauh? kenapa makin hari ngetemnya semakin tidak berperikemanusiaan? sibuk sekali aku membandingkan perilaku angkot bandung dengan yang ada di jakarta, bahkan dengan daerah asalku. hanya di kota Bandung aku merasakan kekesalan tingkat tinggi karena menunggu angkot ngetem. apalagi 20 menitku yang sebelumnya habis hanya untuk berjalan menuju angkot.
aku sudah menandai calon kosanku yang baru. Setelah lebaran apa aku bisa pindah?
tapi pemikiran itu musnah, manakala mengingat kebaikan-kebaikan dan ketulusan teh Lia. Bagiku teh Lia bukan hanya penjaga kosan pa Masri, beliau lebih dari keluarga di tanah rantau yang sepi nan sendu ini.
makasih teh Lia.
gak pede nge tag temen di IG story karena gak pernah di repost 🤣 ada yang sama?
Allah selalu punya cara untuk menjatuhkan daun yang kering, yang akhirnya tersapu oleh mereka yang bertugas, Allah juga selalu punya cara untuk menumbuhkan tunas baru di atas tanah yang kering, bagaimana pun keadaannya. Begitu pula dengan semua harapan, mudah bagi Allah untuk membuat harapanmu mati, atau menumbuhkan harapan baru yang kamu yakini telah tiada. Semua mudah bagi Allah, tapi bagimu semuanya sulit dan rumit jika tanpa-Nya.
Segala sesuatu jika tanpa-Nya tidak akan pernah menjadi apa-apa, akan gagal dan akan hancur tiada sisa. Bagaimana bisa manusia sombong dengan usaha dan hanya mengandalkan tangannya ? Benar saja yang pertama kali Allah ajarkan kepada kita dalam kisah nabi Adam adalah soal kepatuhan, agar kita tidak sombong dengan apa yang kita miliki saat ini. Toh kita pun sebenarnya tidak memiliki, hanya dititipi.
@jndmmsyhd
Hallo kak Dea, tau tempat kursus web design online atau offline di Surabaya yang bagus? Saya tertarik belajar web design otodidak tapi basic ilmunya 0 banget, terima kasih sebelumnya kak, stay safe and stay sane dimanapun kak Dea berada..m
Dicoding bagus sih. Online.
Nggak semua kesempatan bisa kita dapatkan, kalau kemudian ada orang yang membukakan atau memberi kesempatan. Kata guruku, coba aja dulu meski kita nggak yakin, kerjakan semaksimalnya kita, soalnya kalau orang lain berani ngebukain dan ngasih kesempatan itu tandanya mereka bisa melihat sesuatu di dalam diri kita yang gak kita sadari, yang kita sendiri juga gak tahu. Tapi, mereka percaya dan berani bertaruh atas kesempatan yang diberikan itu. Cobalah untuk berupaya sekuat tenaga, tunjukkan upaya yang maksimal, karena itu yang bisa kita kendalikan, soal hasil biar urusan nanti. Paling tidak, kita menunjukkan bahwa kita sesungguh-sungguh itu, kita berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan, kita nggak sia-siain kesempatan yang udah dibukain, yang udah dikasih.
Sebab, banyak dari mereka yang membuka dan memberi kesempatan itu tidak hanya melihat hasilnya, tapi juga upaya kita. Nggak menutup kemungkinan, besok-besok kita akan terus diberikan kesempatan baru. Kesempatan yang akhirnya membuat kita berkembang melebihi apa yang kita pikirkan selama ini. Karena keterbatasan pengetahuan kita melihat diri sendiri.
Suatu hari kita bisa menjadi orang yang memberi kesempatan, membukakan jalan bagi orang lain. Kalau saat kita, kita sedang dibukakan jalannya. Jangan tutup jalan itu dengan kemalasan, nggak niat ngerjainnya, ngilang, menyalah-nyalahkan orang lain, dan berbagai hal yang membuat pintu kesempatan berikutnya tidak lagi terbuka. Pada kondisi yang tertekan, biasanya orang akan menunjukkan bagaimana respon dan coping mechanism nya. Kalau respon kita merugikan, coping mechanism kita tidak memecahkan masalah. Barangkali sudah cukup. Kapasitas kita memang hanya sedemikian aja, nggak bisa lebih dari itu. Kalau mau lebih dari itu, maka kita harus bisa mengelola diri kita sendiri dengan lebih baik terlebih dahulu.
Kalau kita berharap memegang hal-hal besar, maka risiko - konflik - dan berbagai macam tantangannya akan semakin besar. Kalau ingin berkembang lebih jauh, pasti nggak enak, nggak nyaman, gak menyenangkan sama sekali.
kepalaku penuh bgt. banyak mikirin kemungkinan-kemungkinan di balik kata Ya dan Tidak.
aku memilih untuk tidak melanjutkan perjalanan.
Insyaallah aku ingin pulang.
dan aku harus menerima serta bertanggung jawab dengan apapun dampak dari pilihanku yang terkesan impulsif serta tanpa persiapan.
biarkan semesta bekerja untukku. kumohon, aku akan baik-baik saja.
🥺
the only one teman terbaik di tempat kerjaku resign. Hal ini membuatku sedih. Dia adalah teman yang sangat berharga.
Sukses dimanapun th 🙂🙂🥺 semoga Allah selalu menjagamu 🌹
Assalamu 'alaikum, kak Yasir. Sy telah melakukan tindakan dan mengambil bbrp keputusan yg ternyata salah, dlm hidup sy selama 2 th terakhir menjalani pendidikan S2. Akhirnya sy jadi yg paling lambat progresnya dibanding tman kelas yg lain. Pdhl dulu, sy termasuk aktif di kelas. Sy minder banget dan merasa gagal krn blm mulai tesis smpai skrg. Perasaan ini malah bikin sy berusaha mencari pengalihan shingga progres sy tetap melambat. Mohon saran dan nasihatnya, kak. Trimakasih.
Wa’alaykumussalam Wr Wb.Maaf banget–kalau kamu masih baca blog ini, saya baru jawab sekarang. Ini pertanyaan udah lama banget. Mungkin kamu udah selesaikan S2 kamu saat ini.
Saya ingin berpendapat tentang ini karena barangkali ada temen-temen lain yang sekarang situasinya mirip dengan situasi kamu saat itu.
Apa yang kamu alamin sedikit banyak juga saya rasain meski dalam konteks dan kadar yang berbeda. Kalau saya konteksnya adalah karir. Saya akan berbagi hal yang saya lakukan yang kira-kira relevan untuk menghadapi situasi itu.
Pertama, berangkat dari kepercayaan bahwa kita ini ga buruk, ga bodoh. Kita perlu sadar bahwa kita punya kekuatan. Kalau bisa, coba telusuri bukti-bukti di masa lalu bahwa kita ini orang yang keren, prestatif, cerdas, atau atribut positif lainnya.
Hanya saja, situasi sekarang ga mendukung kita untuk menjadi versi terbaik diri kita. Entah itu karena keputusan-keputusan yang kita ambil maupun karena faktor eksternal.
Bukan mengajarkan untuk punya mental playing victim ya, cuma menurut saya sah jika kita ngerasa ada hal-hal di luar diri kita yang memengaruhi pikiran dan mental kita sehingga entah bagaimana kita jadi ga optimal. Justru, ini perlu kita identifikasi supaya kita ngerti apa yang terjadi.
Kedua, menurut saya ya, dalam situasi kayak gini kita perlu mengumpulkan banyak energi mental dan mengurangi saluran-saluran yang mengurasnya. Misalnya, kalau dengan break satu pekan kamu bisa ngerasa ke-recharge, so be it. Kalau dengan interaksi sama temen-temen kamu ngerasa terkuras, bilang aja bahwa kamu lagi perlu sendiri dan kurangi interaksi sama mereka.
Sesuatu yang sangat boleh menjadi egois ketika kondisi mental kita kurang sehat. Ini advice yang saya dapat waktu saya konsultasi ke psikolog.
Ketiga, kita perlu lingkungan yang suportif. Diantara cara menciptakannya ya kita mesti cerita situasi kita, ketakutan kita, ke orang-orang yang berurusan sama kita. Supervisor, peer, keluarga, dll. Ini berguna untuk menetapkan ekspektasi dari orang lain kepada diri kita, menghilangkan sebagian beban untuk tampil “sempurna” di mata mereka, sebagai bonus barangkali mendapatkan dukungan moral dari mereka.
Keempat, bikin milestone-milestone kecil dan belajar mengapresiasi diri kita sendiri. Coba bikin jurnal harian di mana kita mengapresiasi hal-hal positif yang terjadi hari itu. Ini membantu mengarahkan pikiran kita untuk fokus pada hal baik dan ngga tenggelam dengan pikiran negatif, karena seringkali kita tuh di mata orang baik-baik aja, tapi kita sendiri secara mental “memukuli” diri kita sendiri habis-habisan.
Dari situ, semoga bola salju positivitas bisa bergulir, makin besar dan makin kuat sehingga mengantarkan kamu kembali ke performa terbaik kamu.
aku terus memandangi foto keluarga, membayangkan kami sekeluarga bisa tinggal bersama lagi.
sarapan bersama, menonton TV bersama, melakukan banyak hal menyenangkan bersama.
September 2020, aku memutuskan pulang ke tanah lahir. Pandemi membuat pekerjaanku sebagai seorang guru dapat di-remote dari rumah. Di hari pertama menginjakkan kaki dirumah kayu kami yang sederhana aku merasa sangat bahagia hingga menyesal kenapa aku tidak pulang kerumah dari awal pandemi saja :).
Kotamadya dimana aku lahir adalah kota biasa yang sebenarnya sama sekali tidak ada hal yang menarik disana, tapi ia menjadi kota yang sangat aku rindukan dan aku nantikan... karena disanalah mama, kakak, adik, dan mendiang opu berada. keluargaku membuat kota ini menjadi sangat tidak ternilai.
tidak terasa, Allah berikan aku waktu 9 bulan untuk menikmati momen hangat berkumpul dengan keluarga. Hingga Kota B dimana aku menimbun impian kembali memanggilku.
saat aku harus pergi dan kembali membangun tembok jarak diantara aku dan keluarga, rasanya sangat sakit dan berharap mimpi-mimpi yang aku titip di Kota B dapat aku runtuhkan saja. sampai sekarang aku berfikir, apakah keputusanku meninggalkan rumah adalah keputusan yang salah ?
bagaimana bisa aku hidup jauh dari mereka ?
sayangnya mereka akan kecewa jika aku tidak meneruskan mimpiku, mereka yang selalu memberikan dukungan penuh untukku tanpa tapi.
aku memeluk erat mama. pelukan erat sebagai momen terakhir kali di kota lahir yang membuat kakiku berat melangkah. Saat itu aku benar-benar ingin membatalkan semuanya. Tapi aku tidak punya nyali setelah perjuangan dan pengorbanan yang keluargaku kerahkan agar aku bisa meraih satu cita sederhanaku di kota B.
sudah beberapa bulan berlalu, aku menjalani rutinitas di Kota B dengan banyak kesabaran. karena beberapa hal terjadi tidak sesuai dengan ekspektasi, aku bertemu dengan beberapa kendala dan situasi yang membuatku tidak nyaman. dan ini adalah hal yang normal karena sampai kapanpun dunia adalah tempat yang penuh dengan masalah.
aku menelpon adik bungsu yang ternyata akan berangkat ke Kota rantaunya juga, kota dimana adikku memupuk impian dan berjuang meraih gelar sarjananya.
aku hanya merasa bahwa pandemi disatu sisi adalah bencana namun disisi yang lain ia membawa hikmah dan berkah. kami tertawa dan berkumpul bersama dirumah beberapa bulan yang lalu dikarenakan situasi pandemi yang tidak mendukung mobilitas kami ditanah rantau.
sekarang pandemi terlihat sudah mereda dan semoga benar-benar hilang dalam waktu dekat. kegiatan di sektor pendidikan yang dulunya sangat terbatas mulai dapat diakses lagi. Guru, murid, dosen dan mahasiswa dapat melaksanakan perannya dengan lebih nyaman lagi.