hai kamu yg sudah mulai dewasa. hihi
ciee mulai paham kalau dimanapun kamu berada kamu bakal ketemu sama orang yg gak sefrekuensi atau cocok sama kamu.
semoga kamu lebih bijak ya
🥀
TIDAK PERLU TERBURU-BURU MENUJU SHALAT
Penjelasan dalam hadits berikut adalah mengenai salah satu adab ketika mendatangi shalat, yaitu tidak perlu terburu-buru menuju shalat.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ ، وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوا ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
“Jika kalian mendengar iqomah, maka berjalanlah menuju shalat. Namun bersikap tenang dan khusyu’lah. Gerakan imam yang kalian dapati, ikutilah. Sedangkan yang luput dari kalian, sempurnakanlah.” (HR. Bukhari no. 636 dan Muslim no. 602)
Di antara faedah dari hadits ini:
Terlarangnya terburu-buru menuju shalat ketika mendengar iqomah atau takut akan luput raka’at.
Ketika seorang makmum masuk shaf, maka hendaklah ia mengikuti imam dalam apa pun kondisi imam, baik ia berdiri, ruku’ atau sujud. Ketika imam sujud, maka makmum hendaklah bertakbiratul ihram dan langsung sujud dalam rangka mengikuti imam.
Gerakan yang luput dari imam, hendaklah disempurnakan sendirian setelah imam salam.
Alasan tidak boleh bercepat-cepat ketika itu adalah karena seseorang yang berjalan menuju shalat sudah terhitung layaknya ia berada dalam shalat. Sehingga sudah sepatutnya ia khusyu’ dan tenang sebagaimana orang yang shalat.
Asy Syaukani berkata bahwa tidak dikatakan makruh bagi seseorang yang bercepat-cepat sebelum iqomah. (Nailul Author)
Jadi yang dikatakan makruh tergesa-gesa adalah ketika telah dikumandangkan iqomah atau takut akan luput raka’at.
Referensi:
Al Jaami’ li Ahkamish Sholah, Muhammad ‘Abdul Lathif ‘Uwaidhoh
Nailul Author, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani.
Real love for Allah means you are willing to make sacrifices to protect your faith regardless of what it is you have to give up. Love for Allah should always be greater than a temporary desire to sin
“Belum menikah sama seperti belum meninggal; memang belum waktunya saja.” - Masgun
I couldn’t agree more.
Sebagai perenungan, sebelum menanyakan pertanyaan ke orang lain, “Kapan menikah?” coba tanyakan ke diri sendiri, “Kapan meninggal?”
Sebab, yang bisa memberikan jawaban dari keduanya hanya Allah, Al-Fattah (Yang Maha Pemberi Keputusan); Pembuka ketetapan hukum takdir.
Berlaku pula dengan pertanyaan, “Kapan punya anak?”
“Berhenti bertanya kepada manusia sesuatu hal yang jawabannya seutuhnya punya Tuhan.” - deva mahenra
Jika memang ingin bertanya, tanyakan pertanyaan yang masih bisa dijawab oleh manusia.
Misalnya; “Sudah dikhitbah?” atau “Sudah ada calonnya?”
Jika jawabannya, “Belum.”
Barangkali kamu memiliki calon yang bisa dipertanggungjawabkan untuknya, sehingga kamu tidak hanya sekadar bertanya namun menawarkan solusinya.
Jika tidak ada, doakan :)
Jangan tanyakan sesuatu ke orang lain, yang apabila itu diberikan kepadamu; kamu pun tidak memiliki jawabannya. Dan, tahanlah untuk bertanya; sesuatu yang sekiranya bisa menyakiti hatinya.
P.S: seseorang tidak akan pernah mengerti sampai ia mengalaminya sendiri.
Aku dulu gak punya gawai, kebayang gak rasanya hidup di jaman di mana mostly orang-orang punya gawai dan aku tidak termasuk di kelompok sebagian besar itu. Rasanya minder, hehe.
Aku hanya bisa menatap orang-orang yang menonton video lewat layar gawainya sambil menunggu angkot yang kami naiki menyelesaikan ritual mengetem. Grup mustawa harus nebeng di handphone kakak, dan sering kali aku dikira laki-laki karena name profile nya atas nama kakakku, Sahabatku mengira aku menghindar dan tidak peduli dengan pesan yang ia kirimkan, ia mengatakan aku berubah padahal mengetahui pesan itu masuk saja aku tidak tahu, kakakku hanya membiarkan pesan itu masuk tanpa mengabariku, dan lagi jika aku ketinggalan angkot malam aku harus meminjam gawai seseorang yang tidak aku kenal agar bisa menghubungi kakakku dan memintanya menjemputku.
Disaat itu, aku hanya berharap bisa mempunyai satu saja. Tidak perlu yang mahal dan punya spek kamera yang bagus, tidak perlu keluaran terbaru. Aku hanya butuh satu yang bisa kupakai untuk menghubungi keluarga, teman, dan bergabung di grup whatsapp ma'had tanpa perlu merepotkan kakak lagi. Iya, sudah cukup untuk tujuan komunikasi saja... jika aku diberikan maka aku akan sangat bersyukur.
Beberapa bulan kemudian, harapanku terwujud. Kakak membelikanku gawai yang memang benar kubutuhkan. Bukan gawai yang mereknya terkenal dan bukan dengan kualitas kamera yang bagus, tapi saat itu aku sangat senang dan bersyukur.
Kini, aku sudah menggunakan gawai yang berbeda. Gawai dengan spek biasa, walaupun begitu aku tidak pernah mempunyai niat untuk menggantinya dengan yang lebih bagus dan terbaru. Karena aku sudah merasa cukup dengan gawai yang kupakai sekarang.
Tahu tidak ?
Kini aku merasakan rasa "minder" itu lagi, minder karena sebagian besar teman-teman dan orang-orang seangkatan sudah sukses meraih gelar sarjananya, sedangkan i just same here...aku masih tetap aku yang hanya lulusan lembaga bahasa Arab dan tidak punya title apapun. Untuk karir di bidang pendidikan yang sekarang kujalani, ternyata aku butuh title sarjana itu.
Harusnya aku bisa dipromosikan untuk menempati guru mapel bahasa Arab, orang-orang melihatku mampu di posisi ini, tetapi karena takut terkendala administrasi maka kemungkinan besar mereka akan membuka rekrutmen untuk mencari yang skill dan pendidikannya sesuai.
Aku minder, karena aku bukan sarjana.
Aku tahu, banyak orang yang bisa sukses tanpa gelar sarjana dan aku bahkan tidak perlu menganggap diriku sendiri rendah karena tidak mempunyai that privilege.
Namun, sama dengan beberapa tahun yang lalu saat aku menginginkan satu saja gawai yang dapat kupakai, hari ini aku menginginkan gelar dibelakang namaku. Gelar dari kampus biasa saja tidak apa-apa, gelar yang dapat membuatku lebih percaya diri.
Aku merencanakan untuk melanjutkan pendidikan, namun sayangnya aku banyak pertimbangan untuk hal ini. Yang pertama, siapa yang akan aku repotkan untuk pembiayaannya ? Aku sudah terbiasa hidup mandiri sejak 2 tahun yang lalu dan untuk meminta dibiayai kuliah akan menjadi hal yang sangat berat untuk dikatakan pada keluarga besar mengingat dua adikku juga sedang kuliah. Jika mengandalkan penghasilanku sendiri, sepertinya masih tidak mungkin. Dan pertimbangan yang kedua, aku memutuskan pulang. Sampai kapan aku akan merantau di pulau ini ?, aku punya mama yang aku rindukan setiap saat. Kapan lagi aku bisa menghabiskan waktu bersama beliau jika bukan sekarang ? . Lupakan karir, uang, dan investasi pengalaman, bahkan gelar impian.... mama benar-benar menjadi alasan terbesarku untuk pulang.
Ma, aku tidak ingin ragu lagi dengan masa depanku sendiri, aku berniat meninggalkan semua kepenatan ini dan pulang ke pangkuanmu.
Normalize saying "Let's communicate and fix this together" instead of "That's just how I am".
katanya, keburukan jangan dibalas dengan keburukan juga tapi justru dengan kebaikan. dalam prakteknya: tetap bersikap baik saat orang lain juga bersikap baik memang hal yang mudah. namun, tetap bersikap baik saat orang lain bersikap rude atau kurang baik atau bahkan tidak baik sama sekali ke kita adalah tantangan yang melibatkan pergolakan batin luar biasa. bisa—tapi gak mudah. jujur.
setiap ada di posisi macem itu, saya selalu wondering tentang betapa agung dan mulianya akhlak Nabi Muhammad saw. yang tetap bersikap dan berbuat baik, berlemah lembut lagi penuh kasih sayang meskipun lawannya tidaklah bersikap demikian.
sebutlah kisah seorang yahudi yang suka meludahi Rasulullah namun beliau justru menjadi satu-satunya orang yang menjenguknya saat orang tersebut jatuh sakit. atau kisah seorang pengemis yahudi buta yang selalu nyinyir dan mengatakan hal yang tidak benar tentang Rasulullah namun tidak membuat beliau berhenti menyuapinya makan. juga kisah paman Nabi; Abu Lahab dan istrinya yang menghalalkan berbagai cara untuk menghalangi dakwah Rasulullah. atau juga paman Nabi yang lain yaitu Abu Jahal yang menyuruh seseorang untuk melemparkan kotoran unta pada saat Rasullullah mengerjakan shalat (pilu bener hati di bagian ini T.T).
dalam hati membatin, “Ya Allah, ini hatinya Rasulullah bersihnya kek macem manaaaa dan dadanya selapang apa cobaaa masih bisa sabar menghadapi sikap dan perlawanan macem gitu 😭 saya aja yang baca sirohnya aja nih istilahnya baca doang bawaannya kesel padahal gak ada di tkp dan menyaksikan kejadiannya tapi keselnya sampe ubun-ubun monangis. emang beda jauh dah maqamnya. atuhlah kamu emang belum dan bukan apa-apa fir🤧”
menariknya, kebaikan dan kelembutan Rasulullah yang tetap konsisten dan tidak berkurang sedikitpun itulah yang justru mampu meluluhkan (beberapa) hati diantara mereka. dan kalau dipikir-pikir, saya atau mungkin kita pun pernah merasa gitu; luluh ketika dibaikin, semakin ‘menjadi’ kalau dikerasin. pada titik itu saya paham kenapa keburukan harus dibalas dengan kebaikan sebab maslahat yang didatangkan jauh lebih besar ketimbang membalas dengan keburukan yang justru memungkinkan timbulnya keburukan yang lebih besar. iya, memang, ternyata kebaikan punya kekuatan sehebat itu.
semoga kita selalu bisa mengingat-ingat dan diingatkan kisah semacam ini ketika berada dalam posisi kayak gitu, ya? supaya bisa terus belajar melapangkan dada, meluaskan kapasitas sabar dan sesegera mungkin pick ourselves up buat mulai jalan lebih jauh lagi.
well, kita (manusia) emang makhluk yang lemah tapi kita gak boleh lupa caranya jadi kuat. yuk bisa yuk!
2020.9.29
Hallo kak Dea, tau tempat kursus web design online atau offline di Surabaya yang bagus? Saya tertarik belajar web design otodidak tapi basic ilmunya 0 banget, terima kasih sebelumnya kak, stay safe and stay sane dimanapun kak Dea berada..m
Dicoding bagus sih. Online.
aku ngerasain banget gimana capeknya menjaga hati manusia, capek untuk selalu berusaha agar manusia bisa selalu seneng sama aku, takut mereka kecewa sama aku, takut mereka marah ataupun dendam.
aku juga kecewa kalau mendapati manusia yg gak menghargai aku, memandang aku sebelah, meremehkan aku.
menjaga hubungan dengan manusia itu sulit banget, apalagi manusia-manusia di luar hubungan keluarga. pengennya dihargai tapi gak mau menghargai.
jujur, aku ngerasa udah banyak mengalah sama manusia-manusia egois di sekeliling aku. tapi pada akhirnya aku mempertanyakan sendiri, buat apasih usaha aku selama ini menyenangkan mereka? toh mereka gak memikirkan perasaanku balik.
tapi setelah dipikir-pikir, karakter manusia emang seperti itu. maybe aku juga pernah jadi sosok antagonis di mata orang lain.
Kepergian akan dibuat lupa oleh kesibukan, dan nanti sesekali akan diingatkan oleh kesepian.
DDF