tahun 2019 lalu pernah buat ini. tapi nyesel cuma sampe bulan april :( pas dibaca hari ini ternyata se-memorable itu :”) gaperlu penjelasan panjang-panjang untuk me-recall ingatan. cukup satu-dua-tiga suku kata udah cukup menggambarkan setiap harinya. coba lagi, yuk, bulan depan. di akhir tahun baru diposting. jadi keliatan deh apa yang sudah dilaku dan dirasa setiap hari selama setahun. biar punya rekam jejak. biar setiap hari punya headline-nya sendiri-sendiri. agar tak ada yang luput dari istilah sabar dan syukur setiap harinya walau hidup se-roller coaster dan se-surprising itu. 도전!
Akhir akhir ini aku ngerasa kalau partner aku lagi ngerasa tersaingi sama aku :(( sedih rasanya kalau beliau salah paham begitu. Tapi semoga ini hanya sebatas suudzon ku saja.
Kayaknya udah selalu berusaha untuk jadi partner yang baik dan supportif bagi beliau... tapi...
Ah sudahlah.
Takut banget menyalahkan diri sendiri, karena aku gak mau kayak gitu lagi. Aku udah berjanji sama diri sendiri, di umur 25 tahun ini, harus bisa menyayangi diri sendiri dan gak ikut-ikutan membenci diri sendiri :"
Tapi timbul pertanyaan, apa aku memang orang yang pantas dibenci? Mengapa pandangan-pandangan tidak suka itu ditujukan kepadaku terus menerus?
Apa salahku :(((((
Tapi sampai sekarang aku berusaha kuat karena aku sadar membahagiakan manusia bukanlah tugasku. Jika mereka benci, memandang aku rendah, mengasihaniku...
Biarkan saja.
Karena sebaik baik tempat bersandar hanyalah Allah. 😔
sahabatku mengirim pesan singkat " adikku meninggal " , aku ingin menghibur dan menguatkannya.. tapi mendengar berita duka ini membuatku tidak bisa berkata apa-apa selain innalillaahi
🥺🥺 dear my bestie, i feel u so much. aku juga turut berduka. sungguh kabar kematian adikmu juga menjadi cambuk dan nasihat bagiku. umurku, umurmu, umur kita semua... siapa yang tahu sampai mana batasnya selain Dia yang Maha Tahu
Hari ini aku dikejutkan dengan pengakuan rekan kerjaku. Katanya seseorang mengatakan padanya agar jangan terlalu dekat denganku, karena.... bisa saja aku menjadi "musuh dalam selimut".
"Biasanya musuh itu muncul dari yang satu selimut dengan kita..."
"Maksud kamu apa? Asisten kelas aku?"
"Iya... gak usah terlalu dekat sama dia. Tapi yaa gak usah gimana gimana juga"
Itu kutipan percakapan yang kutangkap dari pengakuan rekan kerjaku.
Jujur mendengar hal itu, aku tertohok. Sedih. Dan tentunya langsung ingin muhasabah diri. Tapi mengapa rekan kerjaku mau menyampaikan hal ini kepadaku? Bukannya biasanya seseorang akan menyembunyikan hal semacam ini dari orangnya? Apa rekan kerjaku percaya padaku bahwa aku tidak akan seperti itu? Atau malah sebaliknya mau ngetes aku?
Gak pernah terlintas sekalipun dalam pikiranku untuk menjatuhkan seseorang, apalagi rekan kerja yang sekarang menjadi partnerku dalam mengurus kelas, malahan aku selalu berusaha untuk membantu dia, meringankan beban dia 🙂 ya karena memang itulah tugasku sebagai asisten.
Awalnya aku bertanya siapa yang mengatakan hal seperti itu pada rekanku, tapi beliau enggan menyebutkan. Aku pun tidak memaksakannya karena bukan bukan hak ku untuk memaksa, dan...
Aku merasa lebih baik untuk tidak mengetahui apapun. Jika aku tahu siapa dia, mungkin pandanganku pada orang tersebut akan berubah, mungkin saja aku jadi akan benci dia, yang padahal awalnya biasa saja.
Ah andai saja aku tak pernah mendengarnya, aku pasti tidak akan kepikiran hingga sekarang. Jujur perkataan "musuh dalam selimut" itu sungguh menikam dan menjadi beban buatku.
Aku serahkan saja pada Allah. Aku sudah capek, dan sebenarnya tidak ingin membuat tubuh bertambah letih dengan memikirkan penilaian orang lain.
Tapi aku penasaran, kenapa orang tersebut berpikir demikian?
Apa aku memang sejahat itu? 😔🥺
Aku jadi mengintropeksi, jangan-jangan selama ini aku memang jahat???? Hanya saja aku yang tidak sadar.
Aku jadi sibuk menerka-nerka, siapa dia yang berpikir seperti itu?
Dipikir-pikir aku sangat jarang berinteraksi dengan rekan kerja yang lain. Sangat jarang :))
Tapi aku memang memiliki satu "sahabat" rekan kerja yang menjadi tempatku membuang semua keluh kesahku, dan sebaliknya "sahabatku" itu juga sering berkeluh kesah dan bercerita padaku. Kami saling bercerita tentang semua hal-hal yang kami sukai dan tidak kami sukai di tempat kerja, termasuk orang-orangnya. Apakah itu normal? Pasti kita akan berada di situasi yang tidak mengenakkan kan di tempat kerja? Terlebih jika sedang kesal dgn teman kerja karena sesuatu, dan kesalnya itu juga hanya sementara, lalu memilih untuk menceritakan hal itu kepada "sahabat" untuk menampung keluh kesah.
Ah iya dipikir-pikir aku memang jahat. Memang jahat menceritakan keburukan seseorang di belakangnya. Walau hampir semua orang melakukannya, walau itu kelihatan normal, tapi tetap saja itu "jahat!"
Aku tidak mau berspekulasi kejauhan. Apa iya sahabatku sendiri yang membocorkan ceritaku? :)) tapi aku yakin sahabatku tidak melakukan hal itu. Wallahu a'lam :(
Ah rasanya tidak ada satupun manusia yang bisa dipercaya.
Termasuk aku mungkin. Sebagai orang yang ditumpahi dengan berbagai cerita dan rahasia oleh sahabatku, aku berusaha untuk menjaga itu semua. Benar-benar menjaganya.
Tapi untuk sekarang aku memilih untuk menyalahkan diri sendiri, lalu intropeksi diri.
Jangan lagi ya aku menceritakan keburukan orang lain, bahkan pada orang yang dianggap sahabat sekalipun. Cukup dipendam sendiri saja jika menemukan sesuatu dari diri seseorang.
Karena aku juga buka manusia sempurna, aku juga punya aib yang banyak :)) masa iya begitu mudahnya mengumbar aib seseorang, padahal aib sendiri tidak sudi diketahui orang.
Dear diriku. Itulah penilaian manusia tentang kamu, kamu yang merasa selama ini baik-baik saja, ternyata sangat buruk di mata orang lain.
Ingat. Jadikan kejadian hari ini sebagai pelajaran ya.
Dan jangan lupa untuk memperbaiki diri.
Terima kasih sudah menulis ini, diriku... semoga kamu paham dan tidak kepikiran lagi :((
Kota B. 18/9/23
was was kalau udah muncul gejala batpil 🙃🙃 semoga segera reda dan gak lanjut ke gejala yg berat huhu, trauma pernah batpil berkepanjangan hampir 1 bulan baru sembuh 🤧
- Quranads -
“Segala sesuatu yang ingin kau bawa ke akhirat, siapkan dari sekarang. Dan sesuatu yang tidak ingin kau bawa, tinggalkan dari sekarang.”
— Abu Hazim Salamah bin Dinar
Tiba-tiba aku teringat kejadian dua belas tahun silam. masa dimana aku berada di fase peralihan dari sosok anak kecil ke remaja. saat itu usiaku setara dengan anak SD yang duduk di bangku kelas 6 dan sebentar lagi akan lulus. aku benci masa peralihan yang merenggut kesenangan masa kecilku, untuk bermain masak-masak saja aku harus bersembunyi dari penglihatan tetangga, karena kalau tidak aku akan diejek. apa salahnya? waktu itu aku bingung, namun memang sepertinya sudah tidak pantas untuk usia kelas 6 SD memainkan permainan kekanak-kanakan seperti itu.
waktu itu aku sering berkunjung ke rumah teman bermain terbaikku. aku tidak ingat jelas apa yang aku lakukan di rumah teman bermain saat berusia kelas enam SD, yang jelas bukan untuk bermain masak-masak lagi, karena diapun sudah tidak ingin memainkan permainan kekanak-kanakan itu. walaupun begitu, kurasa kami menemukan sesuatu yang menyenangkan, terbukti aku betah berlama-lama disana. sayangnya sesuatu itu bukan hal yang membekas, karena aku tidak ingat sama sekali.
aku rutin ke rumah temanku setiap hari sepulang sekolah, sampai akhirnya aku bertemu dengan anak laki-laki yang kehadirannya membuatku terganggu. anak laki-laki yang belum pernah aku lihat sebelumnya. disaat aku sedang bermain dengan temanku di teras rumahnya, anak laki-laki itu juga sedang bermain dengan kakak laki-laki dari temanku beserta gerombolan anak laki-laki yang lain, bedanya mereka bermain di halaman rumah.
padahal teman-temannya sedang asyik membicarakan satu mainan yang kulihat bukan mainan biasa, lagi-lagi aku tidak ingat jelas tapi sepertinya sesuatu yang memiliki mesin dan itu adalah hal yang menarik bagi kalangan anak laki-laki. tapi anak laki-laki asing ini malah sibuk mencuri pandangan padaku sambil tersenyum malu-malu.
apakah aku ikut salah tingkah dan malu-malu karena mendapatkan sebuah ''curi-curi pandang'' dari anak laki-laki tersebut? oh tidak sama sekali, aku malah gemetaran saking ketakutan. aku membayangkan bola matanya yang bulat sempurna sudah siap untuk melahapku. untungnya temanku tidak menyadari gerak-gerikku yang aneh. karena merasa semakin tidak nyaman aku berpamitan untuk pulang. aku lari pulang ke rumah. sejak saat itu aku tidak pernah lagi datang bermain ke rumah temanku karena takut bertemu dengan anak laki-laki asing yang sebelumnya sukses membuatku merinding.
hari-hari berlalu dan aku mulai lupa dengan kejadian tersebut.
hingga tiba waktunya aku resmi menjadi seorang siswa SMP di salah satu sekolah menengah pertama di kotaku. aku shock saat menoleh kesamping dan aku mendapatkan sosok anak laki-laki itu duduk tepat disampingku. dia juga menyadari aku. ternyata dia seumuran denganku dan kini bersekolah di sekolah yang sama serta berada di satu gugus MOS yang juga sama denganku. perasaan kalut dan tidak tenang kembali menghantui hidupku yang damai.
kurasa dia anak yang kurang dalam hal akademik, jadi dia lebih banyak diam jika sedang berlangsung sesi kuis materi, tapi sesekali juga memperlihatkan tingkahnya yang 'caper'.
syukurnya saat pembagian kelas aku tidak berada di kelas yang sama dengannya. tapi kabar buruknya dia suka berkunjung ke kelasku dan berpura-pura mencari teman SD nya yang sekelas denganku. entah hanya aku saja yang kegeeran atau pada faktanya dia memang hanya ingin bermain dengan teman SD nya saja. sampai suatu saat seorang teman kelasku yang merupakan salah-satu teman SD nya dulu nyeletuk ''kamu kenapa sih suka ke kelas ini? jangan-jangan mau 'menyambar' seseorang. hahaha cieee siapa tuh.'' mendengar hal itu aku ikut gemetaran. aku tidak tahu bagaimana ekspresi anak laki-laki itu, karena aku tidak pernah mau melihat kearahnya. tiba-tiba teman yang lainnya menimpali ''oh jangan-jangan dia suka sama Sasa, makanya dia suka berkunjung ke kelas ini. Sasa kan teman kelasnya waktu SD.'' yang disebut Sasa hanya tersenyum malu-malu, anak laki-laki itupun tidak memberikan respon apapun. tidak mengiyakan tetapi juga tidak sebaliknya. dan entah mengapa aku merasa cemburu dia di jodoh-jodohkan dengan teman Sasa teman SD dia yang dulu. ah tidak, masa iya aku suka dia? aku melihat kearah Sasa, dia anak yang kalem dan cantik. makin cemburulah aku.
namun kisah ini tidak ada kelanjutannya, karena belum genap selesai satu semester aku pindah ke sekolah yang terletak di kota lain. perlahan aku melupakan kenangan di sekolah lamaku.
itu adalah kisah dua belas tahun yang lalu. sekarang umurku sudah menuju dua puluh empat tahun. aku sendiri kaget, aku sudah beranjak dewasa sekarang.
dan pada waktu sore di hari Kamis ini aku penasaran. tiba-tiba menyakan sesuatu pada masa sekarang. bagaimana kabar anak laki-laki yang pernah mengisi 'seperempat titik' potongan kejadian dimasa kecilku itu sekarang? jadi apa dia sekarang? bagaimana ia menghabiskan masa remajanya? apa dia sekarang baik-baik saja?
aku tahu kebanyakan perempuan punya kemampuan intel yang menakutkan. sekalinya penasaran maka perempuan akan mendapatkan informasi hingga akar-akarnya. kurasa aku punya kemampuan itu. sayangnya aku melupakan clue paling penting, yaitu namanya.
aku tidak ingin berpikir keras. sosok anak laki-laki itu salah satu kenangan singkat yang bahkan tidak terekam jelas oleh memoriku. jadi kubiarkan pertanyaan tiba-tiba ini berlalu tanpa jawaban.
Kepergian akan dibuat lupa oleh kesibukan, dan nanti sesekali akan diingatkan oleh kesepian.
DDF
Bukan sebuah jaminan seseorang yang semakin bertambah usianya akan semakin matang dan dewasa cara berpikirnya, bukan jaminan pula ia akan baik dalam menentukan skala prioritasnya. Akan tetapi, semakin seseorang dewasa terkadang akan semakin banyak kekhawatirannya, dari mulai kapan menikah, punya anak, rumah dan kendaraan, atau mungkin kekhawatiran soal pencapaian lainnya.
Setidaknya, cobalah menepi dan menyendiri, sebentar saja. Berbicara dengan diri sendiri dan apa yang hari ini benar-benar kamu butuhkan dan apa yang hanya sekedar keinginan atau lapar mata.
Ada seseorang yang usianya beranjak mendekati 30 tahun, kekhawatirannya adalah soal jodoh yang sampai detik ini belum juga datang. Ada pula seseorang yang mungkin usianya 20 sampai 25 tahun yang mengkhawatirkan soal rezeki dan tempat tinggal. Bukan, bukan untuk membandingkan dengan orang lain, kok.
Hanya saja, kadang kita lupa bahwa setiap orang ada kekhawatirannya masing-masing, setiap usia juga ada gemuruhnya masing-masing, dan itulah yang sebenarnya sedang menjadi ujian untuknya. Apapun kekhawatiranmu hari ini, jika ia memang ditakdirkan untukmu maka ia akan tetap datang padamu. Yang menjadikan berbeda adalah bagaimana caramu mendapatkannya saja, melalui yang baik dan berkah, atau yang cepat tapi tidak ada ketenangan dan keberkahan.
Berapapun usiamu, jangan sampai tidak menaikkan pencapaian soal kedekatan dengan Allah. Kekhawatiranmu sebenarnya salah satu tanda ada jarak antara kamu dan Allah, entah dari seringnya kamu lalai atau berlebihan mengharap pada manusia. Semakin kamu dekat dan yakin dengan Allah, maka kekhawatiranmu pasti akan semakin mengecil, gelisahmu juga akan semakin hilang.
Usiamu hari ini berapa? Dan bagaimana pencapaianmu soal ibadah? Kalau soal dunia aku tidak bertanya, sebab prioritas dan hidup kita pasti berbeda :)
Selangor, 17 Desember 2021 (Menunggu selesai karantina)
@jndmmsyhd