Nikmatnya Bermesraan Dengan Alqur'an

Nikmatnya bermesraan dengan Alqur'an

Berikut ini adalah delapan hal yang insyaaAllah membuat kita merasa nikmat menghafal Al-Qur’an. Tips ini kami dapatkan dari ust. Deden Makhyaruddin yang menghafal 30 juz dalam 19 hari (setoran) dan 56 hari untuk melancarkan.

Sebelum membaca lebih jauh, saya harap anda punya komitmen terlebih dahulu untuk meluangkan waktu satu jam per hari khusus untuk qur’an. Kapanpun itu, yang penting durasi satu jam.

Mau tahu lebih lanjut, yuk kita pelajari delapan prinsip dari beliau .

1. MENGHAFAL TIDAK HARUS HAFAL Allah memberi kemampuan menghafal dan mengingat yang berbeda-beda pada tiap orang. Bahkan imam besar dalam ilmu qiroat, guru dari Hafs -yang mana bacaan kita merujuk pada riwayatnya- yaitu Imam Asim menghafal Al-Quran dalam kurun waktu 20 tahun. Target menghafal kita bukanlah ‘ujung ayat’ tapi bagaimana kita menghabiskan waktu (durasi) yang sudah kita agendakan HANYA untuk menghafal.

2. BUKAN UNTUK DIBURU-BURU, BUKAN UNTUK DITUNDA-TUNDA Kalau kita sudah menetapkan durasi, bahwa dari jam 6 sampe jam 7 adalah WAKTU KHUSUS untuk menghafal misalnya, maka berapapun ayat yang dapat kita hafal tidak jadi masalah. Jangan buru-buru pindah ke ayat ke-2 jika ayat pertama belum benar-benar kita hafal. Nikmati saja saat-saat ini. Saat dimana kita bercengkrama dengan Allah. satu jam lho. Masak untuk urusan duniawi delapan jam betah, hehe. Inget, satu huruf melahirkan sepuluh pahala bukan? So, jangan buru-buru. Tapi ingat, juga bukan untuk ditunda-tunda. Habiskan saja durasi menghafal secara ‘PAS’.

3. MENGHAFAL BUKAN UNTUK KHATAM, TAPI UNTUK SETIA BERSAMA QUR’AN. Kondisi HATI yang tepat dalam menghafal adalah BERSYUKUR bukan BERSABAR. Tapi kita sering mendengar kalimat “Menghafal emang kudu sabar”, ya kan? Sebenarnya gak salah, hanya kurang pas saja. Kesannya ayat-ayat itu adalah sekarung batu di punggung kita, yang cepat-cepat kita pindahkan agar segera terbebas dari beban (khatam). Bukankah di awal surat Thoha Allah berfirman bahwa Al-Qur’an diturunkan BUKAN SEBAGAI BEBAN. Untuk apa khatam jika tidak pernah diulang? Setialah bersama Al-Qur’an.

4. SENANG DIRINDUKAN AYAT Ayat-ayat yang sudah kita baca berulang-ulang namun belum juga nyantol di memory, sebenarnya ayat itu lagi kangen sama kita. Maka katakanlah pada ayat tersebut “I miss you too…” hehe. Coba dibaca arti dan tafsirnya. Bisa jadi ayat itu adalah ‘jawaban’ dari ‘pertanyaan’ kita. Jangan buru-buru suntuk dan sumpek ketika gak hafal-hafal. Senanglah jadi orang yang dirindukan ayat.

5. MENGHAFAL SESUAP-SESUAP Nikmatnya suatu makanan itu terasa ketika kita sedang memakannya, bukan sebelum makan bukan pula setelahnya. Nikmatnya menghafal adalah ketika membaca berulang-ulang. Dan besarnya suapan juga harus pas di volume mulut kita agar makan terasa nikmat. Makan pake sendok teh gak nikmat karena terlalu sedikit, makan pake centong nasi bikin muntah karena terlalu banyak. Menghafal-pun demikian. Jika “’amma yatasa alun” terlalu panjang, maka cukuplah “’amma” diulang-ulang. Jika terlalu pendek maka lanjutkanlah sampai “’anin nabail ‘adzhim” kemudian diulang-ulang. Sesuaikan dengan kemampuan ‘mengunyah’ masing-masing anda.

6. FOKUS PADA PERBEDAAN, ABAIKAN PERSAMAAN “Fabi ayyi alaa’i rabbikuma tukadz dziban” jika kita hafal 1 ayat ini, 1 saja! maka sebenarnya kita sudah hafal 31 ayat dari 78 ayat yg ada di surat Ar-Rahman. Sudah hampir separuh surat kita hafal. Maka ayat ini dihafal satu kali saja, fokuslah pada ayat sesudahnya dan sebelumnya yang merangkai ayat tersebut.😎

7. MENGUTAMAKAN DURASI Seperti yang dijelaskan di atas, komitmenlah pada DURASI bukan pada jumlah ayat yang akan dihafal. Ibarat argo taxi, keadaan macet ataupun di tol dia berjalan dengan tempo yang tetap. Serahkan satu jam kita pada Allah.. syukur-syukur bisa lebih dari satu jam. Satu jam itu gak sampe 5 persen dari total waktu kita dalam sehari loh! Lima persen untuk Al-Quran, harus bisa dong ah…

8. PASTIKAN AYATNYA BERTAJWID Cari guru yang bisa mengoreksi bacaan kita. Bacaan tidak bertajwid yang ‘terlanjur’ kita hafal akan sulit dirubah/diperbaiki di kemudian hari (setelah kita tahu hukum bacaan yang sebenarnya). Jangan dibiasakan otodidak dalam hal apapun yang berkaitan dengan Al-Qur’an; membaca, mempelajari, mentadabburi, apalagi mengambil hukum dari Al-Quran.

NB: Setiap point dari 1 – 8 saling terkait.

Semoga bermanfaat, niat kami hanya ingin berbagi. Mungkin ini bisa jadi solusi bagi teman-teman yang merasa tertekan, bosan, bahkan capek dalam menghafal. Semoga kita istiqomah dalam bercengkrama dgn Qur'an..sebuah teguran terutama utk diri sy sendiri…

Sumber : Mba Anie di grup watsap i7

More Posts from Drinkwatersoon and Others

4 years ago

Melihat Keluarga seperti Melihat Perusahaan

Bismillah.

Baru-baru ini saya menyadari suatu hal: jika kita bisa memandang keluarga sebagaimana kita memandang sebuah perusahaan, maka mengelola keluarga ternyata bisa lebih challenging daripada mengelola perusahaan.

Di sisi lain, jika kita mau serius mengelola keluarga seserius kita mengelola perusahaan, maka reward yang akan kita rasakan juga akan jauh lebih besar dibanding jika kita mengelolanya “ala kadarnya” (seperti yang kita lakukan sekarang ini, mungkin).

Mari kita perhatikan beberapa aspek pada perusahaan yang bisa kita jadikan analogi terhadap keluarga: mengapa suatu perusahaan lahir, bagaimana suatu perusahaan dijalankan, dan bagaimana perusahaan berekspansi.

Pertama, mengapa suatu perusahaan lahir.

Paling tidak, biasanya ada dua alasan yang melatari lahirnya suatu perusahaan: (1) motif mencari keuntungan dan (2) hasrat ingin menyelesaikan suatu masalah atau ingin memberikan nilai tambah pada suatu hal.

Seberapa mungkin perusahaan yang lahir dengan proposisi lemah seperti “Ya, karena saya harus membangun perusahaan? Masa tidak? Emang saya harus ngapain lagi?” akan menjadi perusahaan yang sejahtera dan berumur panjang? (Sangat kecil kemungkinannya menurut common sense saya–tapi mungkin saya salah).

Sekarang coba kita jadikan ini analogi terhadap keluarga: mengapa suatu keluarga lahir. Kira-kira, keluarga seperti apa yang akan terbentuk jika alasan pernikahan dua insan yang membentuknya adalah, “Ya, karena saya harus? Karena semua orang melakukannya? Karena sudah saatnya? Masa ngga nikah?”.

Bahkan, menurut pendapat saya, alasan “Ingin beribadah” atau “Menunaikan sunnah Rasul” masih termasuk alasan yang terlalu general, terlalu luas, sehingga tidak menciptakan sense of direction–kita tahu tujuan spesifik kita, dan kita bisa mengukur di mana posisi kita saat ini relatif terhadap tujuan itu. Akibatnya, kehidupan setelah pernikahan seperti menaiki sekoci di lautan lepas tanpa kompas dan dayung, terombang ambing begitu saja, hanya mengandalkan takdir untuk bisa menemukan daratan.

Alih-alih, saya pikir sebaiknya dua insan yang mau menikah punya proposisi yang kuat untuk melakukan pernikahan. Meski trigger-nya adalah let’s say “cinta”, tapi ngga ada salahnya kita berefleksi dan menyepakati apa yang mau kita capai dengan pernikahan ini.

Mungkin sebagian dari kita dulu punya hal seperti ini (”Visi pernikahan: mengubah dunia menjadi lebih baik”), sayangnya di tengah perjalanan kita terdistraksi oleh berbagai hal lalu lupa–sebagaimana perusahaan yang sudah lahir, mulai established menjalani business as usual, lalu lupa akan true north star-nya.

Kedua, bagaimana suatu perusahaan dijalankan.

Katakanlah perusahaan mulai tumbuh. Hal-hal yang harus diurusi semakin banyak, sehingga perusahaan mulai hiring dan menempatkan orang dengan peran-peran spesifik.

Ada yang di-assign khusus mengurusi keuangan, ada yang khusus mengurusi manusia (HR), dan seterusnya. Semakin mature perusahaan, semakin banyak role “aneh” yang terbentuk dan memerlukan orang untuk memikirkannya, katakanlah impact manager, growth hacker, dan lainnya.

Dalam konteks perusahaan, hal ini gampang gampang susah. Tidak mudah, tapi selama ada uang dan ada leadership yang bagus, maka hal seperti ini bisa dikelola.

Dalam konteks keluarga, hal seperti itu susah susah gampang (susahnya 2x), karena kita tidak bisa hiring begitu saja. Beberapa tugas mungkin kita bisa assign ke orang lain, misalnya urusan beres-beres rumah ke asisten rumah tangga, urusan ngasuh anak sebagian kita berikan ke daycare/pengasuh/orang tua, urusan makanan kita assign ke GoFood. Tapi banyak sekali hal yang tidak bisa kita assign ke orang lain.

Urusan pengelolaan keuangan harus kita kerjakan sendiri (perencanaan, monitoring, evaluasi, dll) (kecuali kamu udah kaya dari dulu dan tinggal bayar financial advisor dan ikuti advice-nya, tapi saya ragu juga apakah kita bisa ikuti secara mindlessly).

Belum lagi urusan infrastruktur (sewa atau beli rumah? mobil, laptop, internet, mesin cuci, dll), itu semua harus direncanakan pengadaannya dan di-maintenance.

Belum lagi urusan pendidikan, baik formal maupun nonformal, bagi diri kita, pasangan kita, dan anak kita–tumbuh kembangnya, lingkungan pertemanannya, lingkungan sekitarnya (polusi? aman dari kejahatan? dll), dan banyak lagi. Variabelnya kompleks.

Belum lagi urusan hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan tetangga, hubungan dengan keluarga besar. Tidak bisa di-outsource.

Semua kompleksitas itu harus kita handle dengan dua kepala saja, kepala kita dan pasangan kita. Ini seperti punya perusahaan yang manajemennya cuma dua, lalu dua orang ini punya titel CEO, CFO, COO, CHRO, PR, dan berbagai peran lain secara horizontal dan vertikal.

Gimana tuh? Susah ngga?

Susah, kalau kita mau mengelola keluarga secara mindful, intensional, diniatin.

Gampang, kalau kita mau mengelola keluarga secara que sera sera, whatever will be will be, jadi apapun juga tidak peduli, tahu-tahu tua dan wafat.

Ketiga, bagaimana perusahaan berekspansi.

Suatu perusahaan bisa berekspansi jika model bisnis dasarnya sudah proven. Idealnya sih sudah profitable, walaupun dengan lahirnya tech startup kita melihat realitas lain (emang para unicorn itu udah profitable?).

Mereka sudah tidak struggle dengan urusan dasar lagi (highlight this, ini bottom line-nya). Mereka sibuk delivering more and more values untuk para pelanggan dan para pelanggan potensial. 

Contohnya Google (kalau yang ini sih udah profitable). Saking banyaknya duit dia, dia punya ruang yang sangat besar untuk melakukan berbagai eksperimen yang secara bisnis ngga jelas apakah akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan atau tidak. Disposable money, burn-able money.

Kalau eksperimennya gagal yowes, move on. Kalau berhasil ya bagus, bisa jadi sesuatu. Misalnya, mereka bikin autonomous car yang mungkin baru kerasa manfaatnya 20 tahun mendatang, atau mungkin ada yang masih inget Google Glass (yang nampaknya muncul terlalu dini), atau Google Loon yang menyediakan akses internet di area rural pake balon udara.

Kalau kita bawa ke konteks keluarga, ini adalah keluarga yang udah deliver values to the people outside their family. Entah mereka bikin buku yang mengubah hidup orang, atau bikin workshop mengenal tujuan hidup kayak temen saya, atau membuat lapangan pekerjaan buat warga sekitar, dan lainnya.

Apakah mereka sudah selesai dengan berbagai urusan mendasar? Ini pertanyaan yang tricky. Memangnya kapan urusan mendasar bisa dikatakan selesai? Sulit menjawabnya.

Pendapat saya adalah apapun kondisi “urusan mendasar” mereka, mereka sudah mampu memfokuskan perhatian dan energi mereka pada hal-hal di luar urusan mendasar itu (baca lagi bottom line di atas).

Mungkin secara materil uangnya ngga banyak. Mungkin uang kamu lebih banyak malah. Tapi mereka ngga ambil pusing dan ngga terlalu fokus di situ karena somehow mereka merasa aspek itu cukup lah.

Mungkin secara infrastruktur ngga sememadai infrastruktur kamu. Mungkin kamu ngga akan betah tinggal di rumah mereka. Tapi bagi mereka itu cukup, “let’s put our attention on something else”.

Kesimpulan.

Mungkin banyak dari kita yang mulai menjalani kehidupan keluarga secara business as usual. Berpindah dari satu gajian ke gajian lain, dari satu “pengen beli ini” ke “pengen beli ini” yang lain. Seriously, do you want to live your life like that forever?

Mungkin banyak juga dari kita yang lebih excited mengurusi pekerjaan di kantor, di kampus, atau di manapun tempat kita berkarya/mengabdi. Urusan rumah kita anggap membosankan, kurang menantang, tidak perlu mengeluarkan upaya terbaik kita (diajak ngobrol soal rumah sama pasangan, dalam hati kita “Apasih?”, “Yaudah nih uang biar cepet”). Padahal bahkan seorang CEO belum tentu bisa mengelola rumah tangganya sendiri sebaik ia mengelola perusahaannya (so probably it’s not as easy-boring as it seems).

Mungkin juga banyak dari kita yang menengok rumput tetangga via Instagram lalu muncul desiran “ingin seperti keluarga X tapi apalah daya takdirku begini”, lalu malah muncul penyakit hati iri dengki dan kawan-kawannya. Atau malah kita tidak mau kalah lalu berusaha mengimpresi orang-orang tentang keluarga kita, lalu kita menjadi budak citra, likes, dan pujian. Menderita ngga sih?

Mungkin dimulai dengan perspektif yang tepat, institusi yang namanya keluarga ini bisa jadi sarana aktualisasi diri kita yang utama. Mungkin dia bisa menjadi dongkrak atau bahkan rocketship bagi kita untuk jadi seseorang yang signifikan hidupnya.

3 years ago

OPU #1

Di halaman belakang rumah, opu sibuk sekali memalu paku agar dua papan tebal bisa menyatu dengan kokoh.  ‘’ mau buat rumah-rumahan, kalian suka bermain rumah-rumahan kan ?, nih Opu buatkan yang besar ‘’. Tentu saja perkataan Opu membuat mataku berbinar dan sebenarnya juga terharu. Tak tanggung-tanggung rumah-rumahan yang beliau buatkan berbentuk seperti rumah panggung mini dan dilengkapi atap rumbia diatasnya. Rumah-rumahan VIP untuk anak desa sepertiku walaupun bagi orang-lain terlihat sederhana.

Dilain hari, Opu melihatku memetik kangkung dan memasaknya diatas wadah kaleng, sedangkan temanku membuat api dari kumpulan ranting kecil disiram minyak tanah. minyak tanah ini kuambil diam-diam dari jerigen, sepertinya mama bisa marah besar kalau minyak tanahnya kupakai untuk bermain masak-masak yang tidak penting.

Tiba-tiba Opu keluar dari pintu belakang dan memanggilku, beliau membawakan panci masak mama. mengajariku untuk mencuci kangkung dengan bersih dan memasaknya dengan bumbu. Agar suasana bermainnya tidak hilang kami tetap memasak memakai kompor batu yang kubuat ala-ala bersama temanku. Aku tidak takut mama marah karena panci masaknya kupakai bermain, karena Opu akan bertanggung jawab untuk hal itu.

Opu, apa kau bahagia saat melihatku bermain dengan gembira ?

Opu, bagaimana aku tidak  jatuh cinta berkali-kali padamu !, Engkau memperlakukan anak-anakmu dengan sangat keren dan manis.  waktu itu aku bahkan tidak mengerti untuk  mengatakan terima kasih.

Opu baik-baik yaa di alam sana!, i miss u so much. Doaku yang kukirimkan semoga sampai dan menyertaimu.

‘‘Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa’aafihi, wa’fu ‘anhu ‘‘

3 years ago
Bread Making Around The World + Joy!
Bread Making Around The World + Joy!
Bread Making Around The World + Joy!
Bread Making Around The World + Joy!
Bread Making Around The World + Joy!
Bread Making Around The World + Joy!
Bread Making Around The World + Joy!
Bread Making Around The World + Joy!

bread making around the world + joy!

2 years ago

Bingung dan sedih mendengar keponakan aku yang masuk ke rumah sakit. Sakit yang cukup menyiksa untuk keponakan kecilku :((( aku hanya bisa bantu sedikit untuk dana pengobatannya 😔

Aku tahu kakakku sedang tidak baik-baik saja sekarang. Pasti sedang panik dan sedih mendalam melihat anak sulungnya sakit. Ditambah pusing dengan biayanya.

Rayyan, cepat sembuh sayang ya. Insyaallah kita lewati tahun ini dengan meninggalkan seluruh sakit yang kamu rasa, nak. Insyaallah segera sehat dan ceria lagi 🤍

Ingin ikut menunggu Rayyan di rumah sakit, ingin ikut memberikan bantuan yang sebanyak-banyaknya. Doa ammah selalu bersama Rayyan.

1 year ago

KAIDAH BAGUS

Sebelum salam = banyak berdo'a.

Setelah salam = banyak berdzikir.

Syeikh Utsaimin rohimahulloh pernah ditanya:

"Manakah yang lebih afdhol untuk do'a "Allohumma a'inni 'ala dzikrika wa syukrika wa husni 'ibaadatik..", dibaca sebelum salam atau sesudah salam, ataukah yang lebih afdhol dibaca di dua waktu itu..?"

Beliau menjawab:

"Yang lebih afdhol do'a itu dibaca sebelum salam, karena seperti itulah dia datang dalam sebagian riwayat, dan karena do'a itu tempatnya sebelum salam, sebagaimana dalam hadits Ibnu Mas'ud, setelah Nabi shollallohu 'alaihi wasallam menyebutkan tasyahud, beliau menyabdakan: "kemudian hendaklah dia memilih sebagian doa-doa yang dia kehendaki.."

Berdasarkan keterangan ini, maka seorang yang sholat membaca do'a "Allohumma a'innii 'ala dzikrika wa syukrika wa husni 'ibaadatik.." sebelum salam.

Adapun setelah salam, apa yang Allaah firmankan..?

Dia berfirman (yang artinya): "Apabila kalian telah selesai shalat, maka BERDZIKIRLAH kalian kepada Allaah.." [An-Nisa': 103]. Di ayat ini, Allaah tidak mengatakan: "maka berdo'alah kalian kepadaNya".

[Sumber: Liqo'ul babil maftuh 22/255]

Dalam kesempatan lain beliau juga mengatakan:

"Sesungguhnya Rosul shollallohu 'alaihi wasallam telah mengarahkan kita tentang waktu berdo'a di dalam sholat, beliau 'alaihis sholatu wassalam mengatakan saat mengajari Abdullah bin Mas'ud tentang tasyahud "kemudian setelah itu, hendaklah dia memilih sebagian do'a-do'a yang dia kehendaki.." Ini menunjukkan bahwa tempat do'a adalah sebelum salam, bukan setelahnya.

Kemudian penalaran yang lurus juga menunjukkan hal ini, yakni bahwa do'a itu waktunya sebelum salam, karena selagi engkau dalam sholatmu, maka engkau sedang bermunajat kepada Allaah 'azza wajall. Kemudian setelah engkau bersalam, maka terputuslah munajat dan hubungan antara engkau dengan Allaah.

Maka, manakah yang lebih baik, berdo'a ketika engkau dalam keadaan bermunajat kepada kepada Allaah... ataukah berdo'a setelah selesai sholat dan setelah hubungan itu putus..?! Tentunya keadaan pertama yang lebih baik.

Oleh karena itu, bagi yang ingin berdo'a kepada Allaah subhanahu wata'ala, maka berdo'alah sebelum salam.."

Diterjemahkan oleh Ustaz DR. Musyaffa' ad Dariny MA, حفظه الله تعالى

3 years ago

seriously, aku capek ketemu manusia-manusia disini 🙂

9 months ago

Maximizer Menjadi Satisficer

Ada dua tipe orang dalam mengambil keputusan.

Pertama ada tipe maximizer. Maximizer ingin memastikan keputusan yang diambilnya adalah yang paling optimal diantara pilihan yang ada.

Di sudut lain, ada tipe orang satisficer. Satisficer mengambil keputusan yang good enough pada saat itu. Tidak perlu paling ini dan itu, yang penting cukup.

Saya sampai di titik kehidupan ini sebagai maximizer. Banyak hal baik yang saya dapatkan dan syukuri karenanya.

Tapi, jujur saja, menjadi maximizer itu melelahkan. Tidak jarang saya overthinking untuk mengambil keputusan yang mestinya simpel (seperti celana olahraga mana yang paling bagus dengan harga tertentu yang bisa saya dapatkan di marketplace?).

Saya menemukan satu teknik untuk meredam tendensi maximizer saya, yaitu dengan mengingat kembali gambaran besar dari yang ingin saya capai.

Contohnya, saya ingin membeli celana olahraga.

Alih-alih membaca sebanyak-banyaknya review orang, saya bisa mengingat apa yang ingin saya capai dengan membeli celana olahraga ini?

"Saya ingin jogging keliling komplek dengan nyaman dan percaya diri (ngga ngejeplak, dll)."

Ok, maka celana mana pun yang bisa memenuhi itu, dalam rentang harga yang sudah saya tentukan, cukup. Ambil keputusan dan eksekusi.

Sekian.

1 year ago

Post-Crisis

Post-Crisis

Pandemic covid 19 kemarin dalam konteks manajemen, merupakan bagian dari fenomena krisis. Maka dalam menyikapi organsiasi atau perusahaan di era krisis, manajemen harus menerapkan skema manajemen krisis.

Diantaranya ada 3 tahap : pre crisis, crisis response dan post crisis. Singkatnya, kita sudah mulai memasuki fase ke 3, tugas manajemen pada fase ini harus mulai memikirkan langkah dalam mengakselerasi gerak untuk menutup gap yang terjadi selama krisis kemarin terjadi, yang mempengaruhi banyak sektor.

Salah satu problem dari sudut pandang HR, adalah adanya gejala pandemic fatigue, yaitu kondisi kelesuan/lelahnya SDM akibat tekanan mental di kala pandemi naik begitu pesat, dampaknya adalah tidak sedikit yang mulai terjebak di zona nyaman, seperti media daring sebagai opsi pertama untuk bertemu, padahal dulu alasan diberlakukan demikian, adalah karena pembatasan sosial.

Rapat yang sebenarnya sudah mulai boleh dilakukan secara luring, even masih harus memenuhi protokol, mayoritas memilih untuk online, alhasil luaran dari rapat menjadi tidak optimal. Sebab memonitor dan mengevaluasi peserta rapat saat online susah, apalagi kalau pada pasif, dan lebih-lebih off-cam.

Lantas harus gimana?

Sudah siap dengan skema baru?

Ini penting, mau oeganisasi profit/non profit, organisasi mahasiswa, bahkan organisasi tanpa bentuk sekalipun~

Intinya,

Don't let this crisis becoming a catastrophe!

edisi lagi belajar karena harus ngisi materi berkaitan soal diatas, jadi kudu ditulis biar inget wkwk

2 years ago

akhir-akhir ini aku sering banget komplen secara frontal ke mang gojek yang menurutku tidak memperlakukan costumer dengan baik.

ada yg pagi² helmnya masih basah, katanya bekas hujan semalem. masa iya helm basah dipakein untuk customer. aku posisi baru mau pergi jadi ogah pakai helm basah, apalagi dari semalem basahnya, kan rentan bau apek :(( kalau posisi aku udah mau pulang ke rumah mungkin gak akan aku permasalahin sampai minta ingin cancel.

"lain kali helm nya dikeringin dulu ya pak" gitu kataku, setelah bapaknya melas agar aku naik ke boncengannya. aku pergi tanpa mau pake helm. tapi di tengah jalan kita tukeran helm sih.

trus pernah kejadian bapak driver yg entah kenapa suka banget rem mendadak, beberapa kali aku perhatiin dia gak berusaha menghindar dari jalanan agak berlubang, aku diemin sih, tapi setelah dia dengan sengaja lewat jalanan yg berlubang agak gede, yg membuat motornya mendadak rem dan akunya keguncang, aku langsung komplen sih. padahal jalanan segede gaban tapi ngapain gak menghindari jalanan berlubang itu? aku gak habis pikir, apa sengaja ya agar badan aku jadi kepental ke depan nyentuh punggungnya? masalahnya gerak-geriknya sangat² mencurigakan. bapaknya alibi kalau dia gak merhatiin jalan karena ngikuti mobil di depan takut salah arah. secara logika ngapain ngikutin mobil yg di depannya? emang alamat tujuannya sama? bisa aja mobilnya lurus kita udah mau belok, kan aneh banget. kalau gak mau kesasar ya ikutin maps aja yg jelas² ngarahin ke alamat yg dituju.

capek dan jadi males banget dapat driver yg bapak bapak 🙂

  • kunaayng
    kunaayng liked this · 3 years ago
  • fatimah-az-zahra
    fatimah-az-zahra liked this · 3 years ago
  • lshdge
    lshdge liked this · 4 years ago
  • fathirabaina
    fathirabaina liked this · 4 years ago
  • yunus5758
    yunus5758 liked this · 4 years ago
  • romayanti
    romayanti reblogged this · 4 years ago
  • ummiina
    ummiina liked this · 4 years ago
  • nadiyaputr3-blog
    nadiyaputr3-blog liked this · 4 years ago
  • akhsaradjawsblog
    akhsaradjawsblog liked this · 4 years ago
  • lelahmy
    lelahmy liked this · 4 years ago
  • borntobesuccess
    borntobesuccess liked this · 4 years ago
  • muhammadsidik
    muhammadsidik liked this · 4 years ago
  • imtheotherr
    imtheotherr liked this · 4 years ago
  • cindysuciaisyah
    cindysuciaisyah liked this · 4 years ago
  • sayyidatimariam
    sayyidatimariam reblogged this · 4 years ago
  • musmansogo
    musmansogo liked this · 4 years ago
  • azzh
    azzh liked this · 4 years ago
  • nulisdisini
    nulisdisini liked this · 4 years ago
  • rizkielsautami1994
    rizkielsautami1994 reblogged this · 4 years ago
  • fabulalacrima
    fabulalacrima reblogged this · 4 years ago
  • fabulalacrima
    fabulalacrima liked this · 4 years ago
  • sunduklawang
    sunduklawang liked this · 4 years ago
  • zarazasworld
    zarazasworld reblogged this · 4 years ago
  • menuju-pulang
    menuju-pulang liked this · 4 years ago
  • berserita
    berserita liked this · 4 years ago
  • nizar-rp
    nizar-rp liked this · 4 years ago
  • lyrarch
    lyrarch liked this · 4 years ago
  • tehhh
    tehhh reblogged this · 4 years ago
  • tehhh
    tehhh liked this · 4 years ago
  • romayanti
    romayanti liked this · 4 years ago
  • ansyahr
    ansyahr liked this · 4 years ago
  • rezticia
    rezticia liked this · 4 years ago
  • drinkwatersoon
    drinkwatersoon reblogged this · 4 years ago
  • drinkwatersoon
    drinkwatersoon liked this · 4 years ago
  • rindu-tak-bertuan
    rindu-tak-bertuan reblogged this · 4 years ago
  • rindu-tak-bertuan
    rindu-tak-bertuan liked this · 4 years ago
  • em-a-er
    em-a-er liked this · 4 years ago
  • dsemesta
    dsemesta liked this · 4 years ago
  • sinaryangtakpudar
    sinaryangtakpudar liked this · 4 years ago
  • miroplasi
    miroplasi reblogged this · 4 years ago
  • miroplasi
    miroplasi liked this · 4 years ago
  • ummuruman
    ummuruman reblogged this · 4 years ago
  • ummuruman
    ummuruman liked this · 4 years ago
  • juliandika
    juliandika liked this · 4 years ago
  • radengalihsuteja
    radengalihsuteja liked this · 4 years ago
drinkwatersoon - Jarang Mampir
Jarang Mampir

less is more

209 posts

Explore Tumblr Blog
Search Through Tumblr Tags