nauraini - winterwithnoease
winterwithnoease

Human behavior flows from three main source : desire, emotion, and knowledge. The only true wisdom is in knowing you know nothing-

233 posts

Latest Posts by nauraini - Page 5

11 years ago

Engkau telah rajin bekerja, jujur, dan menghasilkan bagi kebaikan sesama. Berlakulah lebih lembut dan muliakanlah keluargamu. Engkau akan sampai pada kesejahteraan dan kebahagiaan.

Mario Teguh (via marioteguh) - Aamiin :)

11 years ago

Aku ingin diam begini saja. Belajar untuk pantas menjadi anak ayahku.

NN

11 years ago

Adikku, guru Bahasa Indonesia di sekolah itu mengajarimu berbahasa tidak untuk kau gunakan mengeluh. Sudahlah. Mengeluh tidak mengubah apa pun, dan kesukaan menunda hanya mempersulit kehidupan. Bangkitlah. Jauhi perasaan enak dalam kemalasan, karena itu adalah penyesatan yang melemahkan tubuh, yang menjauhkan rezeki dan merendahkan derajat. Rajin, tetap lebih baik.

Mario Teguh (via marioteguh)

11 years ago
Pembalakan Liar Dengan Pembakaran Menyebabkan Bencana Kabut Asap Di Riau Dan Sekitarnya, Menyerang Setiap
Pembalakan Liar Dengan Pembakaran Menyebabkan Bencana Kabut Asap Di Riau Dan Sekitarnya, Menyerang Setiap
Pembalakan Liar Dengan Pembakaran Menyebabkan Bencana Kabut Asap Di Riau Dan Sekitarnya, Menyerang Setiap
Pembalakan Liar Dengan Pembakaran Menyebabkan Bencana Kabut Asap Di Riau Dan Sekitarnya, Menyerang Setiap

Pembalakan liar dengan pembakaran menyebabkan bencana kabut asap di Riau dan sekitarnya, menyerang setiap lini kehidupan. Semoga kebakaran cepat dihentikan dan penduduk yang terkena imbas kembali dapat menghirup udara yang bersih dan segar.

#PrayForRiau

Foto 1 & 3, foto 2, foto 4

11 years ago
nauraini - winterwithnoease
11 years ago

Orang yang hatinya penuh dengan rasa syukur selalu lebih sedikit masalah daripada orang yang hati dan mulutnya selalu mengeluh.

Mario Teguh (via marioteguh) - Cerah. Alhamdulillah.

11 years ago

Di malam yang indah ini marilah kita berdoa, Agar Tuhan menjadikan kita sahabat yang ramah kepada diri sendiri, yang berdamai dengan penyesalan masa lalu kita, dan yang bersemangat dalam impian dan rencana kita, Agar Tuhan membebaskan kita dari kekhawatiran dan rasa takut gagal, Agar Tuhan memelihara kebeningan hati, kejernihan pikiran, dan keindahan perilaku kita, Agar Tuhan mencukupkan sekecil-kecilnya kemampuan kita untuk menyelesaikan sebesar-besarnya tugas kita, Agar Tuhan menjadikan kerja keras dan kejujuran kita sebagai alasan untuk memperkaya kehidupan kita, Wahai Yang Maha Penyayang, Tidurkanlah kami dalam kedamaian, dan bangunkanlah kami untuk menyaksikan mengurainya rezeki baik dan jawaban bagi doa dan harapan kami, mulai esok pagi, dan hari berikutnya, dan seterusnya … Aamiin Mario Teguh - Loving you all as always ——————— Dan semoga Anda yang masih sendiri, ditemukan oleh Tuhan dengan belahan jiwa Anda yang sangat mencintai Anda, yang setia hanya kepada Anda, yang tak mampu membayangkan Anda bersedih, yang dengan rajin membangun kehidupan yang berezeki baik bersama Anda, dan yang menjadikan Anda pemilik dari semua keberhasilannya. Aamiin Jangan lupa untuk ‘Like’ atau menyertakan ‘Aamiin’ agar nama indah Anda termasuk dalam daftar yang dibagi jawaban bagi doa kita ini. Jika ada doa yang khusus bagi keadaan Anda hari ini, mohon sertakan di sini - agar kami semua bisa turut mengaminkannya. Semoga setiap bait dari doa kita ini dijawab bagi setiap jiwa yang membacanya. Aamiin

Mario Teguh (via marioteguh)

11 years ago

Terus berfikir dan mengekori dirimu. Tapi sampai kapanpun rasanya mustahil. Tak mungkin orang seperimu tak memiliki kualifikasi yang tinggi. Yah, Mau bagaimana lagi? Aku wajib berekspektasi melebihi dirimu jika memang kamu tak mungkin.

11 years ago

nyeeees :')

nauraini - winterwithnoease
nauraini - winterwithnoease
nauraini - winterwithnoease
11 years ago

Ada satu kalimat bijak yang selalu saya percaya, bahwa apa yang membuat ‘kita beberapa tahun ke depan’ berbeda dengan ‘kita hari ini’ ada dua: orang-orang yang kita temui dan buku-buku yang kita baca. Itu pula yang ingin saya bagikan lewat tulisan ini, terutama pada poin ‘buku yang kita baca’.

Beberapa waktu lalu saya bersama sahabat sekaligus……

Buku dan buku selalu buku :)

11 years ago

Saat semuanya merasa tak memiliki keberpihakan padaku atas apapun. Hal yang perlu dilakukan adalah mengemis untuk berdamai dengan diri sendiri. Belajar menerima.

NN

11 years ago

Ini jawabannya :)

Bertemanlah dengan Kegagalan. Karena di setiap sebuah karya besar, ada ribuan kegagalan di baliknya. Kita hanya tidak memperlihatkannya. Jika kita tak pernah gagal, tak pernah salah, darimana kita belajar? Berhenti menyalahkan diri sendiri.

Komik nasehat ini dibuat dengan seniman sebagai contoh. Namun, pesannya berlaku untuk setiap aspek:

Sukses adalah tanda kamu siap mempelajari sesuatu yang baru. Gagal adalah tanda bahwa kamu sedang mempelajari sesuatu yang baru. Bertemanlah dengan kegagalan dan bebaskan dirimu dari kritikmu sendiri.


Tags
11 years ago

Otak!

Hey aku sibuk dan tak punya banyak waktu. Jangan menikamku dalam angan-angan semu. Aku bukan apa-apa. Aku bukan siapa-siapa. Aku tak memiliki apa-apa. Apa yang membuatmu merasa berkuasa atas tubuh bobrok ini? Hentikan deretan nada itu. Hentikan desah hujan yang menutupi aliran air mata. Hentikan semuanya! Hentikan semua perbudakan ini. Sungguh, aku lelah. Kalau begini terus aku bisa membenci takdir.

Ini bukan proses pendewasaan. Ini penderitaan tiada akhir. Bukan aku tak bersyukur atas semua ini. Aku hanya tak mampu mengungkapkannya lewat tubuh yang terlanjur diperbudak. Lewat tingkah yang terlanjur diperintah. Semuanya sudah tersetting. Perlahan. Berpendar. Hanya menunggu.waktu. Apakah akan hancur atau bercayaha kembali.

Sejelasnya kondisi ini sangat menyiksa. Tak ada satu hal-pun yang mampu meredam dan menyelamatku dari siksamu. Aku harus menepi kemana? Kau yang seharusnya menjadi bagain terpenting hidupku justru menggerogoti tegak ku untuk terus dalam kondisi rapuh. Agar bisa kau perbudak. Buat apa kau dikaruniakan padaku? Jika pada akhirnya kau yang menjadi penentu kehancuranku. Tidak..tidak sampai kapanpun aku akan terus berusaha untuk membalik arah dan berganti menjadikanmu sahabat.

11 years ago

Katakanlah Aamiin atau Like, jika ketiga doa ini adalah doa Anda juga … 1. Tuhan, mampukanlah aku untuk membahagiakan orang tuaku dengan studi yang baik dan karir yang cemerlang. 2. Tuhan, lebih kuatkanlah aku di atas kemalasanku agar segera kuselesaikan studiku dengan baik. 3. Dan Tuhan, biarlah aku tak tahu masa depanku, tapi bantulah aku sampai di masa depan yang damai dan kaya. Aamiin

Mario Teguh (via marioteguh)

Aamiin ;)


Tags
11 years ago

Bukan Tentang Bagaimana

Aku sedang tak bisa mencintai. Bahkan sekedar menyukai. Buat apa itu semua bila nafsu yang terkungkung dan terjerat. Fana-fana yang memvisualisasikan segala yang ingin kurengkuh. Tapi itu semua tak nyata. Angan melambung membuatku semakin terlihat bodoh. Menerima kemana takdir ini membawa ternyata sungguh berat. Mengurangi nikmat waktu dengan segala upaya pelarian makin membuat aku seperti bukan manusia yang hidup. Sinergi-sinergi yang mampu mengalihkanku pun tak segera kujalankan. Segalanya terasa hambar. Ini bukan tentang bagaimana bentuk cinta. Ini hanya sebuah reka yang ingin dibangun untuk merasa. Tapi, punya kuasa apa atas keterpurukan ini? Sekali lagi aku hanya manusia yang menghamba.

11 years ago

Dan seorang pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi.

Soe Hok Gie

11 years ago

Bagi saya hanya ada dua macam keningratan : keningratan pikiran dan keningratan budi. Tidak ada yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya daripada melihat orang, yang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah beramal soleh, orang yang bergelar Graaf atau Baron? Tidak dapat mengerti oleh pikiranku yang picik ini."

Raden Ajeng Kartini

11 years ago

Tiap persatuan hanya akan bersifat taktis, temporer, dan karena itu insidental. Usaha- usaha untuk menyatukan secara paksa, hanya menghasilkan anak banci. Persatuan semacam itu akan terasa sakit, tersesat, dan merusak pergerakan.

Sutan Syahrir

11 years ago

Bunuhlah setiap waktu kosong dengan ‘pisau’ kesibukan! Dengan cara itu, dokter - dokter dunia akan berani menjamin bahwa Anda telah mencapai 50% dari kebahagiaan. Lihatlah para petani, nelayan, dan para kuli bangunan! Mereka dengan ceria mendendangkan lagu - lagu seperti burung - burung di alam bebas. Mereka tidak seperti Anda yang tidur diatas ranjang empuk, tetapi selalu gelisah dan menyeka air mata kesedihan

dikutip dari Buku Laa Tahzan, Dr. ‘Aidh al-Qarni (via titismaulanti)

They were indeed happy.

(via sagitaninta)

this (again) :)


Tags
11 years ago

Semua bisa belajar, semua bisa mengejar ketertinggalan. Semua berawal dari mimpi. Dan mimpi harus dipertanggungjawabkan dengan bekerja melebihi batas apa yang orang normal biasa lakukan

:)

this :)


Tags
11 years ago

Jika engkau ingin berbahagia, lebih mendengarlah, kurangilah bicara, senyumlah selalu, seringlah tertawa, mencintalah dengan setia, lambatlah untuk marah, cepatlah memaafkan, dan bersyukurlah atas yang telah kau miliki.

Mario Teguh (via marioteguh)

this :)


Tags
11 years ago

:)

buat kalian para pecinta hujan„ dengerin deh :D

11 years ago

:')

nauraini - winterwithnoease
11 years ago

Kalau boleh biarkan Indonesia ini di pimpin oleh konservator :)

Seorang teman berkata, “Sampai kapanpun, ga akan pernah Jakarta punya MRT. Ga akan pernah.” Teman lain berkata, “Indonesia ini kayak perempuan cakep, tajir, tapi begoknya ampun-ampunan.” Dalam diskusi yang lain, Oknum F mengatakan bahwa negara ini sulit sekali berkembang. Anak kuliahan cuma 3%. Dan di antara 3% itu, ga semuanya punya otak dan hati. Suara-suara tersebut sulit sekali saya bedakan, antara suara pesimisme dengan suara mereka-mereka yang terlalu lama menyadari realita yang ada di negara ini. Saya begitu sedih membaca artikel yang ditulis oleh Andre Vitchek (terlampir di bawah). Yang ia tulis adalah benar. Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia sedang dalam proses menuju kehancuran. Seperti yang dikutip dari pendapat Pramoedya. Hanya revolusi yang bisa memperbaiki kesemrawutan di kota ini, di negara ini, hanya revolusi. Bukan reformasi. Disadari atau tidak, Jakarta adalah kota yang tidak layak tinggal. Para warganya lebih suka bersembunyi di dalam rumah, di gedung perkantoran, di mall-mall dan pusat perbelanjaan, dan di dalam mobil-mobil yang nyaman. Tidak heran jumlah peminat transportasi publik semakin berkurang. Ongkos yang mahal, waktu perjalanan yang tidak dapat diprediksi, keamanan yang tidak terjamin, kenyamanan yang hilang sama sekali, adalah sedikit di antara banyak alasan kenapa transportasi publik bukan pilihan. Sama seperti warganya, pemerintah bersikap tidak peduli. Mobil murah dijual, uang muka kredit sepeda motor dibuat murah, bensin disubsidi, semuanya memberi dampak bertambahnya kendaraan bermotor di jalan raya. Jumlah kendaraan  membludak, kemacetan di mana-mana, tingkat stress meningkat, jam perjalanan pulang-pergi semakin bertambah, waktu untuk keluarga dan kolega semakin berkurang. Sebenarnya keadaan yang terjadi di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia saat ini bukanlah kondisi yang wajar. Namun, semuanya terjadi setiap hari. Bak rutinitas, yang tidak wajar menjadi wajar. Enam jam habis di jalan adalah hal yang biasa bagi sebagian warga ibukota. Indonesia tidak pernah merdeka. Konsumerisme adalah bentuk lain dari penjajahan. Kita dijajah Jepang dalam bidang otomotif. Kita dijajah Amerika di bidang restoran waralaba. Peralatan rumah tangga, konveksi, pusat perbelanjaan, air minum, sarana hiburan, elektronik, segala sendi yang menopang hidup kita dikuasai oleh negara lain. Cina, India, Korea, Prancis, Inggris, Belanda, Australia, semua berlomba-lomba menebar jaring di negara bernama Indonesia. Dua ratus sekian juta warga Indonesia yang konsumtif adalah pasar yang baik bagi setiap negara produktif di dunia. Kita bukanlah pemain. Kita adalah penonton. Dan kita sangat menikmati sekaligus bangga menjadi penonton. Lupakan mimpi-mimpi Indonesia menjadi negara masa depan. Lupakan keberadaan MRT dan monorail di Jakarta. Lupakan mimpi trotoar bagus dan lebar di setiap jalan raya di kota-kota besar di Indonesia. Lupakan itu semua. Seorang teman mengatakan sampai saat ini, tidak ada political will dari pemerintah untuk mengatasi semua masalah yang ada di negara ini. Kalau pun ada, pemerintah harus berjuang melawan desakan korporasi yang berusaha menghambat kemajuan negara ini. Jika pun berhasil menang melawan itu semua, perlu setidaknya 3 generasi untuk bisa mewujudkan mimpi-mimpi di atas. Artinya, perlu ada 3 generasi yang memimpin dengan political will yang baik dan yang tidak tergoda dengan rayuan dan sogokan korporasi negara asing. Kita, di tengah ketidakpedulian banyak orang, bisa saja membuat gerakan apapun untuk kebaikan Jakarta, kebaikan Indonesia. Tapi, apapun yang kita lakukan, sesungguhnya adalah usaha untuk menghambat terjadinya kehancuran di kota ini, di negara ini. Kehancuran itu pasti akan terjadi, tinggal menunggu waktunya. Kemacetan total di Jakarta itu pasti akan terjadi, tunggu 1-2 tahun lagi. Penjajahan di negara ini masih akan terus terjadi hingga beberapa generasi. Berikut artikel Andre Vitchek yang dimuat di buletin berita Amerika Serikat, Counterpunch, dengan judul ”Governor Jokowi Enters Jakarta On A Wooden Horse”, edisi 23-25 November 2012.

Mungkinkah dua orang, tidak peduli bagaimana besar dedikasi dan kejujuran yang mereka curahkan, menyelamatkan kota dengan penduduk dua belas juta orang yang sudah bertahun-tahun terlihat dan berbau seperti bangkai busuk? Dapatkah mereka mereformasi sistem kapitalis biadab yang sudah memakan seluruh area perkotaan tersebut dan bahkan seluruh bagian dari negara ini; mampukah mereka menegur semua tokoh yang selama ini sudah tidak bermain secara jujur? Mungkinkah mereka dengan tiba-tiba menerapkan sistem ‘kapitalisme yang lebih manusiawi’? Pada titik ini, kebanyakan warga Jakarta, sepertinya, siap untuk percaya pada dongeng apapun; kota mereka sudah berada sampai pada kondisi sangat mengerikan di mana sepertinya tidak ada situasi yang lebih buruk lagi daripada ini. Polusi, sampah, kebobrokan dan air yang terkontaminasi, begitu pula dengan jam-jam yang habis setiap harinya karena masalah transportasi – semua hal ini menjadi fakta yang berakibat pada kemampuan warga untuk berpikir jernih. Dan jadilah baru-baru ini mereka ‘memilih’ pasangan hebat, dua orang pria yang datang, entah dari mana. Sekarang ijinkan saya memperkenalkan mereka – dua orang ‘pahlawan’ yang diharapkan oleh warga yang sudah putus asa ini untuk menghentikan kebusukan dan memulai perjuangan epik demi kelangsungan hidup dan kejayaan Jakarta. Gubernur Jakarta yang baru ini sebenarnya bukanlah seorang dengan latar belakang perencanaan kota ataupun arsitektur, ia hanyalah seorang pengusaha yang bergerak di bidang properti dan mebel. Namun kemudian ia melayani sebagai walikota Solo, Jawa Tengah. Namanya Joko Widodo, dan seringkali disebut Jokowi. Dalam dongeng Indonesia yang terkini, dia adalah koboi sang tokoh utama, atau seorang samurai ternama, seorang pembebas, atau apapun ia layak disebut. Wakilnya, yang dikenal dengan ledakan amarah dan pernyataannya yang seringkali mengejutkan, adalah mantan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat. Namanya Basuki Cahaya Purnama. Satu-satunya modal Jokowi dalam memimpin salah satu kota terbesar di dunia adalah perjalanan bisnisnya ke Eropa, di mana ia benar-benar ‘mengagumi kota-kota tersebut’ dan ingin mewujudkan konsep tersebut pada sistem perkotaan Indonesia. Dia pun telah berhasil membersihkan beberapa ruas jalan utama di Solo, -‘bersih’ sesuai standar Indonesia tentunya, saat masih menjabat sebagai walikota di sana. Tentu ada pencapaian lainnya yang dilakukan oleh Jokowi, seperti: di Solo paling tidak dia sudah membangun satu trotoar bagi pejalan kaki di tengah kota. Jangan ditertawakan: hal itu sebenarnya adalah sebuah pencapaian hebat yang bisa dilakukan, karena ini adalah negara di mana trotoar yang ‘layak’ justru dihalang-halangi pembangunannya oleh para penguasa, bahkan di sebagian tempat justru difungsikan sebagai area parkir. Dia juga mengoperasikan tram khusus turis di Solo yang dijalankan sekali waktu di atas rel tua peninggalan era kolonial Belanda: hal ini merupakan salah satu mimpinya yang menjadi nyata atas sistem transportasi publik. "Tidak cukup", seperti itulah respon yang akan ia dapatkan di India atas apa yang sudah dia lakukan untuk Solo. India bukan juga sebuah role model sosial, namun paling tidak ia adalah negara di mana kota seperti Chennai dan Kolkata, bukan New Delhi, sudah memiliki sistem transportasi publik yang modern dan berfungsi dengan baik. "Tentu tidak cukup", kalau orang Cina yang mengatakannya. Bagaimana tidak, kalau di negara mereka paling tidak selusin dari seluruh wilayah perkotaaannya sudah bergantung pada sistem kereta bawah tanah yang ramah lingkungan, murah, tersebar di penjuru kota dan tentunya nyaman, di mana terdapat banyak trotoar luas bagi pejalan kaki, tanaman daur ulang, suplai air bersih, institusi budaya di berbagai sektor, dan bahkan taman dan ruang publik yang besar dan indah. Namun di Indonesia, seperti yang sering dikatakan, bahkan seseorang dengan satu mata adalah raja. Dan harapan pun tiada. Dan seperti itulah negara ini dijalankan.

*

Beberapa bulan yang lalu, di artikel yang lain, saya menyarankan: “Tinggalkan semua harapan yang ada waktu anda memasuki kota ini.” Saya tentu lupa menambahkan: “Tapi jangan lupa membawa masker gas dalam tasmu, dan pastikan memakai tas yang mudah dibuka sewaktu-waktu!”   Kemacetan total, yang merupakan sebuah monster yang menakutkan yang telah melebarkan tentakelnya ke seluruh pelosok jalanan Jakarta yang rusak, depresif dan sesak selama puluhan tahun, akhirnya menyekik kota ini. Banyak orang terlambat untuk meeting, meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit, dan kehidupan sosial pun kolaps, sebagaimana tidak ada orang yang rela duduk selama 2 jam di dalam kendaraan hanya untuk menikmati secangkir kopi. Tetapi apa yang bisa kita rasakan sekarang, sesungguhnya hanyalah sebuah pandangan sekilas akan horor yang lebih mengerikan yang menanti. Bagaimanapun juga, lalu lintas masih perlahan melaju, kecuali ketika hujan mulai turun, atau di saat pagi hari, jam makan siang, jam pulang kantor, jam kerja, atau saat liburan. Rachmad Mekaniawan, seorang insinyur sipil mengatakan pada saya: “Suatu hari saya terbang dari Balikpapan ke ibukota. Perjalanan udara tersebut menempuh waktu 1 jam 45 menit. Saya tiba di bandara Jakarta pada pukul 5.45 sore. Lalu saya putuskan untuk menaiki bis ke arah blok M. Bisnya penuh sesak, seperti yang sudah saya prediksi. Tapi yang tidak saya duga adalah perjalanan yang biasanya hanya memakan waktu 30 menit, menjadi 5 jam di hari itu!” Dua tahun lalu, JICA (Japan International Cooperation Agency) mengeluarkan sebuah studi dan memperingatkan bahwa kota ini akan lumpuh oleh kemacetan total pada tahun 2014. Ibukota dari bangsa turbo-kapitalis ini sudah rusak akibat dari ketamakan dan korupsi yang parah (“Tamak itu bagus”, seperti bagaimana sering dikatakan oleh Barat. Awalnya Indonesia mampu menolak ideologi dari para elit ini di tahun 1965, dan bahkan tidak memerlukan usaha keras dalam ‘penolakannya’). Semua yang tidak mengasilkan laba harus dikesampingkan. Termasuk mendaur ulang sampah, kontrol polusi, pusat kesenian, transportasi publik, bahkan pohon-pohon rindang dan taman kota.

*

Akhir dari korupsi yang berkepanjangan, transparansi, dan pemerintahan yang bersih. Itu semua adalah gol utama dari perjuangan Jokowi dan wakilnya. Mereka juga menjanjikan beberapa sistem transportasi umum yang terintegrasi, bahkan dilengkapi dengan tram, monorel dan MRT. Namun semua ini masih berada dalam tahap slogan yang belum kelihatan wujudnya: maklum saja, ini adalah salah satu tipikal dunia angan-angan ala Indonesia. Kelihatan terlalu indah untuk menjadi kenyataan - seperti dongeng, seperti yang sering kita lihat di program televisi lokal atau kartun-kartun Disney. Dua hari yang lalu, saya diundang dalam jamuan makan oleh seorang businessman Indonesia yang sukses, yang sekarang tinggal di luar negri. Dia bisa dibilang cukup dekat, atau bahkan mungkin bagian dari para elit politik dan bisnis di negara ini, yang juga di waktu yang sama terus mengkritisi kondisi negaranya. Sebagai seorang yang cukup gemar mengikuti tulisan-tulisan saya tentang Indonesia, dia menyadari bahwa saya sedang berada di Jakarta saat itu dan mengundang saya ke sebuah restoran hidangan laut Cina untuk kami bertemu di sana. Dengan segera saya mengetahui bahwa tujuannya mengajak saya bertemu sebenarnya untuk memberi saya banyak ‘informasi dalam’, dan bukan sekedar ingin menjamu saya dengan udang dan kerang. Dia bercerita mengenai kefrustrasiannya; dia juga memberi tahu saya beberapa data yang cukup konfidential. Namun sebagai gantinya, saya harus berjanji tidak akan mengumbar nama orang dan perusahaan yang ia sebutkan. “’Orang dalam’ yang bekerja di salah sebuah perusahaan mobil terbesar di Indonesia baru baru ini berkata pada saya bahwa atasannya membayar beberapa juta dollar dalam biaya tahunan, yang bisa disebut juga ‘gaji tahunan’, dalam rangka mencegah atau setidaknya menunda tanpa batas waktu, semua proyek transportasi umum utama di kota ini. Bahkan dulu di tahun 1992, pembayaran untuk kasus semacam ini yang ditujukan pada pemerintah sudah bernilai sekitar 10 juta dollar.” Lalu dia melanjutkan: “Pemiliknya sendiri bahkan berkata pada saya: ‘Tidak akan mungkin ada MRT di Jakarta, tidak akan pernah.. kecuali hingga benar-benar seluruh Jakarta ini macet dan mampet total’. Yang dihalang-halangi tidak hanya itu, namun juga pembangunan trotoar, dan apapun yang bersaing dengan mobil. Tujuan utamanya adalah supaya negara ini dibanjiri dengan mobil-mobil baru dan sepeda motor, sehingga bangsa ini sepenuhnya bergantung pada kendaraan pribadi. ‘Satu perusahaan mobil asing’ yang beroperasi di Indonesia ini terlibat dalam korupsi besar-besaran, di mana perusahaan mobil lainnya pun terlibat, hanya saja dalam jumlah yang lebih kecil.” Sambil berpisah ia menambahkan, “Banyak orang sudah tidak sanggup hidup di kota ini lagi. Anda tahu, saya rasa situasi ini sudah sedemikian buruknya bahkan hingga misalnya ada sebuah tim yang beranggotakan politikus dan pengusaha yang benar-benar bersih untuk memerintah Indonesia besok, tetap saja akan membutuhkan waktu 3 generasi untuk mengubah kondisi di sini..” Hampir semua kaum elit Indonesia tidak tinggal di sini lagi. Kebanyakan dari mereka kalau tidak menjalankan usahanya dari luar negeri, atau bolak-balik dari luar ke dalam negri. Tidak perlu repor-repot menganalisa secara rumit korupsi yang ada dan menghubungkannya dengan subsidi bahan bakar atau lahan parkir. Korupsi di Indonesia tersebar di mana-mana, ia endemis dan melumpuhkan seluruh kota. Kepentingan pribadi selalu menjadi yang harus diutamakan bahkan di atas kepentingan publik. Di mana 1% orang hidup bergelimang harta, menghabiskan jutaan uang yang dicuri dari bangsa sendiri, dan 90% warga Indonesia lainnya tinggal dalam kebobrokan dan sengsara. Bulan lalu, di bandara Istanbul, saya bertemu dengan seorang wanita – nampaknya yang berasal dari kumpulan istri-istri pengusaha sangat kaya Indonesia – sedang mengeluhkan tidak adanya satu pun daerah laut yang layak di Indonesia. Ia mengatakan pada saya, sambil menunjukkan kulitnya yang kecoklatan hasil berjemur, bahwa ia baru saja menghabiskan 2 bulan mengarungi Laut Mediterania. Ketika saya coba menjelaskan kepadanya mengenai buku yang saya tulis tentang negaranya, dan film apa saja yang sedang saya kerjakan, dia tidak dapat memahaminya. Menurutnya orang asing seharusnya berbicara soal gadis-gadis Indonesia, resort di Bali dan pesta-pesta liar, bukannya ocehan ala Bolshevik seperti ini!

*

Mari kembali ke korupsi. Tidak ada satupun yang bergerak di sini. Anda tidak akan bisa terhindar dari becak-motor 2-tak dari India itu –Bajaj-; yang modelnya sudah kuno, yang bahkan tidak lagi dapat dijumpai di India sendiri! Kelompok militer tertentu, polisi atau ‘kepentingan’ lain selalu ada di belakang setiap operasi mereka. Sama halnya dengan para kopaja dan metro mini yang kotor dan membuat polusi itu. Pemerintah hanya bisa melakukan usaha sekadar mengancam, untuk sementara waktu, namun kemudian tidak lama kondisi pun kembali seperti semula: sungguh sebuah skenario yang sudah bisa ditebak. Iklan-iklan industri tembakau terpapar di seluruh pojok jalan. Setiap pria muda dan dewasa, nampaknya, merokok, di kota yang padahal sudah sangat kotor dan terpolusi ini: di jalanan, di dalam bis-bis bobrok, bahkan di dalam mall. Peraturan ditetapkan, namun hanya untuk dilanggar. Industri tembakau di Indonesia sangat kuat dan besar, dan anehnya mereka pun memiliki lahan hijau yang tersisa di ibukota. Juga bahkan memiliki sejumlah ‘anggota DPR’, yang seharusnya menjadi wakil rakyat. Di bulan kedua masa pemerintahan Jokowi, iklan-iklan rokok dalam ukuran besar masih menjadi dekorasi di kota ini. Dan tentu mereka akan tetap berada di sana pada saat ia tidak lagi memerintah ibukota. Bahkan di Plaza Indonesia, salah satu mall mewah di Jakarta, asap rokok tersembul tebal hampir di setiap cafe. Hal ini tidak masuk akal bila teraplikasi di kota-kota Asia Tenggara lainnya, mulai dari Singapura yang kaya raya bahkan hingga Manila yang miskin. Tapi di Jakarta, hal ini biasa. Normal. Bahkan orang-orang asing yang tinggal di Jakarta, mengatakan kota ini adalah kota yang paling tidak layak ditinggali di Asia Pasifik.

*

Gubernur baru itu menjanjikan upah minimum tenaga kerja yang lebih tinggi. Dikatakannya bahwa sekarang upah minimum adalah 2,2 juta per bulan. Angka ini bahkan lebih tinggi daripada upah minimum di Ukraina dan bahkan Bulgaria (1,5 juta per bulan), negara yang adalah anggota dari Uni Eropa. Pada 20 November 2012, Jakarta Globe menuliskan: "Gubernur Jakarta Joko Widodo menyetujui kenaikan upah minimum tenaga kerja sebesar 44 percent pada hari Selasa, dalam apa yang dilihat sebagai langkah besar dalam melobi para pengusaha di Indonesia. Hal ini sudah ditetapkan bahwa angkanya adalah 2,2 juta rupiah,” kata Jokowi pada Detik.com. “Saya sudah memukul palunya.” Namun berapa banyak orang yang bisa berharap mendapatkan upah minimum tersebut? Mayoritas besar warga Indonesia bekerja pada sektor informal, di mana upah yang didapat bisa serendah 300.000 atau 400.000 rupiah; di mana ‘puluhan juta’ itu tidak akan pernah bisa diraih. Seorang ahli statistik dari Kanada menjelaskan kepada saya, saat pemerintah dengan keras kepala menetapkan angka sensus penduduk pada kisaran 237 hingga 250 juta, jumlah yang akurat adalah sekitar 300 juta atau bahkan lebih. Mereka yang tak terhitung adalah mereka yang sangat miskin. Orang-orang itu adalah mereka yang bahkan seringkali tidak berpenghasilan sama sekali, bekerja dan hidup dalam kondisi paling buruk seperti di masa feodal pre-industrial. Tepat pada saat kenaikan upah tenaga kerja disetujui, saya turun ke jalanan-jalanan di Jakarta dan menanyakan pertanyaan yang sama: apakah para pekerja itu mendapatkan upah minimum? Benarkah mereka sungguh-sungguh mendapatkannya? Ya, mereka yang bekerja di restoran-restoran besar, atau di perusahaan swasta, dan juga yang bekerja sebagai pegawai negri sipil. Namun angkanya tidak mencapai seperempat dari seluruh pekerja di ibukota ini. “Upah minimum?” tanya seorang pekerja di sebuah workshop mebel di daerah Klender, Jakarta Timur. “Saya dibayar berdasarkan jumlah mebel yang saya kerjakan. Kalau saya bekerja sampai mau mati rasanya, saya bisa membawa pulang 2 juta rupiah per bulan, namun biasanya tidak mungkin saya bisa memperoleh sebanyak itu.” Siti, yang bekerja di sebuah pabrik garmen Korea menjelaskan, “Banyak pekerja di dan sekitar Jakarta menghasilkan sekitar 2.500 rupiah per jamnya. Jika kami bekerja 10 jam per hari, kami dibayar 25.000. Dengan begitu kami bisa mendapatkan kira-kira 700.000 rupiah per bulan, atau mungkin kurang. Ketika pengawas datang, para pekerja biasanya dikunci di dalam sebuah ruang gelap sehingga tidak ada satupun dari kami yang bisa ‘melapor’. Suatu ketika, saya dan seorang teman sedang berada di kamar mandi ketika seorang pengawas datang. Mereka lalu menanyakan pada kami mengenai upah kami. Dengan sendirinya kami tahu kami harus berbohong, pura-pura bahwa kami dibayar layak dan bahkan jauh lebih banyak daripada realita yang kami terima. Kalau ketahuan mengatakan yang sebenarnya bisa-bisa kami justru dipecat.” Lupakan data statistik resmi yang mengatakan bahwa separuh penduduk kota ini adalah kelas menengah ke atas (di sini indikator kelas menengah ke atas adalah penghasilan 20.000 rupaih per hari). Dan mulailah percayai apa yang anda lihat dengan mata kepala sendiri: kemiskinan yang anda lihat di mana-mana, sampah yang menggunung dan berserakan, sungai-sungai yang mampet, tidak tersedianya ruang publik dan trotoar, Ferarri dan Porsche di atas jalanan yang rusak, mall-mall yang tak terhitung jumlahnya yang seolah tidak memedulikan kampung-kampung kecil yang kumuh dan jauh dari standar kelayakan di sekitarnya, desa-desa yang penduduknya bahkan ngos-ngos’an untuk sekedar menyambung hidup di tengah kota yang bergelimang glamor ini.

*

Tepat ketika nampaknya tidak ada lagi harapan, hanya kegelapan dan kesuraman menguasai, tiba-tiba terlihat secercah cahaya! Dua pria, gubernur yang baru dan wakilnya, memasuki kota Jakarta dengan kuda-kuda mereka, dengan pistol menggantung dan seperti pada era Barat kuno, mata mereka bersinar memancarkan semangat dan kehormatan. Tapi benarkah seperti itu? Para media mainstream ingin orang-orang percaya bahwa mereka dipilih dan terpilih tanpa ada campur tangan kepentingan para kaum elit. Yang di mana hal semacam itu, mustahil. Di Indonesia semua hal tunduk pada kepentingan bisnis-militer-bisnis. Bagaimana bisa rakyat dibodohi seperti ini? Apakah karena semenjak peristiwa 1965 mereka dikondisikan untuk tidak mampu menganalisa dan berpikir secara mandiri? Dan apakah pencapaian yang sudah dilakukan oleh pasangan ini semenjak masa pemerintahan mereka dimulai? Wakil Gubernur Jakarta, Basuki T. Purnama (yang lebih dikenal sebagai Ahok), dalam rapat resmi pada 8 November 2012 mengemukakan, dengan lantang dan mengejek semua yang ada dalam ruangan itu: “Sebelum kita mulai, bisakah seluruh anggaran ini dipotong 25%? Harga per unit yang anda punya di sini terlalu tinggi. Hanya ada dua cara untuk menyelesaikannya: 1.) Potong anggaran sebesar 25% tanpa mendebat saya. Atau 2.) Saya akan menghapus proyek ini dari portfolio anda. Saya akan menggunakan dana pribadi saya, kemudian akan saya cocokkan dengan proyek yang lalu. Saya akan mengungkapkan semua ‘penyakit lama’, saya akan minta bantuan KPK juga. Mari kita sambut ‘Jakarta Baru!’.” Perhatikan bahasanya.. Anda pasti tahu istilah ‘anjing menggonggong’.. Jika anda benar-benar menginginkan perubahan di kota anda, dan menginvestigasi kasus-kasus korupsi yang begitu parah, apakah anda akan berteriak-teriak di depan semua orang yang anda curigai sebagai koruptor-koruptor? Atau justru anda mencoba menangkap basah mereka ketika perbuatan itu sedang dilakukan? Namun Ahok bertindak lebih jauh lagi, dan membuat adegan ini benar-benar seperti dalam film koboi sungguhan: “Bila ada orang yang ingin membunuh saya, akan sangat mudah sekali melakukannya.. Saya tidak tahu siapa yang akan mencoba melakukannya.. Saya memiliki banyak musuk.. Jika seseorang mencoba menembak saya point blank, saya bahkan tidak akan berkedip.” Seseorang seharusnya segera memeluknya dan berkata, “Ahok, begini, tidak akan ada orang yang menembak anda.. Anda tahu.. Anda tidak akan berada di sini sekarang.. ‘Mereka’, para ‘pemerintah’ negara ini, tidak akan pernah membiarkan anda terpilih bila anda dan atasan anda tidak ‘lolos’ dalam pemeriksaan berlapis-lapis yang menyatakan keberadaan dan kekuasaan anda tidak mengancam rezim tersebut. Atau anda meminta kami untuk percaya bahwa para kandidat benar-benar muncul secara independen, dan rakyat akan memilih mereka begitu saja? Begitu? Di Venezuela, tentu.. Tapi di Indonesia, Ahok sayang? Sunnguhkan itu bisa terjadi?” Seakan mengkonfirmasi keraguan saya, beberapa minggu setelah diangkat, Jokowi mendadak berakting seolah-olah ia adalah aparat terpercaya dari rezim pemerintahan Indonesia. Yang dikatakan pada saya di restoran Cina itu ternyata terbukti benar, bahkan saya tidak pernah meragukannya. Ia mengemukakan bahwa ia menunda konstruksi pembangunan MRT. Ia ‘menaruh proyek ini dalam pengawasan yang teliti’ dan jelas jadinya bahwa dalam beberapa waktu ke depan Jakarta akan tetap menjadi kota yang dalam ukurannya menurut skala dunia, tidak memiliki metro. Salah satu alasan yang dikemukakan olehnya, yang mengklaim ia mengerjakan ini semua demi kepentingan rakyat, adalah bahwa ia tidak yakin berapa dana yang sebenarnya dibutuhkan untuk proyek ini bisa terwujud! Angki Hermawan, seorang insinyur lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), yang tinggal di Jakarta dan Calgary, Kanada, mengomentari dalam laporannya: “Menurut pendapat saya, tindakan Jokowi aneh sekali! Dia mengatakan bahwa proyek MRT ini akan dilaksanakan atau tidak bergantung pada ROI (Return On Investment), karena kalau tidak Jakarta bisa-bisa bangkrut. Pernyataan ini sungguh absurd karena di belahan dunia manapun, MRT adalah tulang punggung transportasi publik, kecuali sebuah kota memiliki kurang dari 1 juta penduduk. MRT di Jakarta adalah sebuah keharusan! Dan coba lihat apa yang dia katakan? Bahwa ROI dari MRT harus memenuhi syarat? Bagaimana mungkin Jokowi tiba-tiba bertindak seperti seorang pengusaha berpikiran sempit? ROI sebuah project yang akan bermanfaat bagi banyak orang tidak bisa disamakan dengan ROI yang murni untuk bisnis. Cara mengkalkulasi keuntungannya harus berdasarkan manfaat yang dirasakan secara sosial dan bukannya uang.” Namun pun bila nilai-nilai ekonomi secara ketat dijalankan, Jakarta membutuhkan pemeriksaan secara menyeluruh akan sistem transportasinya, sebagaimana yang ada sekarang justru mengakibatkan kerugian $3 milyar per tahun yang disebabkan oleh kemacetan. Jadi kembali lagi ke sebagaimana biasanya: tanpa rasionalitas, hanya beberapa pertimbangan ‘rahasia’ dan tidak transparan. Dan pembangunan MRT pun tertunda lagi. Dan pilar-pilar beton menyedihkan serta batangan-batangan metal yang seharusnya digunakan untuk pembangunan monorel – proyek yang terkorupsi dan dibatalkan bertahun-tahun lalu, di mana dana yang dikucurkan tidak sedikit, wajah jalanan kota yang sudah tergores, dan tidak ada yang dipenjarakan karena kasus korupsinya – masih di sana, berdiri tegak selayaknya para kaum elit lokal ‘menyapa’ warga Jakarta. Dan bagaimana dengan rencana Ahok untuk menghidupkan kembali kawasan kota tua yang semrawut itu? “Bila kita ingin mengembangkan kawasan tersebut, kita harus meningkatkan segala aspek di dalamnya,” Kata Ahok. “..Kota Tua harus dibuat mahal dan bergengsi supaya bisa berkembang.” Begitu yang Jakarta Globe laporkan. Jelas sekali bahwa ia tidak akan meminta bantuan UNESCO untuk mengembangkannya, seperti yang dilakukan oleh Hanoi misalnya. Justru mungkin ia akan meminta bantuan Gucci, LV, atau Lamborghini.

*

Saya sudah melihat beberapa ‘usaha’ untuk menyelamatkan kota-kota di Indonesia. Banyak dari mereka yang sangat menyedihkan hingga seakan-akan usaha tersebut seperti seorang anak berumur 5 tahun yang berkata kepada orang tuanya: “Saya mau membuat sebuah pesawat yang bisa terbang. Saya sudah punya 2 batang kayu sebagai sayapnya. Dan sebuah plastik untuk menjadi badan pesawatnya..” Semua kota di Indonesia bisa dikatakan rusak. Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Palembang, Semarang bahkan Yogyakarta. Akan membutuhkan puluhan tahun dan usaha yang benar-benar keras untuk membawa mereka paling tidak kepada standar Asia Pasifik. Dua tahun lalu, saya bertemu dengan walikota Surabaya, Ibu Tri Rismaharini. Dia masih sangan populer kala itu, masih banyak harapan yang bisa dimimpikan. Dia menjanjikan pemerintahan yang bersih dan perubahan infrastruktur yang dramatis.   Saya bertanya pada beliau apakah ia memiliki nyali untuk mengkonfrontasi kasus-kasus korupsi, parkir liar kendaraan dan hal-hal patologi lain di kota tersebesar kedua di Indonesia ini. Seorang wanita yang jujur, seorang Muslim yang berkerudung, ia nampaknya tidak ingin berbohong kepada saya. Dengan halus ia menolak untuk menjawab. Malahan ia bercerita kepada saya mengenai kecintaannya terhadap flora dan tanaman. Ia menunjukkan kepada saya foto-foto dan menjelaskan bahwa ia sudah berkeliling di seluruh pelosok kota, menanam banyak pohon, mengubah lahan kosong menjadi taman kota. Bahkan terkadang ia melakukannya sendiri. Ia orang yang sangat baik, itu yang saya ingat. Saya menyukai dia, bahkan sangat menyukai dia. Saya akan senang sekali menjadi tetangganya. Namun kota Ibu Risma ini sedang terluka dan berdarah, tanpa sistem transportasi yang baik kecuali angkot-angkot bau dan privat, hampir tanpa situs-situs budaya dan intelektual, tanpa perencanaan kota yang jelas dan lagi-lagi.. tanpa harapan.

Ketika kami berpisah, beliau mengundang saya untuk datang dan bertemu dengannya lagi kapanpun saya kembali ke kotanya. Saya kembali September ini, dan jujur saja, saya tidak melihat perubahan yang konkrit. Surabaya memang terlihat lebih bersih, ada beberapa trotoar besar dan lapang bagi pejalan kaki di jalanan utama dan juga beberapa taman kota kecil. Tapi itu saja. Surabaya masih tersedak oleh kemacetan, tidak ada tempat lain untuk dikunjungi di sore hari kecuali mall. Saya memutuskan untuk tidak menemui Ibu Rismaharini. Apa yang akan saya katakan? Apa yang harus saya tanyakan? Akan sangat memalukan pertemuan kami nantinya!

*

Pada 20 November 2012, saya mempertontonkan film dokumenter saya tentang Dadaab –“One Flew Over Dadaab”; di Universitas Indonesia, dan lalu membicarakan tentang kehancuran negara ini. Salah satu mahasiswa kemudian bertanya kepada saya: “Lalu apa yang bisa kami lakukan? Bagaimana caranya menyelamatkan Indonesia?” Saya menjawab bahwa saya tidak bisa memutuskan bagaimana cara; ini adalah negaranya – bukan negara saya. Saya tidak bisa menyembuhkan, saya hanya membantu mendiagnosa. Namun siang itu saya berkata pada mereka, para mahasiswa dan professor yang ada di sana, mengenai kolaborasi antara kaum elit mereka dan militer dengan campur tangan Amerika dan Eropa. Saya menceritakan pada mereka bagaimana Indonesia sangat dicintai oleh Barat, oleh kaum ekonomi elit Barat dan rezim politik Amerika dan Eropa. “Rakyat Indonesia ini kelaparan, mereka sudah kehilangan semuanya, namun dengan murah hati mereka masih saja memberi makan kaum Barat. Mereka mengorbankan segalanya demi kesejahteraan Amerika, dan juga perusahaan-perusahaan multi-nasional lainnya.” Saya juga menjelaskan pada mereka bahwa selama mereka menghancurkan hutan-hutan yang ada, menambang habis apa yang tersisa di lapisan bumi di atas negara ini, mengkonsumsi produk asing dan tidak melakukan apapun demi kesejahteraan rakyatnya sendiri, Indonesia akan tetap disebut ‘demokratis’, ‘toleran’ dan bahkan ‘sukses’. “Negara anda sudah dikolonisasi dan dirusak oleh Eropa; lalu dihancurkan oleh kudeta yang didukung oleh Amerika di tahun 1965 dan oleh sistem kapitalis liar. Kader jihad yang juga melangsungkan pembunuhan pada 1965 dan berperang demi Barat di Afganistan sekarang sedang menghancurkan sisa-sisa semangat sekuler di era Sukarno.” “Dan lalu kaum ‘oposisi’ kalian, rakyat ‘sipil’ itu: ke mana mereka mencari pertolongan? Kita semua tahu: Mereka kembali lagi kepada Barat! Mereka berpergiaan antara Jakarta dan Amsterdan, antara Jakarta dan Berlin, London, New York! Mereka mendapatkan semua pendanaannya di sana. Apakah anda yakin dan dengan polos berpikir bahwa Barat akan mendanai kaum oposisi demi kepentingan ekonomi dan geo-politik? Yang benar saja!” Saat itu saya berbicara di universitas yang menempatkan sistem kapitalis paling parah, semenjak 1965; universitas yang berkolaborasi penuh dengan Von Hayek dan konsep ekonomi Friedman tentang sistem kapitalis yang tidak diawasi dan tidak terlarang. Universitas yang pada dasarnya sudah ‘dibeli’ oleh Barat, guna mengimplementasikan apa yang Naomi Klein sebut sebagai “Shock Doctrine”, untuk diujicobakan langsung pada manusia. Mereka mengijinkan saya untuk berbicara. Namun saya sadar bahwa tidak ada satupun yang benar-benar peduli, tidak ada satupun yang takut mendengar apa yang saya sampaikan. Apa yang saya utarakan saat itu, hanya terserap oleh dinding-dinding universitas. Kehadiran saya tampaknya hanyalah sebuah pertujukan ‘badut’. Seseorang kemudian bertanya lagi tentang “bagaimana merubah kondisi yang ada sekarang?” Semua tokoh-tokoh besar yang saya kenal, mulai dari Eduardo Galeano hingga Pramoedya Ananta Toer langsung alergi dengan pertanyaan semacam itu, dan juga saya, akhir-akhir ini. Saya mengingatkan mereka akan kata-kata terakhir dari mendiang Ananta Toer, novelis terhebat di Asia Tenggara, yang dikatakannya kepada saya. Ia adalah seorang tahanan di masa pemerintahan Suharto, seorang penulis yang karya-karyanya dibakar habis, yang disisihkan dan sepanjang hidupnya memiliki kepahitan akan negara ini: “Bukan reformasi – revolusi!” Diproklamasikannya dengan lantang di depan lensa kamera saya. “Indonesia tidak akan pernah bisa berubah melalui sebuah reformasi, hanya dengan revolusi!” Menunggangi kuda kayunya, Jokowi dan wakilnya tidak mengusung janji revolusioner apa-apa. Coba lihat lebih dekat pistol plastik produksi massal mereka; dengarkan baik-baik kalimat-kalimat mereka. Jokowi bukanlah seorang Hugo Chavez versi Indonesia, atau Evo Morales, Lula atau Ho Chi Minh. Saya sendiri sebenarnya tidak tahu siapa dia. Saya hanya tahu dia bukan siapa-siapa.

11 years ago

Pada saat kita sudah berada di titik terendah, hanya ada satu jalan yang bisa dilalui. Yaitu jalan kembali ke atas!

Noah The Movie

THIS!

(via firranayana)

INI!

11 years ago

Kelimutu :')

Crater Lakes On Their Own Are Amazing Natural Wonders, But The Crater Lakes Of Kelimutu Volcano In Indonesia
Crater Lakes On Their Own Are Amazing Natural Wonders, But The Crater Lakes Of Kelimutu Volcano In Indonesia
Crater Lakes On Their Own Are Amazing Natural Wonders, But The Crater Lakes Of Kelimutu Volcano In Indonesia

Crater lakes on their own are amazing natural wonders, but the crater lakes of Kelimutu volcano in Indonesia are even more striking. They are each a different color despite being at the crest of the same volcano. Tiwu Ata Mbupu or the “Lake of Old People” the westernmost of the three lakes is the darkest in color, appearing to look brown in photos. Tiwu Nuwa Muri Koo Fai or the “Lake of Young Men and Maidens” is typically a greenish tint and the last lake Tiwu Ata Polo or “Bewitched or Enchanted Lake” appears to be a darker shade of green and sometimes blue in photos.

————

Danau kawah adalah keajaiban alam yang menakjubkan, tetapi danau kawah gunung berapi Kelimutu di Indonesia bahkan lebih istimewa. Danau kawahnya masing-masing berwarna yang beda meskipun di puncak gunung berapi yang sama.

Tiwu Ata Mbupu atau “Danau Orang Tua” terletak yang paling barat dari tiga danau dan paling gelap dalam warna, terkadang terlihat warna cokelat di foto. Tiwu Nuwa Muri Koo Fai atau “Danau Pemuda dan Gadis” biasanya warna kehijauan dan terakhir Danau Tiwu Ata Polo atau “Danau Sihir” tampaknya menjadi warna hijau yang lebih gelap dan terkadang warna biru.

Cheers, Proud Indonesian (allaboutindonesia.tumblr.com)


Tags
11 years ago

Ini maha kehidupan!

Mamberamo River In Papua Is The Largest River In Indonesia, Which Is Rich In Biodiversity.

Mamberamo River in Papua is the largest river in Indonesia, which is rich in biodiversity.

———

Sungai Mamberamo di Papua adalaha sungai terbesar di Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati.

11 years ago

Apabila Allah SWT membunuh perasaan jemu pada jiwamu terhadap makhluk-makhlukNya, sesungguhnya Allah menghendaki dan membuka pintu kemesraan untukmu dengan-Nya.

Ibnu Atailah

11 years ago

Ujian dan Kesendirian

Memang benar ujian orang senang lebih berat daripada orang susah. Pada akhirnya aku kembali terjerembab pada lembah ini. Bukan karena terlalu menikmati sakit hati. Tapi semua rasaku memang telah mati. Terlalu untuk menegakkan badan. Angin yang menerjang sudah terlalu hebat merobohkan hingga ke akar. Akhirnya memang tempat terendah yang menjadi tempat kembali. Mungkin menutup mata dan telinga memang selalu menjadi keputusan yang terbaik. Toh, diam bukan hal yang buruk kan? Mungkin harus meningkatkan muhassabah. Tidak bisa terus seperti ini yang hanya bisa naik turun menjadi lelah sendiri. Baiklah, mungkin diposisi terendah dengan kesendirian akan melahirkan kemampuan hebat untuk nantinya menuju kompleksitas tak terduga didepan sana.

11 years ago

Jangan bertengkar dengan orang rendah moral. Mereka tidak bisa lebih rugi lagi, tapi Anda?

Mario Teguh (via marioteguh)

:')


Tags
Explore Tumblr Blog
Search Through Tumblr Tags