Ada yang berkontempelasi. Ada yang berdialog relasi. Ada yang mencari-cari. Manusia-manusia internal selalu bangga akan me- dan ber- bahwa mereka yang mengendalikan keadaan bukan dikendalikan keadaan.
Nau
Suka pada seorang ibu yang menumbuhkan anaknya dengan ilmu. Manjawab berbagai hal yang selama ini dianggap lumrah dengan ilmu. Karena payahnya seorang ibu dalam belajar untuk membesarkan anaknya adalah manifestasi dan investasi tersempurna bagaimana anaknya akan bersinar nantinya.
nauraini
Disaat semuanya menjadi semakin kacau. Lalu siapa yang harua bertanggung jawab atas ini semua? Penghambaan diri yang terlalu parah menjadi penderitaan tak berkesudahan. Entah bagaimana lagi ini cara memulai atau mengakhirinya. Memulai hal yang baru. Mengakhiri semuanya.
Masa muda menjadi seperti ini. Lingkungan yang benar-benar tak mampu diungkapkan kekacauannya. Tak ada sama sekali semangat untuk berjuang. Semangat untuk apapun. Gerak untuk menjadi apasaja. Selain diriku yang sekarang.
Sudah terdengar bunyi bersahutan membangunkan sahur :')
Mungkin aku hanya harus diam. Tunduk pada titah nurani. Mencoba menyelam dalam mencari sebuah nur. Oh aku ini makhluk apa? Bahkan bumi yang agung ini mau menyerahkan ini itu. Tapi kusadari segera bahwa ini kasih sayang Tuhanku. Oh bahkan bumi dengan berbagai kemisteriusannya tak akan pernah bisa diungkap oleh manusia. Sehebat apapun dia. Seperti layaknya ilmu, hebatnya tak ubah hanya setetes air laut.
Oh begitu rupanya apa yang menjadi takdir manusia. Takdir yang ditangguhkan. Takdir yang boleh diupayakan. Dan aku banyak sudah melepas penangguhan takdir itu. Aku belum banyak belajar. Bukan belum, bahkan tidak. Memulainya. Terus seperti ini dari dulu hingga nanti.
Aku ini makhluk apa? Kelebat bayang kejadian didunia setiap detiknya akan dipertanggungjawabkan. Lalu betapa oh betapa keburukan atas tak bersyukurnya kemakhlukan yang diberikan. Dianggap. Lalu aku menyiakan. Fenomena merebak ini masihkah akan membuatku terpejam? Oh. Entahlah ~
Pembalakan liar dengan pembakaran menyebabkan bencana kabut asap di Riau dan sekitarnya, menyerang setiap lini kehidupan. Semoga kebakaran cepat dihentikan dan penduduk yang terkena imbas kembali dapat menghirup udara yang bersih dan segar.
#PrayForRiau
Foto 1 & 3, foto 2, foto 4
Kemalasan bukan suatu keniscayaan kan? Oh. Semoga tidak. Aku ingin lepas landas dari belenggu itu. Selalu hanya berwacana itu benar-benar membuatku payah. Aku berharap banyak dari geliatku menemukan orang yang tak mengenal rasa itu. Tapi ternyata memang belenggu selalu punya jurang. Sampai kapan belenggu ini bosan menghantui? Sampai aku lelah pasrah dalam dunia lain?
Produktivitas masa muda. Aku juga ingin mendapatkannya. Sangat ingin. Melihat berbagai mereka mampu meraih asa dengan berbekal kemauan. Dan aku tahu bahwa vitalitas itu mahal harganya. Kualitas seorang individu menjadi berharga saat ia mampu bermanfaat untuk sesamanya. Kenapa aku yang ingin menerapkan visi suci itu malah tak pernah mengentaskan diri dari bayang-bayang gelap?
Oh. Aku tak tahu jadi apa diri ini beberapa tahun lagi. Duhai, itu bukan menjadi hal terpenting. Kata Albert Einstein hari esok adalah sebuah harapan yang datang dari perlakuan hari ini. Lalu adakah sebuah kecerahan masa depan dengan tumpuan kemalasan? Tentu tidak.
Oh mungkin otakku sedikit lebih maju. Aku harus merealisasikannya. Otak dan otot harus bersinergi kan? Dari dulu aku tak pernah meminta apa-apa. Hanya ingin mentas dari keterbelengguan. Hari baru selalu memberi kesempatan kepada setiap insan kan?
Aku yang lelah dengan hitam ini semoga menemukan berlian yang mampu memecahkan pekat. Akupun anak sebuah bangsa, hamba Tuhan. Semua itu minta di pertanggungjawabkan. Dan aku susah terlalu lama bersusah dalam kelenaan. Bila ini saatnya bangkit semoga hati ini tetap kokoh dan otak ini terus mengingat. Hanya semoga aku manjadi manusia bertanggungjawab.
Sungguh, aku merindukan masa kecil. Masa tanpa memikirkan esok. Masa yang tak mengharuskan menjadi siapa-siapa. Masa yang tak memaksakan menjadi korban persepsi. Masa kecil itu masa yang bijaksana.
Hey hujan, Kenapa tetesmu yang mengguyur bumi itu lekas hilang? Lalu kau datang lagi berulang-ulang, Bahkan ada saatnya kau lama datang sampai gersang meradang.
Hey hujan, Kamu tahu seberapa bermakna dirimu bagi manusia yang kau basuh? Ada yang menantikanmu Ada yang menikmatimu Ada yang berharap padamu Bahkan ada yang berterang menghujatmu.
Hey hujan, Ajarkan aku bagaimana hukummu berlaku? Ajari aku bagaimana menjadi tegar dalam tunduk perintah Tuhanmu. Ajari aku bagaimanan membuat hadirmu mampu menjadi bermakna pada setiap individu. Hadirmu yang tak kau hiraukan akan dipuja atau dihujat. Kau hanya terus teguh membasuh bumi ini dengan rintik. Kau membuat tetes-tetes redamu membentur benda padat yang menggtarkan hati. Kehadiranmu yang sederhana mampu memberi ruang tersendiri pada jiwa. Selalu begitu.
Bonus demografi dan menjadi bagian setengah lebih jumlah populasi, banyak yang berbicara tentang kompetisi. Usia produktif yang beradu sikut saling merongrong negeri sendiri. Ada yang betul peduli, ada yang minta dikasihani. Cara keluar dari jeruji adalah dengan meningkatkan kapasitas diri. Karena, bonus demografi masih akan melonjak sampai tahun ke depan nanti. Karya dan eksistensi perlu mulai dirancang sejak dini.
nauraini
Allah tengok usaha kita. Jangan risau. Selebihnya serah pada Allah. Doa sampai nangis. Usaha sampai habis!
(via alfaroqiah)
:') ini cukup!
Human behavior flows from three main source : desire, emotion, and knowledge. The only true wisdom is in knowing you know nothing-
233 posts