feeling unwanted lagi 🤣🙂
aku ngerasain banget gimana capeknya menjaga hati manusia, capek untuk selalu berusaha agar manusia bisa selalu seneng sama aku, takut mereka kecewa sama aku, takut mereka marah ataupun dendam.
aku juga kecewa kalau mendapati manusia yg gak menghargai aku, memandang aku sebelah, meremehkan aku.
menjaga hubungan dengan manusia itu sulit banget, apalagi manusia-manusia di luar hubungan keluarga. pengennya dihargai tapi gak mau menghargai.
jujur, aku ngerasa udah banyak mengalah sama manusia-manusia egois di sekeliling aku. tapi pada akhirnya aku mempertanyakan sendiri, buat apasih usaha aku selama ini menyenangkan mereka? toh mereka gak memikirkan perasaanku balik.
tapi setelah dipikir-pikir, karakter manusia emang seperti itu. maybe aku juga pernah jadi sosok antagonis di mata orang lain.
Aku seharian ini benar benar hanya rebahan di kasur. Mencoba recovery dari penyakit yang melanda saat cuaca sedang tidak menentu. Alhamdulillaahnya batuk dan bersin tidak terlalu parah. Hanya saja kepalaku pening dan kakiku terasa lemas. Aku punya tanggung jawab di luar sana, jadi semoga aku lekas sehat dan menjalankan rutinitasku kembali.
#my journey in Bdg
Ini jalan Pungkur simpang Otista. Salah satu jalan yang memorable banget bagiku.
Tiap hari aku harus melewati jalan ini untuk menuju terminal Kebon Kalapa.
Di jalan ini, aku melewati bapak penjual kacamata dengan lapak ala ala dan bapak penjual buku anak-anak yang sudah terlihat kusam dan ketinggalan zaman ( buku latihan mewarnai, latihan baca, menulis, dsb ). Dua bapak penjual ini, walaupun aku melewatinya dengan cuek tapi sebenarnya sangat menarik perhatianku dalam diam. Aku acap kali bertanya dalam hati, selama sekitar tiga tahun bolak balik melewati jalan ini, pertanyaanku selalu sama, tidak berubah. " Apakah hasil dari dagangan bapak ini bisa mencukupi kebutuhan keluarganya ?, atau bahkan dirinya sendiri ?" , maksudku, sepertinya tidak ada orang yang tertarik untuk membeli dagangan mereka. Apalagi bapak penjual buku anak ini. Dagangannya tidak ada yang berubah, buku anak-anak ini sepertinya buku yang sama dengan 3 tahun yang lalu. Ya, buku-buku yang semakin kusam dan menua hingga membuat nilai jualnya ikut rendah.
Huuufhh, setidaknya mereka sudah berusaha menjemput rizqi. Duduk seharian dari pagi saat aku berangkat hingga sore hari saat aku pulang kembali.
Kenapa aku tidak membantu ?
Aku melewati jalanan itu setiap hari, aku takut aku akan merasa aneh.
Pak, semoga bapak selalu bertemu dengan hal-hal baik dan menyenangkan.
Lagi down dan gabisa cerita ke siapa2
Oiya aku punya Tuhan Yang Maha Mendengar 🥹💦🤍
Tidak ada yang tersisa kecuali
"Hanya Engkau Ya Allah"
Melalui pengeras suara Mesjid disalah satu wilayah palestina
Baiklah, aku memutuskan untuk mengikuti challenge ini agar aku lebih mindful dalam menjalankan ibadah ramadan kali ini. Kupikir dengan menulis seperti ini aku bisa mengidentifikasi dan menggali lebih dalam lagi, sebenarnya perspektifku tentang ramadan itu bagaimana? apa yang kurasakan? dan apa yang aku mau dari ibadah ramadan kali ini?
jujur, semakin tahun berganti, semakin semarak ramadan itu kian meredup untukku.
Aku masih ingat, saat aku SD, tiga bulan sebelum ramadan datang saja hawa-hawa kegembiraan ramadan sudah mulai terasa, ketidaksabaran mencicipi ramadan sudah meletup-letup, orang-orang di sekitarku sudah mulai mempersiapkan diri.
Mungkin waktu itu, aku tidak sabar menunggu momen-momen ramadan yang selalu berkesan di masa kecilku. Libur sekolah yang panjang, masakan-masakan istimewa dan terniat yang selalu dibuatkan oleh mama, jalan pagi setelah shalat shubuh berjamaah di masjid, berpesta kembang api dan petasan ba'da magrib, berebut tanda tangan penceramah, dan shalat tarawih di bawah bintang yang kerlap kerlip.
Aku dan perspektif masa kecilku tentang keistimewaan ramadan jauh dengan esensi ramadan yang sebenarnya, yang tak pernah aku pelajari dan dapatkan sebelumnya.
Mungkin itu sebabnya, semakin dewasa semakin semarak ramadan itu kian meredup, karena kebiasaan-kebiasaan ramadan yang dulu aku saksikan saat aku kecil itu sudah tak ada lagi. Anak-anak jaman sekarang merayakan ramadan dengan cara yang berbeda, tunggu... apa mereka merayakannya?
Kemudian aku bimbang sendiri dengan perasaan yang aku rasakan tentang ramadan. Mengapa ia kini tak istimewa di hatiku? mengapa semangat menggebu-gebu untuk menyambutnya tidak hadir? oh tidak, tentu saja ini kesalahan yang sangat fatal.
Hari ini, saat aku menulis tulisan ini, aku menyadari satu hal. Ramadan yang kian redup di hatiku disebabkan karena aku tidak mengenal ramadan itu sendiri. Ramadan yang kian redup karena mendapati diriku sendiri berteman sepi di perantauan, tanpa keluarga dan momen-momen istimewa saat aku bersama keluarga.
Kau tahu kendala-kendala apa saja yang aku hadapi pada ramadan beberapa tahun ke belakang ini?
Bukan. bukan lapar yang menggoda imanku untuk membatalkan puasa di tengah jalan. Menurutku aku sangat pandai dalam menahan lapar, apalagi menahannya di bulan ramadan.
Hanya saja, hatiku merasakan kekeringan di lembah yang harusnya membuat hati kian tersuburkan oleh suasana iman dan ketaatan ramadan. Kenapa? hatiku meringis.
Ya aku tak mengenal ramadan seutuhnya. Yang kutahu ramadan hanyalah rutinitas tahunan. Sebatas menahan lapar dari waktu imsak sampai waktu berbuka. Hanya saja ibadahku di bulan ramadan yang harusnya optimal malah terlalaikan. Sudah berapa kali ramadan kulalui namun aku belum pernah khatam Alquran padahal aku tahu betul ramadan adalah bulannya Alquran. shalat tarawih belum pernah berhasil aku kerjakan hingga garis finish. Bahkan malam laylatul qodr yang banyak orang ingin meraihnya tidak menjadi motivasi untukku untuk mencarinya juga. iya selalai itu aku.
Aku belum memaknai ramadan dengan seutuhnya, karena itu aku membiarkan diriku tenggelam dengan kelalaianku.
Ramadan, bulan yang agung. Aku sering dengar ini. Tapi tak pernah mencari apa yang membuat ramadan itu diagung-agungkan?
Malam ini aku tidak sengaja mencari tahu. Ketidaksengajaan yang indah sungguh. Karena akhirnya aku merasakan kesyukuran yang tidak terhingga. Ramadan datang, sebagai hadiah dari Allah untukku.
Agar aku bisa "membersihkan" diriku
Agar aku bisa "mendidik" jiwaku
Agar aku dapat menuai sesuatu yang nilainya berlipat ganda, agar aku mendapatkan keuntungan yang banyak dan besar.
kita diibaratkan pedagang, dan yang membeli dagangan kita adalah Allah
barang dagangan kita adalah amal shalih, dan bayarannya adalah syurga.
tidak ada satupun "perniagaan" yang paling menguntungkan selain "perniagaan" yang kita lakukan di bulan ramadan. Karena keuntungannya benar-benar Allah lipat gandakan.
Aku baru tahu, amalan di bulan ramadan yang kita kerjakan jika diterima oleh Allah maka amalan tersebut akan membuat mizan (penimbang amal) hampir jebol saking beratnya nilainya. Padahal mizan itu begitu megah, sebanding dunia dan isinya.
Aku baru bisa merasakan kehangatan dan keindahan ramadan ketika aku tahu betapa berharganya ia. Sesuatu yang harganya mahal pasti akan kita jaga, kita rawat, kita apik-apik, kita tidak mau satu noda kecil atau kerusakan kecil terjadi pada sesuatu tersebut.
dengan mengetahui dan menyadari betapa berharganya ramadan yang hanya berlangsung selama 30 hari dalam setahun, semoga aku lebih bisa meghargai setiap detak yang ada di bulan ini untuk kugunakan hanya dengan sangat optimal. karena tidak semua manusia diberikan kesempatan yang lebih banyak untuk mencicipi bulan ramadan.
intinya...
Apa kendalaku di bulan ramadan? belum kuat istiqomah tilawah dan mengkhatamkannya, belum bisa menyelesaikan tarawih hingga akhir, dan tidak berusaha menggapai malam laylatul qadr
bagaimana aku mengatasi kendala tersebut? dengan mengenal dan memaknai esensi ramadan.
#RWCday1
Setiap orang tak spesial
Ada 7 milyar lebih penduduk bumi. Aku dan kamu hanyalah buih dari lautan manusia. Tanpa kita, dunia akan tetap berjalan sebagaimana adanya. Tak ada yang spesial dari kita.
Lalu ada yang kemudian kita sebut dengan nilai. Manusia memberikan nilai pada tiap orang yang mereka tahu dan kenal. Kamu bisa bernilai penting bagi sebagian orang, lalu tak penting bagi orang lain. Namun yang utama, kamu harusnya spesial untuk dirimu sendiri. Bernilai tinggi.
Dunia ga peduli apakah kamu seorang manager yang susah untuk constantly reading articles atau sering ikut meetup karena ngasuh anak di rumah. Atau apakah kamu seorang mahasiswa yang gabisa ke perpustakaan just for the sake of seeking knowledge karena menanggung kehidupan sekian orang adik. Atau apakah kamu seorang wanita karir yang cari nafkah sekaligus urusin rumah sementara suaminya gabut.
Yang dunia pedulikan itu hasil, output, sesuatu yang keliatan. Sorry this is harsh, but empathy-thingy itu kemewahan. You can’t expect the world to listen to your story and menye-menye.
You know what to do in this condition?
Firstly, communicate, talk, pray, to God, “Dear God, this is hard for me. Aku ingin mengeluh, tapi aku tau Engkau sedang melihat bagaimana aku melalui ini. Maka catatlah kesabaranku ini sebagai pahala yang banyak. Jadikan ini keistimewaanku dibanding makhluk-Mu yang lain.”
Secondly, stop caring about what people would think about you. Just do your best to tackle this and that, finish this and that, but shut your inner voices yang bilang, “Wah nanti aku dinilai ga perform”, “Wah nanti aku keliatan bodoh”, etc. Be a bodoamat person selama kamu udah lakuin yang terbaik yang kamu bisa. Biarkan hatimu bertawakkal–”I’ve done my very best, so whatever will be, will be.”
Thirdly, just keep moving forward, don’t look back, you can slow down but don’t stop, because hardship won’t last forever. At some point things will get easier. If not, then you haven’t pass through the storm, maybe you haven’t faced the center of the storm–brace yourself, but after that things will get better. Remember Dory’s song, “Just keep swimming.. Just keep swimming”
Good luck!
Butuh meluapkan kisahmu? Kirim ke https://yasirmukhtar.tumblr.com/submit.
😊 insyaallah oneday
“Perhaps, somewhere, some day, at a less miserable time, we may see each other again.”
— Vladimir Nabokov
sekitar 1 minggu yang lalu seorang teman yang tidak terlalu dekat menghubungiku. Tanpa angin tanpa hujan, menanyakan kabarku dan tiba-tiba bertanya padaku apakah aku siap menikah dalam waktu dekat ini.
siap menikah? tentu saja aku tidak tahu pasti jawabannya.
melihat umurku yang kini menyadang umur quarter life crisis, melihat sebagian teman-temanku sudah bahagia dengan pasangan halalnya, tentu saja membuatku jadi "ingin" menikah.
Aku tidak punya perasaan menggebu-gebu untuk menikah, karena aku paham betul kehidupan pernikahan tidak sesederhana itu. kompleks. ada banyak hal yang akan menjadi tanggung jawabku kelak, dan aku tidak bisa lari dari itu.
aku tidak tahu apakah aku sudah siap menikah atau tidak, tapi...aku mau membuka diri jika untuk berkenalan. jika untuk sekadar perkenalan toh apa salahnya? nothing to lose, tidak ada ruginya kok.
lalu temanku mengirimkan cv ikhwan tersebut, berikut foto-foto beserta link akun instagram dia dan kakaknya.
seketika sayah langsung insecure dan merasa sangat rendah diri.
ya singkatnya profil ikhwan tersebut ketinggian buat sayah. apalagi kakaknya seorang muslimah influencer yg mempunyai banyak pengikut di instagram.
saya disandingkan dengan dia? ayolah saya hanya remahan abon ikan
saya lalu bertanya kepada teman saya, mengapa dia mau mengenalkan aku dengan ikhwan yg speknya begini? apalah aku? aku buka siapa-siapa dan gak punya apa-apa, kataku.
ya dan temanku menjabarkan alasannya. katanya aku insyaAllah bisa mengimbangi visi misinya. hmmmm apa iya?
aku mencoba meminta pendapat pada orang rumah. kakak-kakaku terlihat tidak excited dan "malas". mungkin mereka berpikir ikhwan tersebut mana mau memilihku. ya dari background keluarga saja sepertinya dia berasal dari keluarga yg sangat berada. keluargaku? takut gapnya jauh dan sangat tidak sepadan.
tapi mama menyuruhku untuk mencobanya. toh hanya berkenalan.
jujur saat melihat data diri dan foto-fotonya, semuanya sesuai dengan tipe dan seleraku. tapiii semakin membaca profilnya semakin aku merasa tidak bisa melanjutkan.
walaupun sudah melihat foto dan data dirinya aku tertarik tapi sedikitpun tidak ada rasa apapun yg bergetar wkwkwk. ya mungkin karena aku sudah rendah diri duluan.
aku mengikuti saran mama, ya akhirnya aku mengirimkan data diriku kepada ikhwan tersebut melalui perantara temanku.
katanya beliau butuh 3 hari untuk mempelajari dan berpikir.
ya aku nothing to lose saja, benar-benar tidak berharap walau sedikit.
ini sudah hari kedua semenjak aku mengirimkan cv ku.
bagaimana tanggapannya? jujur aku tidak penasaran sama sekali :))
aku hanya merasa ada banyak gap dari background kami masing-masing, jadi sepertinya tidak akan cocok satu sama lain.
dan....
he deserve better :)))
bener² definisi dia berhak mendapatkan yang lebih baik daripada saya :))
untuk diriku, semoga aku dipertemukan dengan jodoh yang aku tidak merasa rendah diri di hadapannya, tapi percaya diri untuk menjadi diriku sendiri